webnovel

03

  Pagi ini, Rora telah diperbolehkan untuk pulang. Harusnya dia masih perlu menunggu menghabiskan satu botol infus yang menyalur ke tubuhnya. Namun karena paksaan dari dia, akhirnya pihak rumah sakit pun pasrah dan memperbolehkan untuk membawa pulang infus tersebut.

"Pagi, Rora."

  Tidak ada sahutan dari pemilik nama tersebut. Dia hanya menoleh ke arah pintu dan menatap orang yang menyapanya dengan tatapan datar. Dia bik Asih, asisten rumah tangga di rumah ayahnya.

"Makan dulu ya, Non."

  Aurora tidak menjawab. Dia hanya  menggeleng pelan, tanda penolakan. Dia tidak ingin makan.

"Non, Non Rora, jangan gitu dong!"

Bik Asih tetap menyiapkan makanan untuk  Aurora. Dia tidak ingin jika tuannya marah karena putrinya tidak memasukkan apa pun ke dalam perutnya. Bagaimanapun juga, dia perlu sumber energi. Sama halnya seperti ponsel yang butuh di charger agar bisa digunakan.

"Non Rora harus makan ya, biar cuman sedikit."

  Bik Asih menarik kursi dan duduk menghadap pada Rora. Dia juga menyuapkan satu sendok makanan ke arah putri majikannya itu.

Aurora menggeleng dan berkata, "Rora gak mau makan, Bik."

"Tapi, Non harus makan supaya punya tenaga. Non juga belum makan dari kemarin," jelas Bik Asih.

"Bibik bawain bubur ayam kesukaan Non Rora lo, ini. Makan habis itu pulang, ya?!"

Aurora melihat isi mangkuk yang dipegang oleh bik Asih. Akhirnya ia mengangguk dan menuruti bujukkan pembantunya. Perempuan yang umurnya tidak lagi muda itu adalah asisten rumah tangga yang telah bekerja dengan ayah tirinya sejak lama. Aurora hanya mengingat, ketika ia pindah ke rumah Jeff, bik Asih sudah ada dan bekerja di sana. Mengingat Jeff membuat nafsu makan Rora menjadi buruk.

"Udah aja, Bik."

"Baru lima sendok. Kenapa, gak enak, ya, Non?"

"Rora udah gak pengen, lagi gak enak makan," jelas Rora membuat bik Asih mengangguk pasrah.

Bik Asih membenarkan selimut Rora. Dia segera mengemasi mangkuk dan peralatan makan milik Rora. Setelah Aurora terlelap, bik Asih pun segera  keluar dari dalam ruangan.

...

"Gimana, Bik?"

  Bik Asih terlonjak kaget. Setelah menutup pintu dan berbalik badan, perempuan itu malah mendapati sang tuan yang berdiri di depannya.

"Non Rora cuman mau makan sedikit, Tuan."

"Gak apa-apa kalau gak dihabiskan. Yang penting dia masih mau makan."

"Tuan gak mau masuk ke dalam?"

  Jeff menatap pintu kamar yang tertutup. Sejujurnya, dia juga ingin menengok putrinya. Di balik rasa khawatir, ia juga punya perasaan bersalah.

"Tuan?"

  Lamunan Jeff buyar seketika. Dia tidak ingin merusak suasana hati Rora. Tanpa diduga pun dia tahu kalau putrinya masih tidak ingin melihat wajahnya.

"Gak usah, Bik. Saya tunggu di luar aja," kata Jeff.

"Non Rora lagi tidur kok. Tuan masuk saja ke dalam, tapi asal jangan ribut!"

"Gak apa-apa?"

Bik Asih tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. Tak lupa ia juga membukakan pintu ruang rawat Aurora. Di atas brankar, terlihat jelas Aurora tengah terbaring dengan kedua mata terpejam.

"Masuk saja, Tuan!"

  Jeff akhirnya menurut. Dia tak lupa untuk berterima kasih kepada bik Asih, sebelum wanita itu pergi. Bik Asih adalah orang yang sangat dipercaya oleh Jeff. Dia juga sudah tahu mengenai hal apa yang telah terjadi di rumah selama ia tinggal pulang ke kampung halaman, beberapa hari lalu.

