Sekitar jam tiga dini hari.
Akibat bocornya informasi tentang temuan tulang belulang korban pembunuhan di Waringin. Pihak kepolisian memutuskan untuk segera melakukan operasi penangkapan sebelum pelaku mulai sadar kalau dirinya telah menjadi target.
Tentu target operasi penangkapan ini adalah lelaki buncit yang diberitahu oleh Bima. Polisi juga sudah pergi ke sumber informasi dan mengkonfirmasinya.
Terduga pelaku bernama Bobby. Biasa dipanggil Paman Bob oleh orang-orang sekitar. Seorang pria berumur lima puluh tiga tahun yang berprofesi sebagai tukang jagal hewan ternak selama kurang lebih sepuluh tahun.
Diketahui kalau Bob tidak memiliki keturunan. Pernikahannya pun berakhir dengan perceraian sekitar dua puluh tahun yang lalu.
Mantan istrinya sendiri sudah menikah lagi dengan lelaki lain dan telah dikaruniai dua orang anak. Bob dan mantan istrinya sudah tidak lagi saling berhubungan. Tidak ada kontak di antara keduanya selama lebih lima belas tahun.
Kedua orang tua Bob telah tiada. Sanak keluarga lain seperti paman atau keponakan tidak pernah mengunjunginya.
Jadi bisa dikatakan kalau Bob ini adalah seorang pria yang menyendiri dan tertutup. Mau itu dari lingkungan sekitar begitu juga dari keluarga. Meskipun begitu citra Bob dari orang-orang sekitarnya terbilang positif.
Bob dikenal sebagai pria yang baik dan pendiam. Tidak pernah membuat masalah, dan melakukan pekerjaannya dengan sempurna.
Tidak ada yang bisa mengira kalau paman yang baik hati itu merupakan seorang tersangka pembunuhan berantai.
Pada jam tiga pagi, pihak kepolisian telah mengepung rumah kontrakan dari terduga pelaku. Mereka akan segera menyergap Bob lalu mengamankannya ke kantor polisi.
Setelah seluruh petugas siap di posisi masing-masing. Dua orang petugas berjalan mendatangi pintu depan rumah Bob. Mengetuknya sambil mengucapkan permisi.
Dua menit berlalu. Tidak ada sahutan dari dalam. Kedua petugas saling tatap lalu mengangguk. Mereka seraya mendobrak pintu dengan keras. Masuk, lalu mengangkat senapan, menduga kalau tersangka langsung terbangun dari tidurnya atas keributan yang baru saja terjadi.
Namun yang diharapkan tidak terjadi. Keadaan dalam rumah tampak sepi. Satu petugas melaporkan situasi lewat handy talky, sedangkan satu lainnya mulai menelusuri satu ruangan demi satu ruangan.
Tidak menemui sosok Bob dalam kamar dan ruangan lainnya. Hanya tinggal satu ruangan tersisa, yakni dapur yang berada di paling belakang bangunan.
Keduanya mengernyit, secara perlahan dengan jantung berguncang berjalan ke ruangan terakhir.
Satu petugas yang paling depan menyisihkan tirai yang menjadi pintu ke dapur. Detik kemudian, petugas tersebut seketika terperanjat. Bau yang kurang sedap dan pemandangan di tengah ruangan dapur membuat seluruh tubuhnya bergidik.
Satu mayat perempuan terbaring di tengah ruangan, dengan dua lengan dan kakinya telah terpotong, yang mana potongan tubuh itu telah tersimpan di dalam ember samping mayat.
Darah masih menggenang segar. Tampak seperti masih segar keluar dari bungkus.
Melihat pemandangan dan wajah dari perempuan yang malang itu, sang petugas seketika ingin muntah.
Namun dia semerta teringat, 'Di mana, Bob?'
Sayang, tanya itu datangnya terlambat. Merayap bagai seekor kadal di atas rangka pintu, Bob yang melihat satu petugas telah melewati garis pintu, langsung turun dan menebaskan pisau ke arah leher petugas yang tak terlindungi.
Slash!
Bagai menggunakan kekuatan yang jauh dari batas normal. Penjagal tua tersebut dapat memutus kepala petugas itu hanya dengan sekali tebas.
Petugas lain yang berada di belakang temannya seketika tertegun. Dia melihat kepala temannya terbang lalu mendapati seorang lelaki tiba-tiba muncul di depannya.
Karena kaget, dia asal menembakkan senapannya. Suara peluru dan pelatuk berbunyi di keheningan, membuat pikiran petugas tersebut seketika panik, berharap tembakan pelurunya asal kena.
Meskipun pada akhirnya dengan kelincahan absurd dari si Penjagal, peluru itu berhasil dihindari dan hanya menyerempet sedikit di bagian pundak.
