webnovel

Bagian 5

Ardino sedang menikmati secangkir kopi panasnya di warung tempat biasa anak-anak freedom nongkrong. Hari itu hari Sabtu, sekolah tidak terlalu banyak jadwal pelajaran, jadi Ardino pulang lebih awal.

Di samping menikmati secangkir kopi, Ardino sedang memandangi ponselnya yang sedang membuka laman media sosial. Ia melihat beranda media sosial Odelia yang terdapat beberapa foto yang terpajang di sana. Ardino mencari tahu tentang kehidupan Odelia untuk melanjutkan balas dendamnya.

“No, ngapain liat akunya cewek itu? Kamu suka ?” celetuk Gerry, salah satu anggota freedom yang menghampiri Ardino dan duduk di sampingnya.

“E..nggak. Ini aku mau cari sesuatu aja siapa tahu bisa aku jadikan bahan untuk balas dendam” Ardino yang terlihat sedikit panik dan takut kalau Gerry punya pikiran aneh-aneh.

“Hati-hati, aku cuma kasih tahu kalau benci itu bisa jadi cinta.”

“Bodo amat, aku nggak peduli sama kayak gituan. Lagipula, aku juga nggak kayak gini kalau dia nggak mulai dulu.”

“Eh, tapi hari ini kok kayaknya kalian adem ayem?”

“Siapa bilang? Dia udah pulang duluan gara-gara aku tumpahin minuman di bajunya.”

Gerry menggelengkan kepala sambil di susul meneguk kopi panasnya.”Ck, kalau ada nominasi murid yang bermusuhan pasti kalian jadi pemenangnya.”

“Nggak.. dan aku nggak akan mau naik di atas panggung sama perempuan gila itu.”

“Yaudah terserah deh pokoknya jangan sampai anak-anak kena lagi, kasihan mereka.”

“Iyaa, nggak bakal sampek kena lagi.” Ardino menundukan kepala seraya merasa bersalah dengan anak-anak freedom.

Ardino meletakan ponsel dan meneguk kopi panasnya. Ia juga tidak boleh membiarkan Odelia terus-terusan melibatkan anak-anak freedom ke dalam urusan balas dendam ini.

“Eh.. aku baru inget, buku ekonomiku ketinggalkan di kelas dan Senin besok ada ujian.” celetuk Ardino dengan gelabakan.

“Alah udah, gampang tenang aja, No. Di kelas kan ada aku sama Arya.” Gerry menganggap remeh sebuah ujian dan buku yang tertinggal itu.

“Nggak bisa gitu dong, aku nggak boleh mengandalkan kalian. Kalau besok Pak Anwar yang ngisi pelajaran Ekonomi, gimana?” Pak Anwar memang terkenal guru Ekonomi yang cukup galak. Tidak, sebenarnya kebanyakan guru itu hanya ingin muridnya disiplin, tapi pandangan dari kebanyakan murid itu Pak Anwar galak.

“Terus? Sekarang kamu mau balik ke sekolah?”

“Masa balik ke rumah, ya balik ke sekolah lah” Ardino bergegas memakai jaket dan mulai menaiki motornya untuk kembali ke sekolah.

“Balik lagi kesini atau langsung balik ke rumah?”

“Balik sini lah, balik rumah nanti sore aja masih males balik juga”

Gerry hanya mengacungkan jempolnya sebagai tanda ia mengiyakan perkataan Ardino. Gerry berpindah tempat untuk gabung dengan anak-anak yang lain, sedangkan motor Ardino sudah melesat dengan sedikit cepat.

Bisa di bilang Ardino ini berbeda seperti anak-anak yang lain. Teman-temannya yang nongkrong di warung kopi hanya sampai tengah malam atau bahkan tidak sampai berjam-jam. Sedangkan, Ardino kalau nongkrong bisa sampai dua hari.

Gerry sering mengajak Ardino untuk tidur di rumahnya, namun Ardino sering juga untuk menolak. Hanya dengan alasan ia tidak mau membuat batinnya makin tersiksa. Ia harus melihat keluarga Gerry damai tentram sedangkan keluarga Ardino tidak seperti itu.

Orang tua Ardino sudah bercerai. Ayahnya menikah lagi dan tinggal bersama keluarga barunya di luar kota. Sedangkan, Ibunya juga sudah menikah lagi, tapi hubungan rumah tangganya tidak begitu baik. Di rumah, Ardino selalu tertekan mendengar Ibu dan Ayah tirinya bertengkar setiap hari. Walaupun semua terjamin dan Ardino berada di keluarga yang berkecukupan sekali, tapi itu semua tidak bisa menjadi jaminan untuk kebahagiaannya.

Setelah lulus sekolah ini nanti, Ardino punya rencana untuk keluar kota dan hidup sendirian. Meski ia selalu di beratkan oleh adik tirinya, ia tetap menyusun rencana untuk hidup di luar kota yang jauh dari keluarga.

Ardino kini tiba di sekolah dengan keadaan yang sudah sepi. Ia memarkirkan motornya di samping pos pengamanan Pak Rohim. Pos itu sepi, sepertinya Pak Rohim ada tugas lainnya. Ia berjalan dengan langkah yang cukup cepat, ia juga tidak ingin berlama-lama di sekolah sendirian dengan suasana yang mulai nggak mendukung ini.

Setibanya ia di depan kelas, pintu kelasnya terbuka lebar. Hal itu jarang terjadi, ketua kelasnya atau anak-anak terakhir yang meninggalkan kelas wajib untuk menutup pintu. Ardino masuk ke dalam kelas dan melihat ada seseorang yang sedang berdiri di samping bangkunya.

