webnovel

Bagian 3

Tidak ada hari tanpa keributan. Ghilma dan Tory mulai lelah untuk memberi tahu Odelia agar ia berhenti melakukan kejahatan itu semua. Mereka menganggap kalau apa yang Odelia lakukan itu jahat karena sekarang mereka bertiga sedang ada di parkiran motor anak-anak freedom dan mereka sedang menjalankan ide gila dari Odelia.

“Del? Ini tahun terakhir kamu sekolah disini. Kamu yakin mau terus-terusan punya masalah sama dia?” ucap Ghilma sambil melihat keadaan sekitar.

“Bukan aku yang memulai dan dia harus terus dapatkan pelajaran dari aku sampai kita semua benar-benar lulus” jawab Odelia yang sudah mulai jongkok untuk membuang angin yang ada di ban sepeda motor.

“Tapi, Del. Kalau misalnya diantara kalian nggak ada yang lulus dan dendam ini bakal terus berlanjut gimana?” sahut Tory yang menatap Ghilama dengan panik

“Kalau begitu kalian nggak usah ikutan biar aku saja yang membalaskan dendamnya.” Odelia berdiri dari jongkoknya dan membersihkan tangan. “Lagi pula siapa suruh berani menghadang jalannya Odelia, dia emang nggak tahu siapa aku.”

“Dan kayaknya kamu juga nggak tahu siapa dia” jawab Tory yang masih dengan wajah paniknya.

“Dia hanya anak club motor yang nggak akan ada gunanya. Udah deh ini semua tanggung jawab aku, cepat kempeskan semua bannya”

Tory dan Ghilma kembali melempar pandangan dan mereka menuruti perintah Odelia. Sebagian lahan parkir motor yang ada di sekolah sudah dikuasai oleh anggota klub motor tersebut, jadi mereka tidak ragu untuk mengempeskan semua ban motor itu.

Sikap Odelia memang benar-benar berubah semenjak kejadian itu. Ada perasaan yang nggak benar-benar bisa ia terima. Ia juga kepikiran kalau tiga tahun sekolah tidak ada sesuatu yang bisa diceritakan memang kurang seru. Jadi, ulah yang Odelia lakukan juga tidak berlebihan, baginya.

Odelia dan kedua temannya keluar dari halaman parkir motor dengan senyum yang senang sekali. Odelia ingin melihat reaksi wajah dari anggota klub freedom yang bakal kesusahan mendorong sepeda sangat jauh karena di sekitaran sekolahnya tidak ada tukang tambah ban.

Ghilma dari tadi menggigit bibir bawahnya dan memain kuku yang sudah hampir habis. Ghilma sangat khawatir kalau Odelia terus melakukan hal ini Odelia akan menjadi siswi langganan BK.

Odelia berjalan menuju kelas dengan kegirangan ia sangat percaya diri kalau kali ini ia akan mendapatkan skor yang paling banyak dan Ardino tidak akan bisa membalasnya.

Odelia melakukan misi tersebut disaat jam istirahat dan karena dia tidak nafsu makan ia ingin kembali ke kelas agar bisa segera bermain media sosial. Ia ingin melihat artis idolanya yang baru saja mengunggah video jalan-jalan bersama kekasihnya. Odelia dan kedua temannya berpisah karena Ghilma ingin meneguk air mineral untuk melepas rasa takutnya dan Tory ingin makan semangkuk bakso yang sudah ia bayangkan di kelas tadi.

“Aku tunggu di kelas, ya” ucap Odelia kepada Ghilma.

“Nitip nggak?”

“Nggak, aku beneran nggak mood makan, nanti pulang sekolah aja aku makan nasi cumi di belakang sekolah”

“Makannya sama aku, ya, kalau itu”

“Iya. Udah cepet buruan aku tunggu di kelas.”