Penjagal itu langsung menerjang, memotong bagian lengan atau lebih tepatnya di bagian sendi pundak petugas yang memegang pistol.
Slash! Slash!
Setelah lengannya itu terpisah, Penjagal itu langsung mendorong kepala petugas ke lantai dan langsung memenggalnya dengan pisau daging besar di tangannya.
"Huuu..."
Penjagal itu semerta berdiri, mengeluarkan napas panjang lalu tersenyum lebar. Adrenalin dalam dirinya terasa sedang berpacu.
Ini merupakan kali pertama dia merasa nyawanya sedang dalam bahaya. Senyum lebarnya menandakan kalau si Penjagal ini sedang menikmati situasi yang sedang dihadapi.
Pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya. Melihat layar yang masih menyala, menunjukkan suatu halaman podcast bernama Rumah Tanjakan. Tampak dari bar, kalau Penjagal itu telah mendengar setengah dari isi podcast.
Dia melihat dengan mata yang tersenyum pada layar. Lalu mendengar suara langkah kaki dari belasan orang yang mulai mendekati pintu depan rumahnya. Mungkin terperingati suara tembakan barusan.
Penjagal itu menyeringai lebar. Dalam dirinya masih ada rasa kecewa, karena harus meninggalkan perempuan yang belum puas dinikmatinya.
"Hehehe..."
***
Di lain tempat. Rumah Tanjakan.
Bima, Oki dan Tiara masih terjaga pada larut malam ini. Hal ini karena operasi yang dilakukan oleh kepolisian. Bima mendengar operasi itu akan dilakukan dari Tiara.
Mengetahui hal ini, membuat Bima tidak bisa tertidur karena rasa penasaran yang memenuhi isi hatinya. Ingin mengetahui hasil penyergapan tersebut.
Begitu pula dengan Oki, yang sebenarnya sudah setengah tertidur, matanya dipaksa terbuka dengan cara menonton film tengah malam di televisi.
Tiara berjalan bolak-balik di belakang sofa. Sedangkan Bima berbaring di sofa sambil memainkan permainan ponsel.
Suasana tampak tentram dan hening namun sebenarnya seluruh orang di sana tampak tegang.
Riiinggg!
Tiba-tiba suara ponsel milik Tiara berbunyi. Dia mengangkatnya, mendengar kabar terbaru dari operasi yang dijalankan dan seketika wajahnya berubah pucat. Tampak suatu raut ketidakpercayaan ada di wajah petugas wanita tersebut.
Bima dan Oki tentu penasaran. Ingin tahu apa yang terjadi. Namun petugas wanita itu terlihat terpatung pada tempatnya.
"Hey, apa kau baik-baik saja? Ada apa?"
Tanya Bima, yang tidak direspon oleh Tiara. Petugas wanita itu tampak terbangun dari rasa terkejutnya lalu langsung bergegas ke luar rumah. Mungkin menghampiri rekannya yang ada di dalam mobil polisi.
"Ada apa dengannya?" Cemas Oki, yang kini matanya terbuka lebar.
Bima mengernyit, lalu menoleh ke layar televisi. Tidak lama sejak Tiara keluar, tiba-tiba siaran film tengah malam berubah menjadi kilas berita.
[Langsung dari lokasi kejadian! Operasi penangkapan tersangka pembunuhan berantai yang terjadi di Waringin, telah gagal dilakukan oleh pihak kepolisian. Tersangka yang memiliki nama Bobby, berhasil melarikan diri setelah melakukan penyerangan terhadap petugas penyergapan.
Hingga saat ini diketahui kalau terdapat delapan petugas tewas dan sepuluh lainnya luka-luka setelah melakukan kontak dengan tersangka. Pihak kepolisian masih mengejar tersangka dan...]
"..."
"..."
Bima dan Oki termangu menyaksikan kabar berita tersebut. Keduanya langsung saling tatap, yang mana Bima dapat melihat suatu rasa kengerian dalam mata Oki.
Siapa yang menyangka kalau belasan petugas polisi tidak mampu menyergap satu orang yang umurnya telah lebih dari setengah abad. Malah sebaliknya, mendapat korban jatuh di pihak mereka.
Kini pembunuh berantai itu telah lolos dan berkeliaran di jalanan bebas. Bukankah ini semakin berbahaya?
Gulp.
Bima menelan ludahnya. Otaknya berpikir keras, memperkirakan pergerakan dari Bobby. Entah mengapa, Bima merasa kalau pembunuh tua itu mungkin akan menuju ke tempatnya.
Dia lalu melirik ke Lani yang tengah memperlihatkan raut penuh dendam di depan layar televisi.
"Ki... kau menginaplah dulu di kampus untuk beberapa hari ke depan. Sepertinya akan ada tamu yang datang."