webnovel

02

  Jeff mendengar suara pintu kamar mandi yang diketok-ketok dari luar. Ketokan itu terdengar semakin kencang. Pria itu menoleh ke arah sana. Dia berfikir ada suatu hal yang darurat. Sementara itu, rasa panas dan pusing di tubuhnya belum sepenuhnya menghilang.  Sesegera mungkin ia memaksa diri untuk keluar dari dalam bathub. Setelah melilitkan handuk di pinggangnya, Jeff segera berjalan ke arah pintu.

Ceklek!

"Aurora, ap--"

"Toh-longh, Daddh!" lirih Aurora ambruk di depannya.

  Jeff panik. Dia berjongkok dan lekas  mengangkat tubuh putrinya yang bersimpuh di atas lantai menuju ke tempat tidur. Mati-matian ia menahan gejolak gairahnya yang masih berada di puncak. Jeff menggeleng, mengingat penampilan anak gadisnya membuat otaknya berfantasi.

Perlahan, Jeff menurunkan putrinya di atas kasur. Benar-benar sial! Jeff harus segera kembali ke kamar mandi untuk menuntaskan gairahnya. Namun saat akan bergegas pergi, lengannya ditahan oleh Aurora.

"Tolong aku, Dadhh!"

Jeff ditarik hingga limbung dan terjatuh di atas kasur. Pria itu benar-benar berada pada kondisi yang tidak seimbang. Ia jatuh tepat di atas tubuh anaknya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Jeff dengan suara beratnya.

"Bantu aku, Daddh!!"

  Jeff memejamkan matanya sembari  menggerang. Ingin sekali rasanya ia bangkit dari atas tubuh putrinya. Akan tetapi, semua terasa berat. Nafsunya telah mengalahkan kewarasannya untuk berfikir. Bagaimanapun juga, Jeff adalah pria normal yang sudah lama tidak mendapatkan kepuasan dari seorang wanita.

"Maaf, Rora."

 Jeff mencoba bangkit dari tubuh putrinya. Akan tetapi, ia kembali ditahan oleh Aurora. Hingga kini, Jeff kembali pada posisinya. Namun, sekarang kondisinya jauh lebih parah. Wajah pria dewasa itu jatuh tepat di depan wajah putrinya. Dia  menghirup dalam wangi khas yang menyeruak dari gadis ini. Pria dewasa itu semakin dibuat kaget dengan tindakkan Aurora yang tiba-tiba menciumnya dengan sangat ganas.

Tidak ada seorang ayah yang ingin memperkosa putrinya, kecuali pria gila. Jeff tidak ingin menjadi bajingan. Namun, kali ini putrinya lah yang bertindak dan menciptakan kejadian ini. Bagaimana mungkin miliknya tidak mengeras kalau Aurora saja hanya mengenakan pakaian yang amat tipis. Ditambah, gadis itu tidak berhenti bergerak. Badannya terus meliuk ke arah kanan dan kiri.

Tanpa membuang banyak waktu, Jeff yang sudah sangat terpancing gairanya itu pun melancarkan aksi gilanya. Ia membuang ke sembarang arah pakaian putrinya. Handuk pendek yang melilit di pinggangnya pun telah hilang, entah ke mana. Kondisi keduanya benar-benar polos.

"Arghh," gerang Jeff ketika miliknya terbenam sempurna.

  Sementara Aurora, perempuan itu melenguh. Ia mendesah bersamaan dengan air matanya yang keluar. Suara rengekan dan isakan perlahan menghilang. Rasa sakit perlahan berubah menjadi nikmat. Dua orang ayah dan anak itu bermain dengan ganas di atas ranjang. Keduanya bermain hingga mereka terkulai lemas.

...

"Dadd, a-apa yang kau lakukan?!" pekik Aurora menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh polosnya.

Aurora baru saja bangun dari tidurnya. Dia benar-benar dibuat terkejut dengan kondisi tubuhnya. Ia kaget melihat dirinya tak berbusana bersama dengan ayahnya. Ditambah lagi, sakit di area bawahnya dan juga bercak darah di atas sprei  membuat Aurora syok bukan main. Bahkan ia tidak mengingat kejadian apa pun tentang semalam.

Jeff terbangun dari tidurnya. Ia tentu terkejut karena teriakan putrinya. Akan tetapi, dia juga sadar akan apa yang telah ia perbuat.

"Ma-maafkan Daddy, Rora!" sesal pria itu.

Pria dewasa itu merangkak guna mendekat pada putrinya. Namun saat hendak memeluk Aurora, dia justru berteriak dan mendorong Jeff bak manusia kesetanan. Dia mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"Daddy, Daddy, apain aku?!" teriaknya penuh amarah.