Ghilma mengangguk pelan dan merangkul Tory yang sibuk dengan ponselnya lalu berjalan menuju kantin. Begitu pun dengan Odelia. Ia meninggalkan kedua temannya dengan wajah yang super bahagia, ia sangat tidak sabar untuk melihat reaksi anak club motor itu.

"Kira-kira besok ngapain lagi, ya?" Odelia berbicara sendiri sambil meletakkan jari telunjuknya di pipi kiri seraya berpikir. Odelia begitu antusias untuk membuat Ardino kesal.

Odelia hampir tiba di kelas dan ia mulai berjalan dengan cepat karena makin nggak sabar untuk menonton video tersebut. Ia sempat menengok ke arah jendela kelas yang melihat kelasnya sepi nggak ada orang satupun. Odelia mengerutkan dahi karena itu nggak biasa kelasnya sepi di jam istirahat. Dan yang makin nggak biasa pintu kelas Odelia ditutup, perasaan Odelia makin nggak enak.

Saat Odelia membuka pintu kelas dengan sekuat tenaga, dari atas pintu turun sebuah topeng monster yang cukup menyeramkan buat Odelia dan itu membuat Odelia terkejut hingga berteriak.

Topeng monster yang menyeramkan itu masih bergelantungan di hadapan Odelia dan tak lama dari itu topeng monster menyeramkan itu langsung di hantam abis-abisan oleh Odelia. Ia memegangi dadanya yang merasakan jantung berdebar cepat. Topeng itu jatuh ke lantai kelas yang akhirnya dipungut oleh Odelia. Di balik topeng monster itu ada sepucuk surat yang ditarik paksa oleh Odelia.

“Jangan kamu pikir cuma kamu yang bisa memenangkan pertengkaran kita. Aku bisa lebih kejam dari apa yang kamu lakukan, perempuan gila! Lihat lah wajahmu sekarang begitu jelek seperti topeng menyeramkan itu! Aku rasa sekarang skor kita sama”

Odelia meremas kertas itu sampai kusut tak karuan. Itu surat dari Ardino dan topeng monster yang sudah membuatnya kaget adalah ulah Ardino. “Dinosaurussss! Ihhh untung, ya, aku sudah melakukan pembalasan duluan. Ini bener-bener nggak bisa dibiarkan!” Dengan wajah yang mulai merah seperti udang rebus, Odelia berjalan cepat menuju bangku.

Napas Odelia masih terengah-engah dan ia masih meremas kuat-kuat keras itu. Emosi Odelia mulai membara lagi, untung saja kelas itu sepi siswa-siswi lainnya tidak harus menertawakan Odelia yang kena jebakan Ardino.

Odelia kembali mengatur nafas dan ia mencoba mengambil tas yang ada di belakangnya. Tas berwarna merah muda itu tas kesayangannya sudah cukup lama juga Odelia memakai tas itu. Tapi, kini tas itu mulai berubah menjadi coklat tua dan sedikit basah.

Mata Odelia membelalak cukup lebar saat tangannya memegang tas beserta sesuatu yang basah itu. Ia segera mengambil tasnya dan melihat tasnya lebih dekat. Tas kesayangan Odelia itu sudah berlumuran tanah yang basah sehingga membuat sebagian tas menjadi kotor dan nggak karuan.

“Dinosauruuussssss!!!!!”

***

Ghilma dan Tory tidak berani banyak berbicara. Ghilma yang duduk sebangku oleh Odelia tidak bisa berbuat banyak. Ia takut jika satu kata yang diucapkan olehnya akan membuat kelas makin kacau.

Sepanjang pelajaran jam terakhir mulut Odelia manyun dan dahi yang terus menerus berkerut. Untung saja mata pelajaran jam terakhir hanya merangkum dan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh ketua kelas.

Bel jam pulang sekolah berbunyi. Anak-anak yang ada di dalam kelas segera berkemas untuk pulang. Guru yang ada di kelas memberikan salam lalu meninggalkan kelas dengan cepat. Begitupun dengan Odelia, ia juga cepat-cepat berkemas dan ingin segera berdiri di depan gerbang sekolah untuk menertawakan club motor freedom yang bakal menuntun motornya.

