webnovel

Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum berada di jalan Meranti X berhadapan dengan kantor kepolisian. Kesibukan dan keramaian orang yang hendak berobat maupun ke kantor polisi sangat mendominasi apalagi ditambahkan korban kebakaran yang diketahui berasal dari keluarga terkenal.

Kerumunan wartawan terbagi dua tempat, satu di rumah sakit umum dan satu lagi di kepolisian. Mereka semua berjaga-jaga menanti berita terupdate dan langsung dari pihak terkait.

Akibatnya kemacetan di jalan Meranti X tidak terelakkan. Beberapa mobil kesal dengan tingkah sembrono para wartawan yang memadati jalanan.

Mobil Joachim berhenti di pintu belakang rumah sakit umum, mereka berdua keluar dari mobil dengan diam. Pintu belakang sepi dari perhatian orang karena letaknya berdekatan dengan bukit yang digunakan sebagai pemakaman umum.

Langkah cepat Joachim diimbangi oleh Neveah, beberapa kali nyaris tertinggal tetapi Neveah tidak mau berkomentar. Anki bersimpati dalam diam kepada Neveah.

"Kak Joachim..."

"Isabel? mengapa kamu disini?"

"Aku ingin melakukan penghormatan terakhir untuk kak Isavuel"

Isabel mendekati Joachim, "Aku tidak apa-apa, apakah kakak... ", perkataan tidak dilanjutkan ketika matanya menangkap Neveah berada di belakang Joachim.

"Neveah?"

"Panggil kakak ipar Neveah, Isabel"

"Tapi mengapa disini?"

"Neveah memang harus disini secara keluarga, Isabel. Apakah kamu lupa jika Neveah tunangan kakak?"

"Aku-- eh, tidak kak tapi Isabel bingung"

"Nanti di rumah kakak jelaskan"

Joachim mengambil tangan Neveah untuk mendekat, otomatis Isabel menepi di sampingnya. Wajah Isabel memancarkan kebencian sesaat tetapi dilihat baik oleh Neveah dan Joachim.

"Halo Isabel"

"Ya kak. Apakah kakak ipar sehat? aku lihat wajah kakak pucat"

"Terkejut mendengar kabar Isavuel"

"Oh"

Joachim menarik lembut tangan Neveah agar mengikuti masuk ke dalam ruang duka rumah sakit umum. Disana ada beberapa orang penting termasuk pihak berwajib. Isabel berdiri mematung depan pintu ruang duka, "Jangan masuk Isabel. Kamu pulang saja, ini bukan untuk anak kecil" ujar Joachim menasehati pelan ketika dirasakan kaki Isabel hendak melangkah mengikuti.

"Anki! suruh sopir bawa nona pulang ke rumah dan jaga baik-baik" seru Joachim pada Anki yang berada di dekatnya.

Anki cepat mengangguk dan segera menghalangi Isabel untuk masuk, "Nona Isabel mohon kerjasamanya" katanya.

"Tapi..."

"Nona Isabel, disini bukan waktu yang tepat untuk bicara banyak. Saya mohon anda dapat mengerti"

Badan berputar arah kaku dengan terpaksa, Isabel pergi tinggalkan rumah duka diikuti Anki sementara itu, Joachim dan Neveah mulai mendengarkan petunjuk dokter, pihak berwajib serta pengacara dan petugas upacara kematian.

Joachim dan Neveah berdiri berdampingan menghadap pintu masuk. Upacara kematian Isavuel segera dimulai, beberapa orang bertugas berjaga mengamankan acara sudah bersiap menghadapi hal-hal yang tak diinginkan.

Upacara dimulai ketika para pelayat datang memenuhi ruangan ini. Neveah menghapus air matanya yang terus mengalir tanpa henti, penyesalannya semakin bertambah. Joachim diam tegak di sampingnya tanpa ingin memberikan penghiburan apapun padanya.

Peti mati mayat Isavuel tidak dibuka demi keamanan, upacara kematian selesai, para pelayat berbaris satu persatu untuk mengucapkan belasungkawa yang mendalam pada keluarga sekaligus ingin tahu reaksi dari Joachim.

"Kami turut berdukacita"

"Kami turut berdukacita atas nama perwakilan rumah sakit tempat dokter Isavuel bekerja"

"Kami turut berdukacita atas nama lembaga bantuan hukum perwakilan perempuan, ibu dan anak"

"Kami turut berdukacita atas...."

Ucapan turut berdukacita terus berdatangan, namun Joachim hanya diam tanpa memgerakan bibirnya. Neveah membalas satu persatu dengan senyum kaku di wajahnya.

"Sudah waktunya"

Joachim mengangguk, peti mati diangkat dan dibawa pergi oleh petugas yang berwenang melakukan penguburan.

