webnovel

MISSING WIFE

TAMAT MATURE CONTENT (21+) Harap bijak dalam membaca! Mentari Handoyo, seorang putri angkat dari Mirna Arzeta Wijaya. Ia harus menyembunyikan identitas aslinya dari Laura, putri kandung Mirna. Mentari bekerja sebagai seorang pengasuh untuk mengelabui kakak angkatnya itu. Ia hanya menandatangani surat kontrak kerja selama setahun. Siapa sangka, ia terjebak dalam jeratan ayah dari anak yang diasuhnya. Waktu setahun itu bertambah panjang, karena ia melakukan pernikahan kontrak dengan sang majikan. Siapa sebenarnya Mentari? Mungkinkah mereka bisa saling jatuh cinta?

Sekar_Laveina_6611 · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
252 Chs

Membuat adik yang banyak

Mobil William memasuki halaman. Pak Ran segera berdiri di teras bersama para pelayan. Mereka menunggu laki-laki itu membuka pintu mobil dan bersiap menyambut kedatangan Tari yang baru saja lolos dari penculik. 

"Tuan!" Ran mendekat, tapi William menahannya.

"Jangan mendekat, Pak Ran. Perintahkan pelayan untuk mengambil selimut atau jubah mandi untuk istriku!"

"Ba … baik, Tuan. Kalian dengar? Cepat ambilkan!"

Ran melirik ke dalam mobil. William memelototi laki-laki paruh baya itu. Kaca jendela mobilnya tidak akan memperlihatkan situasi di dalam, tapi William tetap melarang siapa pun untuk mengintip.

"Ini, Tuan," ucap pelayan nomor tujuh.

"Terima kasih." 

 William membuka pintu, memberikan jubah mandi kepada istrinya. Ia membungkuk, lalu mengangkat Tari dalam gendongannya. Istrinya menolak dan meminta diturunkan dengan alasan ia baik-baik saja.

"Aku masih bisa jalan sendiri, Mas," ucap Tari dengan wajah bersemu merah.

"Diam dan jangan membantah!"

Tari pun diam. Ia memperhatikan wajah laki-laki itu dari dekat. Wajah dingin itu yang telah membuatnya jatuh cinta. Gadis itu mengulum senyum saat tingkah lakunya ternyata tertangkap oleh mata sang suami.

"Kau bisa terus memandang wajah tampanku, tapi kau harus bertanggung jawab nantinya," ujarnya ambigu.

Ia mengernyitkan dahi. Laki-laki ini selalu meminta tanggung jawab dari Tari seolah gadis itu selalu merugikannya. Saat meminta Tari menikah dengannya, itu juga dengan alasan harus bertanggung jawab.

"Kamu meminta tanggung jawab padaku, lalu kapan, kau akan bertanggung jawab padaku?" tanya Tari sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kita bahas itu nanti setelah kamu diobati."

William menutup pembicaraan mereka. Ia membawa Tari ke kamar dan menurunkannya di atas tempat tidur. Will mencari kotak obat.

"Aku akan menyiapkan air hangat. Setelah mandi, aku akan mengobati luka di tangan dan kakimu," ucap William.

***

Setelah istrinya mendapatkan pengobatan, William membuka baju. Ia perlu membersihkan diri setelah menyelamatkan sang istri. Juga, karena ia ingin tidur bersama Mentari malam ini.

"Aku sudah diobati, jadi mau seperti apa kamu bertanggung jawab padaku, Mas?''

William menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menimpa tubuh gadis itu. Mendaratkan bibirnya tanpa pemberitahuan.

Cup!

William mengecup pipi istrinya secara tiba-tiba.

"Kamu ...." Tari melirik tajam kepada suaminya.

"Aku akan bertanggung jawab menjagamu, melindungimu, dan mencintaimu seumur hidupku.''

"Memangnya ... Mas mencintaiku?" tanya Tari yang sangat menginginkan jawaban. Ia ingin menyatakan perasaannya, tapi ia belum mendengar kata cinta dari laki-laki itu.

"Aku mencintaimu. Entah sejak kapan? Yang jelas, aku sudah tertarik padamu sejak kita bertemu untuk pertama kalinya."

Suasana mendadak semakin romantis, membuat Tari merasakan panas dan mengipasi wajahnya dengan telapak tangan. Ia berharap mendengar pernyataan cinta yang romantis dari suaminya, tapi setelah mendengarnya, ia jadi salah tingkah. William tidak tahan lagi melihat ekspresi malu-malu gadis itu.

Ia menarik tengkuk istrinya dan mendaratkan kecupan lembut di bibir yang sedikit pucat itu. Tari membalas dengan melingkarkan tangannya di leher sang suami. Kedua bibir basah itu bertaut, saling mengecap, merasakan madu asmara yang manis, hingga suasana semakin tidak terkendali.

