webnovel

Penjagal dalam Gelap (9)

Keesokan harinya, pada tengah malam hari.

Bertempat di rumahnya sendiri, Bima kini hanya tinggal sendirian di dalam rumah. Setidaknya itu yang terlihat dari luar. Karena di beberapa sudut ruangan dan juga bersembunyi di sekitaran rumah, telah bersiaga para petugas kepolisian.

Mereka semua memiliki ekspektasi atas kedatangan Penjagal Bobby. Bukan hanya karena asumsi dari Bima, namun juga merupakan satu langkah logis dari pihak kepolisian juga. Yang mana, mereka pun berpikir kalau rumah Bima adalah satu tempat yang mungkin dikunjungi oleh pelaku.

Oleh karenanya, selain tetap melakukan operasi pencarian di berbagai kota. Pihak kepolisian juga memberikan beberapa petugasnya untuk berjaga di rumah angker tersebut.

Untuk Oki, sesuai saran Bima. Lelaki itu pergi ke kampusnya dan menginap di sana untuk beberapa hari.

Sedangkan orang tua Bima yang seharusnya sampai siang tadi. Kini telah berada di hotel yang berada di pusat Kota Waringin. Bima dan pihak kepolisian telah menjelaskan situasi terkini kepada keduanya.

Tentu mendengar penjelasan tersebut membuat kedua orang tua Bima semerta panik. Namun keduanya kini dapat tenang dan menginap di hotel dengan penjagaan polisi.

Untuk Bima sendiri, sebenarnya dia diminta oleh pihak kepolisian untuk evakuasi juga ke tempat yang lebih aman. Namun jangankan evakuasi, Bima malah menyarankannya dirinya sebagai umpan.

Menurut Bima, apa yang dikejar pelaku saat ini, kalau dia benar ke rumah tanjakan, maka targetnya adalah dirinya. Ke mana pun dia pergi, tempat itu tidak akan aman. Lebih baik menunggu dengan persiapan yang matang.

Pertanyaannya, mengapa Penjagal itu menargetkan Bima?

"Karena Lani."

Ujar Bima yang kemudian menjelaskan kalau pelaku itu benar pergi ke tempatnya. Maka ada kemungkinan dia telah mendengar podcast yang dibuatnya.

Bila dia jeli, maka Penjagal itu akan menyadari kalau dari podcast tersebut, hanya orang bernama Bima-lah yang dapat melihat dan berkomunikasi dengan sosok bernama Lani.

"Apa dia mengincar Bima karena ingin menutupi tindakannya?" Tanya pihak kepolisian.

Yang dijawab oleh Bima dengan gelengan kepala. Apa yang diinginkan Penjagal itu bukanlah itu menutupi kelakuannya. Kalau itu yang diinginkan, dia tidak akan berani membunuh banyak petugas yang datang ke rumahnya.

Menurut Bima, yang diinginkan si Penjagal adalah Lani beserta arwah korban-korban lainnya. Bukan untuk membungkam namun untuk dinikmati.

"Mungkin dia ingin tahu penderitaan mereka yang kini harus menjadi arwah gentayangan berkatnya."

Tutur Bima, yang kemudian memberitahukan kalau dengan alasan inilah dirinya menjadi target.

Untuk mendapatkan dan mengetahui soal arwah para korbannya, Penjagal itu membutuhkan kemampuan Bima.

Dengan begitu, rencana menunggu dan menyergap Penjagal itu pun dilakukan. Orang tua Bima tentu keberatan, namun mereka juga tidak bisa mengubah pemikiran dari anaknya tersebut.

Bima dari dulu merupakan anak yang keras kepala dan selalu melakukan apa yang ingin dilakukannya. Apapun perkataan orang lain, hampir tidak pernah dia dengar. Itulah mengapa, dirinya mampu traveling mengelilingi negaranya setelah sidang sarjana. Tidak memikirkan pekerjaan, jodoh dan lain sebagainya. Dia bahkan tidak menghadiri upacara kelulusannya, karena merasa itu hanya formalitas belaka.

Orang tua Bima tahu kalau anaknya itu tidak bisa diatur.

Malam tiba, Bima yang berbaring di tengah ruangan lantai satu sambil memainkan game ponsel, seketika melirik ke arah pinut depan.

Dia seperti merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari balik pintu yang tertutup itu.

"Lan, apa ada orang di sana?"

Tanya Bima kepada satu hantu perempuan di sampingnya. Sama seperti yang lainnya, Lani juga sungguh tidak sabar menunggu kedatangan pembunuhnya. Wajahnya tetap tertutup oleh rambut, namun Bima dapat merasakan kalau di balik tirai rambut, itu wanita itu pasti menunjukkan suatu raut yang mengerikan.