“Kok masih belum pada siap-siap, ayo buruan” Odelia melihat ke arah Ghilma dan Tory yang mejanya masih berantakan.

“Kok buru-buru, Del, mau kemana ?” Tory bertanya dengan polosnya.

“Mau ngatawain anak-anak freedom beserta ketuanya yang pulang sekolah nuntun motornya. Ayo udah buruan” Odelia mengertak kedua temannya untuk lebih cepat lagi berkemas.

“Emm.. tapi, Del” Ghilma mencoba mencelah Odelia

“Nggak usah pakai tapi-tapian, mau nunggu apa lagi udah ayo”

Ghilma melempar pandangan kepada Tory karena melihat sesuatu di rok Odelia. Ghilma benar-benar tidak bisa mencelah Odelia karena ia sudah ditarik paksa oleh Odelia. Mereka meninggalkan kelas dengan cepat dan sampailah mereka di pos pengamanan Pak Rohim.

“Ghil, kasih tahu deh kasihan itu roknya Odelia.” bisik Tory kepada Ghilma.

“Gimana mau kasih tahu dia aja kayak gitu”

Odelia bersedekap sambil menyandarkan tubuhnya di dinding pos pengamanan Pak Rohim. Satu per satu siswa/i keluar sekolah sampai Odelia melihat Ardino menuntun motornya keluar dari area parkiran. Odelia masih tetap bersedekap sambil menyeringai.

“Pemandangan yang indah. Anak freedom nuntun motor sampai ke rumahnya. Ahahaha.” Odelia berjalan mendekati Ardino yang kini sudah tiba di dekat pos pengaman Pak Rohim.

“Kamu boleh balas dendam sama aku, tapi jangan sesekali kamu menyentuh anggota freedom.” jawab Ardino yang mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Odelia dengan tatapan yang penuh amarah.

“Kenapa ? Karena nggak bisa tanggung jawab sama mereka ? Dinosaurus gila denger, ya, aku nggak peduli semua juga gara-gara club motor nggak jelas itu."

Ardino mengepalkan tangan dan melayangkan tangannya hingga ingin memukul Odelia, namun itu ditahan oleh salah satu anggota freedom. “No, dia perempuan masa kamu mukul cewek?”

“Pukul aja kalau berani paling nanti ujung-ujungnya kamu yang masuk BK” jawaban Odelia sungguh remeh dan seakan semakin menantang.

“Aku juga nggak akan biarin aku masuk ke BK sendirian.”

Odelia menyipitkan mata dan sedikit menggertakan giginya. Ia juga tidak akan biarin dirinya ikutan masuk BK bersama Dinosaurus gila itu. Odelia membalikan badan untuk meninggalkan tempat, ia sudah merasa cukup puas tertawa melihat anak-anak freedom kesusahan.

“Hei! Selain perempuan gila ternyata kamu juga jorok, ya.” Ardino berbicara lantang sambil menahan tawanya.

Odelia memberhentikan langkahnya dan mencerna maksud dari omongan Ardino. Ia membalikan badan dan melihat Ardino yang sudah tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

“Masa cewek cantik kayak kamu berak di celana.”

Odelia mengernyitkan dahi dan memegang roknya. Ia menemukan ada sesuatu di roknya. Kali ini beda dengan yang ada di tasnya, yang ia temukan di rok ini adalah slime mainan anak-anak yang terbuat dari lem dan teksturnya lengket seperti permen karet. Odelia berteriak dan langsung menghampiri Ardino, ia memukuli Ardino dan mereka kejar-kejaran sampai keliling sekolah.

Ghilma dan Tory hanya menghela nafas panjang. Sedangkan anak-anak freedom hanya menggelengkan kepala sambil melanjutkan menuntun motornya keluar sekolah.

