webnovel

Vila

Isabel berjalan mondar-mandir di ruang tamu, ia sangat khawatir jika Joachim menemukan fakta sebelumnya. Bagaimana kalau mereka menemukan bukti kebakaran atau bukti lainnya, ia mengigit kukunya sampai habis.

"Bagaimana ini..." gumamnya tanpa henti. Isabel berfikir kematian Isavuel tidak akan menyebabkan Joachim membawa pulang Neveah tetapi perkiraan meleset.

Terdengar suara mobil dari luar, Isabel segera berlari keluar untuk melihat siapa yang datang. Joachim melangkah keluar dengan mengendong Neveah ala bridal style yang tertidur pulas dalam pelukannya.

"Kak..."

Joachim terus melanjutkan langkahnya menuju kamar pribadinya di ujung. Isabel ingin mengikuti tapi terhenti ketika Anki menghalanginya.

"Nona Isabel, anda sebaiknya jangan menganggu lebih dulu. Biarkan tuan Joachim beristirahat"

"Aku-- "

"Sepanjang malam sampai sekarang, tuan Joachim belum beristirahat. Itu akan mempengaruhi kesehatannya"

Anki berjalan mendekati Isabel yang mundur arah ruang keluarga. Senyum di wajah Anki penuh teka teki, ini membuat tak nyaman di hati Isabel.

"Apakah kamu tahu mengapa kakak Joachim mempercepat pemakaman kak Isavuel?"

"Tidak tahu"

"Apakah kamu tahu mengapa kakak Joachim membawa pulang kakak Neveah kemari?"

"Tidak tahu"

"Kamu semua tidak tahu lalu apa yang kamu ketahui?"

Nada kesal sampai terduduk di sofa ruang keluarga bikin Anki tersulut, "Aku hanya tahu bagaimana menghalangi apapun isi kepalamu untuk bertindak buruk pada nona Neveah berdasarkan insting. Aku juga akan membuatmu sadar diri, posisimu sesungguhnya di keluarga Rouberio" jawabnya sangat pelan di telinga Isabel.

Tatapan tak percaya di berikan oleh Isabel pada Anki, "Kamu-- " , Anki bergerak pelan memutus jarak dan ketenangan batin Isabel dalam satu gerakan cepat kemudian melepaskan.

"Jangan coba-coba melewati garis batas yang aku buat nona Isabel atau anda akan mengalami malam yang tidak menyenangkan sepanjang sejarah hidup anda"

Wajah Isabel merah padam bak kepiting rebus yang baru saja diangkat. Anki merapikan pakaiannya seperti tidak ada yang terjadi kemudian menjauhi Isabel menuju kamarnya yang berada di pondok belakang vila.

"Anki!" teriak Isabel kencang, terlambat sadar dengan situasi. Iapun hendak mengejar tetapi diurungkan begitu melihat Joachim memasuki ruang keluarga.

"Ada apa berteriak? kamu bukan anak kecil Isabel. Kamu harus mulai mengatur masa depanmu sendiri"

"Kak..."

"Isavuel sudah tidak ada bersama kita. Tekanan dari luar dan dalam segera bisa dirasakan jika tak hati-hati. Kamu mulai besok pulang ke rumah tua keluarga Rouberio"

"Tapi kak...."

"Keluarga Rouberio tidak datang kali ini karena menjaga wajah jadi jangan buat masalah"

"Bagaimana dengan kak Neveah?"

"Kami akan menikah dalam waktu dekat. Untuk sementara kami akan tinggal disini sampai pembangunan ulang rumah utama selesai"

"Menikah?"

"Keluarga Rouberio memerlukan perkembangan situasi yang baik di masa depan. Menikah hanya salah satu cara yang bisa kakak pikirkan"

Joachim mendekat arah jendela vila. Pemandangan sejuk terhampar membuat tenang di hati tetapi tidak pada Isabel.

"Kak, ini belum ada satu minggu kematian kak Isavuel. Bagaimana bisa kakak mengirimkan aku ke rumah tua sedangkan kakak disini seorang diri?"

"Ada kakak ipar mu. Tidak akan ada yang terjadi. Pembicaraan ini selesai disini, kakak istirahat dulu"

Isabel menatap tak percaya pada Joachim yang terkesan dingin padanya, ia hendak meraih tangannya tetapi lagi-lagi gagal ketika Anki masuk dengan membawa tumpukan dokumen.

Tatapan peringatan diberi oleh Anki bikin Isabel melotot ke arahnya lalu menghentakan kaki ke arah lantai sebelum masuk ke dalam kamar yang berada di ruang keluarga ini.

"Kamu belum beritahu Isabel jika kamu menginginkan dia"

"Belum waktunya"

"Jangan terlalu lama, aku tidak mau mendapatkan tekanan dari pihak keluarga Rouberio"

"Baik tuan"

Anki mengikuti langkah Joachim menuju kamarnya. Tumpukan dokumen diletakan di atas meja dekat jendela kamar. Tampak Neveah masih lelap tertidur, sungguh damai melihatnya.