"Rora, Dadd--"

"Bajingan!!" umpat Aurora mulai terisak.

  Gadis itu menampar kencang wajah ayahnya, kemudian ia segera turun dari ranjang dengan selimut tebalnya.

"Manusia jahat," ucapnya dengan air mata yang masih mengalir.

"Rora, dengar daddy dulu!"

  Aurora menolak tanpa menjawab. Dia segera berjalan keluar dengan langkah tertatihnya akibat semalan. Tak butuh waktu lama, ia telah menghilang di balik pintu kamar.

  Setelah kepergian putrinya, Jeff hanya dapat mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Semua ini jelas bukan keinginannya. Oh, Jeff merasa dia adalah manusia paling biadap di dunia ini. Pria dewasa itu melirik ke arah nakas. Semua ini berawal dari minuman berry itu. Jeff akan segera mencari tahu tentang itu.

...

Dua hari kemudian.

  Jeff berjalan ke arah meja makan. Biasanya, pagi-pagi begini dia dan anaknya itu akan melakukan sarapan bersama. Sudah dua hari ia merasa  kehilangan Aurora yang periang. Dia benar-benar dihindari.

"Tuan," panggil seseorang membuyarkan lamunan Jeff.

"Eh, iya, Bik?"

"Tuan kenapa kok melamun?" tanya Bik Asih.

"Eh, enggak kok."

  Bik Asih hanya mengangguk mangut-mangut. Dia tidak ingin lancang dengan bertanya lebih jauh. Kondisi sang majikan nampak berbeda dari biasa.

"Saya boleh minta tolong, Bik?"

"Minta tolong apa, Tuan?"

"Bibik tidak lihat Rora turun?"

"Tidak. Saya 'kan habis libur dan baru datang, Tuan."

  Jeff mengangguk. Dia dibuat cemas oleh putrinya. Ia merasa khawatir karena selama dua hari ini dia tidak melihat Aurora turun dari kamarnya.

"Boleh saya minta tolong, Bik Asih tolong samperin dia ke kamar, bilangin waktunya sarapan?!"

Bik Asih terlihat berfikir untuk beberapa saat. Tak selang berapa lama, perempuan tua itu mengangguk  mengiyakan. Dia tidak banyak bertanya.

"Baik, Tuan."

  Bik Asih segera berlalu untuk memanggil Rora. Sementara di meja makan, Jeff mengunyah tenang makanannya. Meski begitu, pikiran pria dewasa itu tengah melintas jauh. Dia masih memikirkan putrinya yang sudah mengurung diri selama dua hari ini. Dia khawatir. Rora pasti merasa sangat syok dan terpukul atas kejadian tempo malam.

"Tuan!!"

"Tuan!!"

Jeff menegakkan badannya dan menghadap ke arah tangga. "Kenapa, Bik?"

"Non Rora, Non Rora pingsan, Tuan."

Teriakan dari bik Asih membuat Jeff spontan bangkit dari duduknya. Pria itu panik dan langsung bergerak cepat. Dia segera bergegas menuju ke arah kamar putrinya untuk memastikan kondisi Rora.

...

"Daddy minta maaf, Rora."

  Perempuan yang dipanggil namanya itu membuang wajahnya ke arah lain. Wajah dan bibirnya nampak sangat  pucat. Rora pagi ini nampak seperti anak yang penyakitan. Sudah satu malam Rora dirawat di rumah sakit. Pagi ini, perempuan itu pun telah siuman dari pingsannya.

"Rora," panggil Jeff pelan.

  Jeff menarik dan menggenggam perlahan jemari tangan putrinya. Namun, siapa sangka jika ternyata Rora mengibaskan genggaman tangannya. Dia tidak ingin disentuh.

"Jangan sentuh saya, dengan tangan kotor anda!" ketus Rora membuang wajahnya.

"Rora, jangan bicara gitu sama daddy!"

Rora menatap tajam pria dewasa di sisinya. Beberapa saat kemudian dia  tertawa hambar. Mata perempuan itu menatap ke arah Jeff dengan tatapan nyalangnya. "Ya, daddy-ku. Daddy yang tega memperkosa putrinya sendiri?"

"Rora!!"

"Pintunya di sana," ujar Rora dengan nada datarnya.

"Kamu harus dengar penjelasan daddy dulu, Rora."

"Keluar!!!"

  Jeff menatap bersalah pada sang anak. Dengan langkah perlahan, ia pun segera beranjak pergi dari ruang rawat putrinya.