Chapter 4

Sepulang sekolah tubuh Odelia basah kuyup dan bau. Di dalam mobil tadi, Pak Wardi sudah menyuruh Odelia untuk membersihkan badannya di toilet pom bensin. Namun, Odelia menolak karena ia malu kalau harus turun dari mobil dengan keadaan seperti itu.

Turun dari mobil Odelia berjalan cepat menuju kamarnya sebelum Ibu Odelia tahu dan mencium aroma busuk. Pak Wardi yang sudah memarkirkan mobil dengan benar masuk ke dalam rumah sambil membawa tas Odelia yang sudah diganti menjadi warna hitam. Tas merah muda itu harus lengser dari masa jabatan yang menemani Odelia sekolah.

Ketika Pak Wardi masuk dan berjalan melewati ruang tamu, Ratih, Ibu Odelia baru saja keluar kamar dan berjalan menuju meja makan. Ratih mulai mencium aroma tidak sedap ketika Pak Wardi lewat. "Pak Wardi?" ucap Ratih dan membuat Pak Wardi menoleh ke arah juragannya.

"Iya, bu." Pak Wardi memberhentikan langkahnya.

"Itu apa? Kok bau banget?" Ratih mulai mendekat sambil menutup hidung dengan tangannya.

"Ini tasnya Adek. Tadi, Adek di sekolah main kotor-kotor"

Ratih mengernyit "Main kotor-kotor? Sekarang dia dimana?"

"Kayaknya di kamar, bu, lagi bersihkan badannya."

"Adek akhir-akhir kelihatan aneh nggak sih, pak?"

"Kelihatannya sih, bu. Setiap pulang sekolah ada aja yang bikin badan Adek kotor kalau nggak bikin Adek marah"

"Adek nggak cerita apa-apa?"

"Nggak tuh, bu. Adek kebanyakan diem dan saya juga nggak berani tanya-tanya."

Ratih mengangguk sambil hidung yang masih ditutupi oleh tangannya. "Yaudah biar saya samperin aja sekalian tasnya Adek saya bawa ke kamar"

"Oh iya, bu, ini." Pak Wardi menyodorkan tas Odelia yang sebenarnya tidak apa-apa hanya sedikit kena aroma tak sedap dari badan Odelia.

Ratih yang menerima tas itu langsung berjalan menuju kamar Odelia yang ada di lantai dua. Odelia ini adalah anak terakhir dari tiga bersaudara tak heran kenapa orang-orang terdekatnya memanggil Odelia 'adek'. Kakak pertama Odelia sudah tunangan dan tinggal menunggu tanggal yang pas untuk melangsungkan pernikahan. Sedangkan kakak kedua masih berjuang untuk skripsinya.

Odelia tidak begitu manja menjadi anak terakhir hanya memang begitu sikapnya. Sedikit semena-mena dan nggak mau dikalahkan.

Ratih masuk ke dalam kamar Odelia yang tidak di kunci. Ratih mendengar suara air yang sedang mengalir, rupanya Odelia belum selesai mandi. Ratih meletakan tas Odelia di atas meja belajar yang selalu saja berantakan. Disana banyak barang yang nggak penting dan beberapa sampah makanan ringan. Sambil menunggu Odelia selesai mandi, Ratih membereskan meja belajar itu.

“Lho.. Ibu, ngapain di kamar adek?” Odelia yang baru saja keluar dari kamar mandinya langsung terkejut dengan kehadiran Ratih di kamarnya.

“Harusnya Ibu yang tanya, kamu itu habis ngapain sampai tas kamu bau busuk kayak gini.”

Odelia berjalan menuju Ratih sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. “Adek habis perang sama temen”

Ratih yang mendengar jawaban Odelia langsung menatap Odelia dengan tidak percaya. Odelia yang sudah mau lulus ini masih perang sama temennya. Ratih menarik Odelia untuk duduk bersamanya di pinggir tempat tidur, ia memaksa Odelia untuk bercerita.