Ardino menyipitkan mata, ia kenal dengan seseorang itu dan bukannya ia sudah pulang duluan tadi? Semakin dekat ia dengan seseorang itu semakin yakin kalau ia adalah Odelia. Ardino tak ragu untuk menjambak rambut Odelia sampai perempuan itu merintih kesakitan.

"Awww, aduh sakit. Lepasin dong" Odelia masih merintih kesakitan sambil memegangi rambutnya.

"Belum kapok juga, ya, kamu?"

"Ehh, Dinosaurus gila! Lepasin!"

"Apa sih sebenarnya maumu? Kamu bener-bener gila atau apa sih?"

Odelia berbalik badan dan Ardino terpaksa melepas tangannya dari rambut Odelia. Mereka saling bertatapan mata dengan penuh emosi yang membara. Sebelum pertengkaran itu berlanjut, Odelia menghela nafas dan mengangkat sedikit lengan bajunya seakan siap berperang dengan Ardino.

"Kamu ngapain di bangku ku?"

"Mau bikin Dinosaurus gila ini punah dan nggak akan pernah ada di dunia ini"

"Gila kamu!"

"Kamu yang gila! Andai saja waktu itu kamu nggak hadang jalan aku, mungkin hidup aku lebih tentram dan nggak dapat wanti-wanti dari orang tua aku"

"Heh! Jalan itu juga bukan punya kamu aja. Aku dan anak-anak freedom berhak buat pakai jalan itu"

"Tapi, dipakainya jangan sampai ngerugiin orang lain!"

"Mana? Yang lain juga biasa aja. Kamu doang yang lebay, berlebihan"

"Iiihhh, Dinosaurus gilaaaa" Odelia sudah begitu geram dengan perdebatan itu.

"Heh, nama aku Ardino Bakti bukan Dinosaurus"

"Nggak peduli! Dan asal kamu nama aku Odelia Hanum, bukan perempuan gila!"

"Sayang, namanya nggak seharum orangnya dan nggak pantes nama kamu Odelia"

"Lama-lama kamu makin rese, ya"

"Aku? Bukannya kamu? Kan kamu duluan yang mulai"

"Ihhh, Dinosaurusss!" Odelia mulai mencoba memukul Ardino, tapi Ardino menghindar dan berlari dari hadapan Odelia. Mereka berlari berkeliling kelas — saling mengejar sampai bangku di kelas Ardino berantakan. Sekolah yang sunyi terdengar sangat bising karena ulah mereka. Sampai suara sepatu yang berjalan menuju kelas itu pun mereka nggak dengar.

Mereka berdua tersungkur di lantai dan berguling-guling untuk saling menghindar dari tangan yang sama-sama mengepal. Sampai seorang masuk ke dalam kelas dan melihat mereka beradegan mesum.

Seseorang itu melihat Ardino seolah menunggangi Odelia yang ada di bawahnya. Mereka berhenti berkelahi karena lelah dan saling mengatur nafas. "Perempuan gila!" ucap Ardino sambil terengah-engah.

"Kalian berdua yang gila" ucap seseorang itu. Mereka berdua menoleh bersamaan dan melihat ada guru BK yang berdiri sambil meletakan kedua tangannya di belakang.

"Dia duluan, bu, yang mulai" ucap Odelia sambil menunjuk Ardino

"Dia mau melakukan sesuatu di bangku saya, bu" bantah Ardino.

"Kalian semua berdiri!" Ibu Rahma meninggikan suaranya agar mereka berdua segera berdiri di posisi awal. Odelia menendang tubuh Ardino dan langsung berdiri. Mereka semua terkesiap saat berhadapan dengan Bu Rahma.

"Ikut saya ke ruang BK. Kalian ini nggak kasih contoh ke adik-adik kelas malah bikin hal yang tidak senonoh."

"Dia duluan bu. Ibu tahu saya, kan? Saya nggak pernah bikin catatan kenalan di BK dan semenjak saya kenal dia saya jadi punya catatan kenakalan" bantah Odelia untuk mendapat pembelaan. Berharap untuk mendapatkan pembelaan dari Bu Rahma mereka berdua malah mendapat surat panggilan orang tua.

Wajah mereka begitu lemas dan cemas saat berada di ruang BK. Bu Rahma tidak ada habisnya mengomeli mereka berdua. Mereka berdua mencoba untuk membela diri masing-masing, namun Bu Rahma tidak bisa mempercayai mereka.

Tak lama dari itu mereka meninggalkan ruang BK dengan wajah yang begitu kesal. Mata yang saling melotot tak kunjung usai mereka lakukan. Dan sampai akhirnya ponsel Odelia berdiring, Pak Wardi sudah menunggu di depan sekolah. Kalau Pak Wardi nggak telpon mungkin nunggu mata mereka lepas dulu baru adu melotot itu selesai.

***

Urusan dengan Bu Rahma telah usai, kini Bu Rahma selalu mengawasi mereka sampai ujian kelulusan tiba.

Itu adalah tantangan yang paling sulit bagi Odelia. Menahan untuk tidak melakukan peperangan dengan Ardino. Setiap mereka bertemu mereka hanya adu mata yang melotot dan langsung dilerai oleh teman mereka masing-masing.

Ghilma dan Tory juga nggak kurang-kurang buat ngingetin Odelia agar lebih fokus ke ujian, itu juga pesan dari Ratih.

Pertengkaran itu mungkin akan selesai jika mereka tidak saling bertemu atau lulus dari sekolah itu.