webnovel

Taman Bermain

Aditya sedang sibuk dengan ponselnya setelah pulang dari kantornya. Aku duduk di sampingnya lalu menyerahkan ponselku dengan memperlihatkan riwayat telepon yang masuk. Dia mengalihkan pandangannya ke ponselku.

"Apa?" tanya Aditya.

"Lihat, Sherlin tadi ada meneleponku," jawabku.

"Lalu?"

"Aku sudah memblokir kontaknya."

Aditya hanya menganggukkan kepalanya. Aku memeluk lengannya sambil bersandar padanya. Dia tidak menepis tanganku seperti semalam, berarti Aditya marahnya mereda. Aku akan tanya untuk memastikannya.

"Sayang, kamu sudah tidak marah padaku?"

"Ya," jawabnya singkat karena sedang fokus menonton di ponselnya.

Aku mengecup pipinya. Beberapa saat kemudian Aditya membalas ciumanku dengan mengecup pipiku. Aku tersenyum ternyata benar Aditya sudah tidak marah padaku. Pintu di ketuk. Aku melepaskan tanganku yang memeluknya.

"Daddy ..." panggil Clarisa.

"Halo sayang," ujar Aditya.

"Maaf, di luar ada Sherlin," kata bi Siti.

"Iya, mom. Ada teman mommy yang kemarin datang lagi," sahut Clarisa.

Aku mengangguk lalu bi Siti pun pergi. Aditya menyuruhku pergi terlebih dulu untuk menemuinya. Aku pun menurut. Sampai di depan rumah. Sherlin langsung membalikkan badannya. Dia menghampiriku.

"Apa yang dia katakan? Apa dia mau bertanggung jawab untuk anaknya ini?" kata Sherlin.

"Aku tidak bisa mempercayai kalian berdua, lebih baik kalian selesaikan masalah kalian sendiri, jangan libatkan orang lain," kataku.

Pintu ditahan olehnya saat hendak kututup pintunya. Dia memegang tanganku dan memohon untuk menolongnya. Datang di waktu yang tepat, Aditya menyuruh Sherlin untuk melepaskan tangannya dariku. Aditya dengan tegas padanya. Mengusir Sherlin yang memang mulai mengganggu. Pintu pun di tutup oleh Aditya.

"Clarisa mana?" tanyaku karena terakhir aku melihatnya bersama Aditya.

"Aku menyuruhnya untuk ke kamar ibu. Biarkan dia di sana."

"Nice, sayang. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu," kataku yang mulai agresif.

Aditya menyeringai saat melihatku yang seperti itu. Aku menarik tangannya. Dia sangat suka saat aku bertindak agresif. Setelah bercumbu, pintu di ketuk dan Clarisa berteriak meminta pintunya dibuka. Aku dan Aditya bergegas mengenakan pakaian, lalu setelah selesai aku membukakan pintunya.

"Mommy sama daddy mengunci pintunya! Aku jadi tidak bisa masuk," oceh Clarisa.

"Iya sayang, maafkan mommy sama daddy ya yang lama membuka pintunya," kataku.

"Besok enggak sekolah, aku mau pergi ke taman bermain bersama mommy and daddy."

Kami pun menyetujuinya untuk menemani Clarisa di akhir pekan. Dia pun langsung terlelap setelah bercerita tentang kejadian di sekolahnya. Aku beranjak dari ranjang. Dia menghubungi seseorang. Mendengar dari pembicaraannya, sepertinya orang yang dia hubungi itu adalah Bayu. Dia memberitahu pada Bayu untuk mengatur jadwal baru karena besok tidak bisa masuk, karena Aditya hanya libur pada hari minggu saja. Dia membalikkan badannya dan menghadap padaku. Aku merentangkan tangan yang menandakan aku siap untuk dipeluk.

"Sayang, sekalian kita pulang saja besok, ya? Lagi pula ayah sudah tidak separah dulu sakitnya," kata Aditya.

"Baiklah kalau itu keputusanmu, aku manut saja," jawabku.

"Kayak yang betul manut, kemarin kamu memaksa ingin tinggal di sini saat mendengar ayah sakit, padahal aku sedang sibuk-sibuknya saat itu," ejek Aditya.

"Itu kan ayahmu loh, masa iya aku tidak ikut merawatnya, terlebih tidak jauh juga kan? Tidak seperti kak Cintya," jawabku.