"Kita pulang"

"Joachim, dimana Isavuel dimakamkan? kita melihat kesana"

"Neveah, Isavuel dan Isabel sama-sama anak angkat. Menurut adat keluarga Rouberio, bukan keluarga maka dilarang di kuburkan pada wilayah Rouberio"

"Apa? Isavuel bukan adikmu asli"

"Diam lah! kita pulang sekarang. Isabel pasti menunggu disana, jangan membuat keributan"

Teguran tersebut menutup keinginan tahu Neveah. Joachim berjalan lebih dulu di depannya, Anki mendekati lalu melaporkan apa saja yang diketahui dari anak buahnya.

"Neveah!"

Kepala Neveah berayun ke arah Joachim, terlihat tidak ingin mengikuti, "Aku pulang sendiri saja. Kalian pulang lebih dulu" ujarnya seraya melangkah cepat ke arah pintu samping yang terbuka.

"Neveah!"

Teriakan tidak di dengar, Neveah setengah berlari ke arah makam rumah sakit umum yang terletak di bukit belakang.

"Isavuel... maafkan aku yang tidak bisa lakukan apapun" kata Neveah terus berlari kencang, di belakangnya tampak Joachim mengejar dengan ledakan kemarahan tinggi, Anki mengutuk semua dewa.

Bukit terlihat depan mata pada pintu belakang, kaki terjulur hendak menyentuh lantai tetapi satu tangan meraihnya dan langsung menggendong di atas bahu.

"Joachim?"

"Sudah aku katakan jangan ada drama tapi kamu tidak mendengarkan! Neveah, kamu sangat berani bertindak"

"Lepaskan Joachim!"

"Diam!"

"Joachim, aku harus melihat Isavuel sebelum dikuburkan. Dia pasti ketakutan di akhir hidupnya, tolong Joachim"

Anki mendekati, nafasnya seperti mau putus. Joachim terus berjalan melewati pintu samping rumah sakit umum. Kepala Neveah berada di bawah, kaki dan tangan bergerak memukuli Joachim.

"Tuan..."

Mobil berhenti depan Joachim, pintu belakang dibuka cepat oleh Anki. Joachim memasukan Neveah ke dalam mobil, "Joachim, kamu sayang pada Isavuel tapi mengapa kamu biarkan dia meninggal dalam keadaan begini. Ini tidak adil untuknya" katanya bertepatan pintu ditutup dan dibuka saat Anki masuk ke dalam mobil.

"Jalan!"

Sopir menjalankan dengan kecepatan tinggi, jika sedikit saja bisa diketahui oleh orang. Neveah memandang bukit pemakaman rumah sakit umum dari jendela mobil, ia merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri.

"Neveah, kamu harus tahu diri. Saat ini, bukan waktu yang tepat untuk banyak bicara" ujar Joachim pelan, Neveah berbalik melihatnya lalu bergerak menjauhi hingga berada tepat samping pintu.

Jarak itu menyebabkan Joachim menjadi marah lagi, benar-benar tidak tahu diuntungkan pikirnya.

Jalanan menuju vila lumayan jauh. Neveah pernah kesana satu dua kali jadi memutuskan untuk beristirahat, ia merasa kelelahan mental dan fisik dengan situasi sekarang ini ditambahkan luka yang ada di tubuhnya, Neveah tidak tahu harus berfikir apalagi.

Joachim diam, matanya sibuk mencari artikel pada handphonenya. Namun sebenarnya pada isi kepalanya, Joachim merasa sakit kepala hebat karena rencananya jadi berantakan akibat kematian Isavuel.

drt... drt... drt.... suara getar di dalam tas Neveah mengusik perhatian Joachim tetapi Neveah sedang memejamkan matanya.

"Neveah..."

Tidak ada pergerakan dari Neveah membuat sebal Joachim, tadi mengamuk dan menangis , kini malah tertidur tanpa dosa. Sungguh ciri khas Neveah.

Kesal, ditariknya tas yang berada di pangkuan Neveah. Gerakan pelan tersebut tidak membangunkan Neveah sama sekali. Joachim mengambil handphone milik Neveah dan menggeser password di layar tapi di tolak.

Wanita ini pikirnya kesal, di coba mengunakan tanggal lahir milik Neveah tidak berhasil lalu mengunakan tanggal lahir pertemuan mereka berdua.

klik.

Suara samar terbuka layarnya. Joachim terkejut, ternyata tanggal mereka berdua bertemu. Ia melihat ke arah Neveah lalu melanjutkan melihat isi handphone.

Deretan panggilan tak terjawab dari Sebastian disertai pesan. Ada satu pesan yang ganjil pada bagian bawah ternyata berasal dari Isavuel, pantas Neveah terpukul.

"Anki, benarkah malam itu, kamu tidak melihat Isavuel keluar rumah setelah kamu pergi dari rumahku"

"Tidak tuan. Ini aneh karena jika nona Isavuel ada panggilan keluar atau masuk maka sistem akan segera merespon untuk beritahu kepala keamanan"

"Cari tahu sampai detil. Aku tidak mau ada jebakan dibelakang peristiwa kebakaran ini"

"Baik tuan"

Joachim mengunci handphone milik Neveah dan mengembalikan pada tempatnya. Pandangan rumit di berikan. Sepanjang hidupnya, cinta hanya injakan kesuksesan di balik layar.