"Selamat beristirahat tuan" kata Anki sebelum menutup pintu rapat. Joachim memandang wajah Neveah tanpa berkedip, gejolak ingin berbaring mengikuti tapi dilihat tumpukan dokumen sudah menunggu, mendesah malas untuk lakukan.

Jarak 2km arah tenggara.

Sebastian duduk menelungkup di atas setir mobil, dua jam menunggu di dalam mobil membuat hatinya semakin gelisah.

tok... tok... tok...

Anki mengetuk beberapa kali kaca jendela mobil Sebastian, perlahan kaca diturunkan, "Tuan Sebastian, maaf mengganggu. Bisakah anda meninggalkan wilayah vila? Anda tidak ingin ada masalah lanjutan bukan?" tegurannya bernada rendah.

"Bagaimana keadaan Neveah?"

"Nona Neveah sedang beristirahat dengan tuan Joachim. Keadaan baik-baik saja"

"Aku akan menunggu disini"

"Sebaiknya tidak dilakukan. Tuan Sebastian, tolong pengertiannya. Kalau ingin menunggu, jarak sekitar 5km dari tempat ini"

"Tidak mungkin"

"Wilayah vila seluas 8km milik Joachim de Rouberio dengan cakupan tanah, jalan, bangunan tinggal serta danau yang melintasi dan hutan buatan"

Sebastian tidak dapat berkata-kata mendengar rincian kekayaan Joachim yang panjang. Anki tersenyum padanya, sedikit menundukan kepalanya ke arah celah jendela.

"Tuan Joachim tidak akan melepaskan nona Neveah, saya sarankan anda mundur sejauh mungkin jika tak ingin melukai"

"Kamu!"

"Tuan Sebastian, tolong?"

Geram bercampur kesal, Sebastian menyalakan mobilnya lalu berputar arah, "Kalau terjadi sesuatu dengannya, kalian akan membayar dua kali lipat" serunya tak menerima.

"Akan saya sampaikan"

Mobil melesat tinggalkan vila. Anki mengeluarkan ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada Joachim. Tidak butuh waktu lama, Joachim mengirim sesuatu yang harus di kerjakan sebelum malam datang.

"Joachim?"

Joachim berbalik, "Kamu sudah bangun. Bagaimana keadaanmu? apa ada yang sakit?" tanyanya terdengar basa basi di telinga Neveah.

"Aku haus"

"Tunggu sebentar, aku panggil pelayan untuk membawakan makanan dan minuman" kata Joachim melangkah pergi dari kamar.

Neveah memperhatikan dekorasi kamar yang ditempatinya ini, tidak ada yang menarik atau lebih dari seharusnya. Warna hitam dan putih lebih mendominasi sesuai gaya Joachim pikirnya.

Bergerak turun dari tempat tidur, Neveah melihat pemandangan luar melalui jendela kamar. Pemandangan yang indah di bawah bulan purnama dengan cahayanya yang menarik untuk menghampiri, pasti sangat cantik di malam hari pikirnya.

"Sangat indah" , Suara Neveah lirih. Adapun vila ini baru satu atau dua kali datang tetapi tidak terlalu memperhatikan.

"Neveah, makanlah dulu"

Berbalik, pelayan sibuk menata makanan dan minuman di atas meja sementara Joachim datar menatapnya.

Uap panas mengepul berikan godaan pada Neveah yang memang kelaparan, "Aku tidak tahu apa yang kamu suka setelah pergi dari rumah. Cobalah" kata Joachim lagi.

Neveah menghampiri dan duduk depan meja, ada bubur ayam, cakwe, roti bakar, sup asparagus, teh panas, jus jeruk dan kue tiramisu.

Joachim duduk di depannya, mengambil sedikit roti bakar berisi lembaran daging dan keju serta saos di dalamnya. Neveah menyuapkan bubur ke dalam mulutnya, "Enak tidak?" tanya Joachim ingin tahu.

"Enak"

Sesungguhnya ini kali pertama untuk duduk bersama setelah sekian lama saling menghindari.

"Tinggal disini, jangan pergi"

"Tidak!"

"Kamu tunanganku, ingat"

"Ingat"

"Dua bulan lagi kita akan menikah, bagaimana caraku menjelaskan pada keluarga Rouberio jika kamu berada di rumah pria lain"

"Aku-- "

"Neveah, Isavuel sudah meninggal. Keluarga Rouberio akan datang untuk memastikan kamu melanjutkan kesepakatan tentang pengabungan dua keluarga. Ini sudah tertunda cukup lama"

"Kamu bisa mencari ayahku"

"Ayahmu tidak akan bergerak jika kamu tidak menyetujui pernikahan ini. Besok kita datang ke sana"

"Aku-- "

"Untuk sementara tinggal disini. Nanti kalau persiapan sudah selesai, barulah kita pindah"

"Joachim, alasan apa yang kamu pakai untuk menikahi ku?"

"Karena aku mencintaimu?"

"Oh"

Mangkok berisi bubur di geser ke samping, Neveah meminum tehnya dengan pelan. Joachim diam mengamati.

Pernikahan.... siapa yang tahu?