"Ja-jangan ... Mas!" tolak Tari saat Will ingin membuka bajunya. Wajah kecewa itu membuat Tari tidak enak hati. "Kamu ingin pergi mandi, 'kan?"

Will tersenyum lebar. Ia pikir, gadis itu menolaknya. Rupanya, memang hanya karena waktu yang tidak memungkinkan. Bagaimana bisa, malam pertama mereka dilakukan dengan tergesa-gesa?

Laki-laki itu tidak bisa bersikap egois. Malam pertama bagi seorang gadis adalah hal yang sangat penting. Ia akan mempersiapkan malam pertama yang akan mereka ingat selamanya.

Malam itu, William tidak tidur di kamar Mentari. Ia ingin mempersiapkan rencana bulan madu yang indah untuk mereka. Sebelum gadis itu terbangun, ia sudah pergi ke kantor.

***

"Tiket serta penginapan sudah dipesan, Presdir." Pramuda melaporkan tugasnya kepada William.

"Hem. Terima kasih, Pram. Kamu bisa berlibur selama saya pergi, tapi usahakan untuk menjenguk Monica. Yah, setidaknya dua hari sekali.''

''Baik, Presdir."

William menyelesaikan pekerjaannya menandatangani proposal untuk rapat minggu depan. Setelah meninjau lokasi pembangunan taman wisata air, ia ke rumah Dirga. 

Ayahnya menelepon dan memerintahkan Will untuk datang ke rumah. Laki-laki paruh baya itu meminta Will untuk bertemu Sarah di rumahnya. Dirga serius dengan ucapannya yang ingin melanjutkan pertunangan William dengan gadis itu.

***

Hari yang ditunggu-tunggu Will akhirnya tiba. Hari ini, mereka sudah siap pergi berbulan madu. Namun, laki-laki itu menyiapkan kejutan untuk sang istri.

William mengajak istrinya naik ke kapal pesiar kecil yang sudah disewa untuk pergi ke tengah laut. Ia tidak ingin ada yang mengganggu liburan mereka. Ini adalah kejutan yang sudah ia persiapkan selama dua hari dan ia tidak ingin ada kegagalan.

Mentari tampak bahagia melihat air laut. Burung-burung camar dan elang laut sedang terbang mencari makanan. Mereka melihat ke air, memperhatikan ikan-ikan yang sedang berenang. Di saat yang tepat, burung itu menukik tajam, lalu menangkap ikan dengan menggunakan cakar di kakinya.

William menangkup dagu Tari, menengadahkan wajahnya, lalu mendaratkan kecupan ringan. Ia menjauhkan wajahnya, menatap kedua mata oval bermanik hitam mengkilap itu. 

"Kenapa kamu malah sibuk melihat burung-burung itu? Membuatku cemburu saja," gerutu William. Ia menutup mata, lalu mengecup lembut pipi Tari. 

Perasaan hangat itu hadir di hati Tari. Ia ikut memejamkan mata, menikmati sentuhan tangan sang suami. Kecupan lembut Will merambah turun ke leher jenjang milik istrinya. 

Mereka berdua semakin terhanyut dalam permainan lidah dan bibir yang saling bertaut. Namun, kemesraan itu terganggu oleh sebuah panggilan video dari Monica. Gadis kecil itu merindukan ayah dan ibu sambungnya.

"Ada apa?"

"Papa dan Mama sudah membuat adik?"

"Em … baru mau bikin. Monic pergi tidur siang sama bibi, papa mau membuat adik bersama mama," ucapnya di depan Tari yang mengernyit ke arah suaminya. 

"Oke, Papa. Monic mau tidur sama bibi. Bikin adiknya yang banyak, Pa."

Layar menjadi gelap dan panggilan berakhir. William menatap istrinya yang tersipu. Belum apa-apa, Monic sudah meminta adik yang banyak. 

Gadis kecil itu tidak tahu dengan ungkapan membuat adik. Ia pikir, membuat adik bisa seperti membuat adonan kue. Tidak perlu menunggu lama, sudah ada adik.

"Ehm … sepertinya aku harus berusaha keras hari ini. Kamu dengar, kan? Monic meminta adik yang banyak," ucap William sambil mendekati Mentari.

'Bekerja keras? Jangan-jangan… dia mau menyiksaku seharian di ranjang?'

Mentari melangkah mundur, menjauhi William yang terus bergerak maju. Ini akan jadi pengalaman pertama Tari. Ia ketakutan mendengar kata-kata William. Yang selalu didengar gadis itu tentang malam pertama adalah kata sakit. Kebanyakan, mereka mengatakan sakit saat pertama kali melakukannya.

*BERSAMBUNG*