“Jadi gini. Sebelum bel pulang, Adek ke toilet itu sendirian nggak sama Ghilma, karena Adek akhir-akhir ini punya musuh di sekolah, jadi pas di dalam kamar mandi Adek kepleset terus kena jebakannya dia.”

“Musuh? Sejak kapan kamu punya musuh? Bentar, ini tahun terakhir Adek sekolah lho kenapa harus punya musuh sih?”

“Awalnya aku juga nggak mau, bu. Cuma cowok itu duluan yang bikin aku jengkel banget!”

“Cowok? Hahahaha”

“Kok Ibu ketawa? Dia itu rese banget, masa waktu itu dia sama club motornya berani menghadang jalan adek di hari Senin. Ibu tahu sendiri, kan, kalau Senin hari yang sakral banget.”

“Hati-hati kamu jodoh sama dia, jangan terlalu benci sama orang kita, kan nggak tahu roda ini berputarnya kemana.”

“Ibu… doainnya kok kayak gitu?” Odelia makin mengerutkan dahinya

“Makanya, Ibu ini kasih tahu kamu jangan terlalu benci sama orang. Biasanya benci itu jadi cinta kalau itu perempuan sama laki-laki.”

“Kenapa obrolannya jadi kesana? Kok Ibu nggak ada membela aku. Seharusnya Ibu nggak terima kalau aku diginiin terus Ibu lapor sama ke wali kelas terus dia di panggil BK. Dan skor aku paling besar kalau dia sudah masuk BK!”

“Astaga, Odelia. Kamu sudah mau lulus, nak. Masa kamu harus kayak gitu? Terus kalau kamu juga masuk BK gimana? Terus kalau Ibu sama Bapak dipanggil ke sekolah, gimana?”

“Ck, Ibu mah malah kayak nggak ada supportnya gitu sama aku. Seharusnya Ibu marah lihat Adek kayak gini.”

“Iya.. marahnya sama kamu kenapa harus punya musuh dan harusnya kamu bisa jaga sikap. Udah deh, Ibu nggak mau denger lagi atau lihat kamu kayak gini. Kalau Ibu sampai di panggil sama sekolah, Ibu nggak mau datang. Ngerti?”

Odelia menghela nafas kesal karena Ratih tidak bisa di ajak sekongkol untuk membuat jebakan yang lebih perah untuk Ardino. “Iya, ngerti.” jawab Odelia dengan singkat.

“Hari ini ada bimbel nggak ? Kamu harus bener-bener siapin nilai buat masuk Universitas negeri lho, Dek. Jangan ribut mulu di sekolah”

“Iya, nanti malam bimbel.”

Ratih menganggukan kepalanya sambil mengusap kepala Odelia. Ratih bangkit dari duduknya dan perlahan meninggalkan kamar Odelia.

Wajah Odelia masih terlihat kesal karena ia berharap kalau Ratih bakal membuat Ardino masuk BK. Tapi, Ratih malah mewanti anaknya itu untuk jangan sampai terlalu benci sama orang. Odelia sedikit melamun saat ia duduk di meja belajarnya. Ia terpikirkan tentang benci yang akan menjadi cinta dan ternyata mereka akan menjadi pasangan yang paling bahagia.

“Astaga.. pikiran macam apa itu? Pokoknya sampai kapan pun si Dinosaurus itu bakal jadi musuh bebuyutan aku. Dia nggak akan bisa hidup tentram. Selamanya!” Odelia mengeluarkan ponselnya untuk bermain media sosial, di samping itu ia juga sedang memikirkan rencana untuk membalas Ardino lagi.

Andaikan Odelia tidak terlalu berlebihan karena hanya menghadang jalan saja perempuan itu sampai dendam banget sama Ardino. Semoga saja mereka dalam keadaan baik-baik saja.