Jeff memberikan tatapan yang begitu sulit untuk diartikan. Dia menatap datar perempuan yang tak lain adalah anak tirinya sendiri. Gadis itu tengah terbaring beristirahat di atas brankar dengan mata terpejam. Wajah putri kecilnya sudah tidak sepucat waktu terakhir ia menengoknya. Namun, lingkar matanya kini menghitam jelas. Apa Rora tidak tidur, atau mungkin waktu tidurnya tidak teratur.  Jeff menghembuskan nafasnya kasar, Rora pasti sangat syok setelah kejadian itu. Dia bingung, harus apa ia sekarang. Mau atau tidak, ia harus memberikan penjelasan atas kronologi kejadian malam itu.

Jeff mendekat ke arah brankar. Tangan pria dewasa itu terulur ke arah dahi Aurora. Ia ingin mengecek suhu tubuh Aurora. Namun karena tidak ingin mengganggu tidur anaknya, dia pun mengurungkan niat tersebut. Jeff hanya tidak mau apa bila Rora terbangun dan kembali meraung saat melihatnya. Biarlah perempuan itu beristirahat.

Ceklek!

  Jeff menoleh ke arah pintu masuk. Di sana, bik Asih tengah berdiri bersama dokter dan satu orang perawat. Jeff segera pamit keluar dari ruangan. Ia memilih untuk menunggu di depan.

"Bagaimana, Dok?"

"Kondisi pasien sudah semakin membaik. Tekanan darah dan juga asam lambungnya sudah normal," jelas Dokter.

"Asam lambung?"

"Ah, iya, Tuan. Pasien mengidap asam lambung. Apa anda belum mengetahuinya?"

  Jeff menggeleng. Dia bahkan tidak tahu jika putrinya memiliki riawayat penyakit itu. Apa dia sering melewatkan waktu makannya.

"Lalu bagaimana, Dok?"

"Saya akan menyiapkan resep obat untuk membarengi perawatan di rumah. Mana resep obat tadi, Sus?" tanya Dokter Oki menatap perawat di sampingnya.

Perawat itu pun lantas memberikan resep obat yang telah ditulis dokter sebelumnya.

"Ini. Tolong dikasih habis, dan juga, jangan lupa untuk segera mengurus administrasi."

"Baik, Dok."

"Oke, kalau begitu saya pamit undur diri."

  Dokter Oki segera berlalu dari depan ruang rawat Aurora.

"Gimana, Bik?"

"Non Rora sudah bangun, Tuan."

"Gimana keadaan dia sekarang?"

"Ya, seperti itu, Tuan. Non Rora masih linglung. Tatapannya kosong, tapi gak seburuk waktu pertama kali dia sadar. Oiya, sebentar kita pulang, Tuan. Barang-barang sudah saya kemasi semua," jelas Bik Asih.

Jeff mengangguk mangut-mangut. Malang sekali nasib anak tirinya itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

  Bik Asih mengikuti Jeff yang duduk pada sebuah kursi panjang yang tersedia di depan ruangan.

"Gimana caranya saya bisa jelasin semua ke Rora, Bik?"

  Bik Asih diam menyimak cerita dari Jeff.

"Demi apapun, saya melakukannya bukan atas kesengajaan. Bukan mau saya, Bik. Saya merasa sangat bersalah dan juga berdosa karena sudah tega memperkosa anak sendiri."

Bik Asih menepuk-nepuk pundak Jeff. Dia percaya jika majikannya tidak mungkin melakukannya dengan sengaja. Bik Asih sendiri sudah melihat bukti itu dari CCTV.

"Apa, apa Bik Asih mau membantu saya, untuk menjelaskan semua ke Rora?"

"Tentu saya mau, Tuan. Nanti saya pasti akan bantu untuk memberi penjelasan kepada non Rora. Kita sekarang cuman perlu waktu yang tepat saja," jawab Bik Asih.

...

  Suasana di dalam mobil begitu hening. Tidak ada suara percakapan dari para penumpangnya. Pagi pukul delapan lewat sekian, Rora telah keluar dari rumah sakit. Sekarang ini ia tengah berada di dalam sebuah mobil yang dikemudikan oleh bodyguard ayahnya. Sementara di belakang dengan jarak yang tak begitu jauh, Jeff membuntuti mobil itu untuk mengawalnya secara pribadi.