Aditya menangkup wajahku lalu mencium bibirku. Aku memukulnya pelan karena takut akan membangunkan Clarisa. Aditya pun berbaring di sampingku, dan aku langsung memeluknya bak memeluk boneka.

Keesokan harinya. Kami tengah berada di meja makan menyantap sarapan yang telah disiapkan. Aditya memberitahu pada ayah dan ibu kalau kami akan pulang hari ini. Ibu merasa sedih karena rumahnya akan sepi lagi.

"Yah, aunty ga ada temannya lagi dong," ujar Rena.

"Nanti Ica akan minta pada ayah untuk datang ke sini tiap aku libur sekolah," jawab Clarisa yang membuat ibu dan Rena tertawa.

"Wah, cucu oma sudah besar ya?" kata ibu.

"Iya dong. Ica kan besar sekarang," ujar Clarisa.

Setelah selesai makan, kami berpamitan. Lalu melajukan mobilnya. Banyak sekali yang ingin Clarisa yang ingin dimainkan nanti. Beberapa menit kemudian. Kami sampai di tempat yang Clarisa kunjungi. Clarisa sangat bersemangat mencoba semua permainan yang ada. Mulai dari perosotan, ayunan dan lainnya. Karena di sana ada temannya juga, aku dan Aditya hanya mengawasinya saja.

"Ternyata kita sudah tua ya? Anak sudah besar, bahkan mau keluar lagi," celotehku mengusir keheningan di antara kami.

"Ya, dan aku senang bisa menua bersamamu," ujar Aditya.

"Benar kalian ternyata," ucap seorang pria yang suaranya sangat familier di telingaku.

Aku dan Aditya mengalihkan pandanganku pada asal suasa tersebut. Ternyata itu adalah Raka. Aku dan Raka sudah lama tidak bertemu. Dia memutuskan untuk menikah tahun lalu. Dan sekarang dia datang bersama istrinya yang tengah hamil besar.

"Raka! Wah sudah lama kita tak bertemu ya?" kataku.

"Boleh kami duduk di sini bergabung dengan kalian?" tanya Raka.

"Silakan. Wah kamu lagi hamil ya? Sudah berapa bulan?" tanyaku.

"Enam," katanya.

Aku juga menceritakan kepada mereka bahwa aku pun tengah hamil anak ke dua. Aku banyak bercerita dengan istrinya itu, membicarakan tentang masa lalunya Raka. Karena jika aku berbicara dengan Raka, aku takut akan melukai dua orang. Aditya memainkan ponselnya dengan sesekali melihat Clarisa main, begitu pun dengan aku. Clarisa menghampiri kami.

"Salam dulu, ini ada om Raka," seruku pada Clarisa.

Dia menutur dan memberi salam pada Raka dan istrinya. Clarisa datang karena dia ingin jajan camilan. Aditya meninggalkan kami karena dia mengantar Clarisa untuk membeli makanan. Begitupun dengan istrinya Raka yang bilang akan pergi ke kamar kecil dan tidak mau di antar oleh Raka. Akhirnya kami pun berdua.

"Kau semakin cantik," ujar Raka.

"Jangan bilang seperti itu! Kau tahu kan sekarang aku maupun kamu sudah menikah! Jangan bicara sembarangan. Kasihan istrimu jika mendengar ini, apa dia tidak akan terluka mendengarnya?" kataku.

"Aku mencari sosok yang seperti dirimu tapitak aku temukan. Dia bukan wanita yang aku mau."

"Lantas kenapa kamu menikahinya?"

"Karena aku sudah tidak bisa mendapatkanmu. Kamu selalu saja balik lagi pada Aditya padahal aku selalu menunggumu. Aku selalu mendukungmu apa pun yang keputusanmu ..."

"Sudahlah, aku tidak ingin membahas itu. Lagi pula aku tidak akan berpisah dengan Aditya bagaimana pun selain maut. Istrimu datang," kataku yang melihat istrinya datang berjalan ke arah kami.

Aku mengalihkan topik pembicaraan dengan Raka. Tak lama kemudian Aditya pun datang juga. Aku menanyakan apa yang Clarisa beli. Dia bilang hanya membeli corndog dan membelikannya untukku juga. Dia sangat suka membeli makanan seperti Aditya dulu. Aku memakannya disela-sela aku mengobrol dengan mereka.