Mendengar pertanyaan Bima, Lani langsung terbang ke arah jendela. Mengintip dari sisi jendela, melihat tidak ada seorang pun di depan rumah ataupun gerbang depan.

Mendengar hal tersebut, Bima hanya sedikit mengernyit, menganggap hal barusan hanya perasaannya saja. Mungkin tanpa disadari, dia sendiri telah tegang dengan suasana ini.

Bima kembali memainkan ponselnya, sedangkan Lani tetap mengintip dari sisi jendela. Kekuatan hantu perempuan itu tengah fluktuatif karena emosi dan dendamnya, sehingga secara tidak sadar, dirinya menampakkan diri ke dunia nyata. Membuat beberapa petugas yang sedang mengawasi bergidik.

Tiara yang melihat kejadian ini hanya tertawa kering dalam hatinya.

Waktu berlalu, sekitar jam dua dini hari. Bima yang matanya mulai panas setelah terpancar sinar layar ponsel, menurunkan gawainya. Dia beranjak, lalu berjalan ke dapur untuk mengambil air minum.

Ruang dapur kala itu gelap. Sehingga Bima harus meraba saklar di sebelah rangka pintu. Namun apa yang tidak diketahuinya, dalam kegelapan tersebut, telah ada yang menunggunya sejak tengah malam.

Pocong? Tidak, bukan dia.

Melainkan seseorang pria buncit yang kini sedang merayap di langit-langit dapur. Ketika dia melihat targetnya tiba di depan dapur, hendak menggapai saklar lampu. Pria tersebut secara senyap bergerak ke atas rangka pintu. Lalu dengan seketika menangkap kepala Bima, dan mengangkatnya, kemudian menutup mulutnya.

"?!!! Hmmmmph!!!"

Bima menggeliat berusaha melepaskan diri. Namun kekuatan genggaman dari penangkapnya begitu kuat.

Dia pun berusaha mengeluarkan suara. Memperingati Lani dan juga polisi yang bersembunyi di sekitar. Namun suaranya tidak dapat keluar.

Dalam kepanikan, mata Bima yang akhirnya beradaptasi dengan kegelapan, seketika melihat sosok pocong yang ada di pojok dapur. Melototinya tanpa berkedip.

"Hmph! Hmph!"

Bima menaruh harapan pada hantu bagai patung itu untuk membantunya. Tapi ayal, pocong itu memang hanya diam bagai patung. Tidak bersuara dan bergerak sedikit pun.

'Ada apa dengan hantu satu ini?!'

Teriak kesal Bima dalam hatinya. Dia lalu berusaha melirik ke atas, melihat orang yang menangkapnya. Tentu saja, dia menemukan si Penjagal itu memegangi kepalanya bagai sebuah bola.

Bima masih mencoba untuk melepaskan diri. Namun tetap mustahil dan pada akhirnya, kesadaran Bima berangsur menghilang setelah satu tangannya mencekik leher Bima, sehingga lelaki itu kehilangan udara.

Setelah itu, Bima menghilang dari rumahnya.

Hanya ketika satu petugas yang bersembunyi di pojok lantai dua, ingin melihat situasi di lantai pertama. Dia bertanya pada rekannya tentan keberadaan Bima.

"Dia pergi ke dapur."

"Dapur? Orang yang di dapur, tolong beritahu situasi."

"..."

Hanya keheningan yang ada. Petugas itu seketika merasakan firasat buruk. Dia langsung bergegas pergi ke dapur. Menyalakan lampu, dan mendapati satu petugas yang seharusnya bersembunyi di bawah meja, kini telah tergeletak tak sadarkan diri.

"Bangsat!"

Petugas itu seketika mengumpat. Dia menyadari kalau Bima telah ditangkap tanpa ada petugas yang menyadari.

Lani yang menyadari hal ini pun seketika merasakan emosinya meledak. Pembunuhnya ternyata sudah menyelinap dan berhasil membawa pemilik rumah.

"Kiaaaakkkkkkkk!!!!"

Suara lentingan seorang perempuan seketika terdengar di seluruh rumah. Menggetarkan rumah tersebut, dan beberapa perabotan seketika terbang ke sana kemari.

Para petugas di dalam langsung panik. Tidak mengerti apa yang terjadi. Mereka serta merta bergerak keluar untuk evakuasi, takut rumah tersebut tiba-tiba runtuh.

Tiara yang berjaga di luar rumah melihat kejadian ini. Dia merasakan ada sesuatu yang salah. Semerta bergegas masuk ke rumah.

Di lain tempat, di jalanan yang gelap nan menanjak. Seorang pria menggendong seorang lelaki di pundaknya bagai sebuah karung, dan satu tangannya menggenggam sebuah pisau daging yang ternodai oleh darah.

"Huff... huff... huff... hehehe..."