"Aku masih ingat betul apa yang tubuhku rasakan sebelumnya, tapi bagaimana bisa sekarang aku bahkan tidak merasakan rasa sakit apapun pada tubuhku, kemana semua yang aku rasakan tadi? apa aku kembali pulih begitu saja?" Ketrin dalam hatinya yang terus bertanya-tanya tentang kondisinya saat itu.
Di balik mata tertutupnya, ia masih sangat sadar, dia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, yang tidak mungkin dia bahas di depan adiknya.
"Aku tidak bisa menceritakan soal ini kepada zein, atau dia akan lebay menanggapi apa yang aku alami ini" Ketrin kemudian membalikkan tubuhnya, membelakangi Zein dan satu orang pria yang tidak Ia kenal, yang tidak lain adalah Rayas.
"Zein, lebih baik kamu keluar dari kamarku, aku ingin istirahat, tubuhku masih sangat lemas" Sambil membalikan tubuhnya, Ketrin meminta Zein untuk keluar dari kamarnya, namun ia langsung teringat, bahwa ada satu orang lagi yang ada di kamarnya saat itu.
"Oh ya,,, siapa nama kamu? aku berhutang budi sekali sama kamu, terimakasih banyak sudah bantu Zein untuk menjagaku tadi, lain kali, jika aku sudah pulih, aku akan mentraktirmu makan, sekali lagi terimakasih, kamu bisa pulang atau pergi ke tempat yang akan kamu tuju sebelumnya, pasti tadi saat kamu lewat depan rumah kami, kamu mungkin akan menuju suatu tempat, maaf jadi merepotkan". Ketrin bangkit dari tidurnya dan duduk, sambil kembali menghadap ke arah Rayas dan Zein, yang dari tadi sedang berdiri di samping ranjang, terus memperhatikannya yang terbaring di kasur, melihat dirinya yang terlihat lemah dan tak berdaya.
Padahal pada kenyataannya, yang Ketrin rasakan saat itu, tubuhnya betul-betul segar dan tidak merasakan capek atau lemas sedikitpun, walaupun ia tahu bahwa beberapa saat sebelumnya, bahkan ia tak mampu mengeluarkan suaranya untuk sekedar menjawab semua yang Zein katakan dari balik pintu kamarnya.
"Ah ya betul, terimakasih, aku juga tidak tahu siapa kamu, tapi sekali lagi terimakasih sekali karena kamu sudah mau membantuku, disaat aku betul-betul tidak tahu kondisi kakakku di dalam kamar ini, atau semuanya akan terlambat". Zein juga seperti baru sadar dengan satu orang yang dari tadi berada bersama mereka di rumah itu.
"Tidak apa-apa, tidak perlu mengucapkan terimakasih, itu sudah jadi tugas saya, baiklah kalau begitu, saya pamit pulang" Rayas langsung menjawab ucapan terimakasih Ketrin dan Zein, dan langsung pamit pulang tanpa panjang lebar lagi.
"Kamu pastikan kakakmu istirahat yang cukup, dan jangan membuat hatinya lelah" kemudian, belum sempat Zein dan Ketrin menjawab, Rayas sudah membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke luar rumah.
Saat Zein akhirnya menyusul dari belakang, menuju depan rumah mereka mengikuti Rayas, dia bermaksud untuk mengantarnya pulang, setidaknya sampai ujung gang rumah, betapa terkejutnya ia saat menyadari , bahwa Rayas sudah tidak ada di depan sana.
"Kemana pria itu? bagaimana bisa dia sudah pergi dengan begitu cepat, bukankah baru saja dia keluar dari pintu ini?" Zein berjalan terus ke depan sambil melihat sekelilingnya, mencari keberadaan pria yang bahkan ia belum tahu siapa namanya itu.
"Dia betul-betul telah pergi, waaaah cepat sekali, apa dia atlit lari, aaaah sedikit tidak masuk akal, tapi sudahlah". Zein kembali berjalan menuju rumahnya sambil menggaruk-garuk kepalanya meskipun tidak terasa gatal, ia kebingungan dengan apa yang terjadi saat itu.
Tiba di dalam rumah, dia mengintip kakaknya yang sudah terlihat tidur pulas, dan menutup pintu secara perlahan, khawatir kakaknya terbangun karenanya.
"Aku harus mencari tahu siapa pria itu, besok aku akan menanyakan ke anak-anak yang lain, mereka pasti mengetahuinya" Zein kemudian masuk ke kamarnya, dan berbarinng di ranjang kayu, dengan kasur kapuk yang sealakadarnya, dengan sekar rokok dan beberapa puntung rokok yang masih di biarkan berserakan disana.
Ia sudah terlalu lelah untuk memperhatikan semua itu.
Ketrin tertidur dengan pikirannya tentang hal-hal yang ia sendiri belum begitu mengerti.
Keesokkan harinya, Pagi datang dengan begitu cepat, setidaknya itu yang dirasakan oleh Ketrin, ia merasa baru saja menutup matanya untuk istirahat, tapi pagi begitu saja datang tanpa ampun dan mengharuskannya segera membuka mata dan memulai kembali hari-harinya seperti biasa.
"Aaah tubuhku sangat luar biasa, bagaimana tubuh ini begitu terasa ringan, apa berat badanku yang turun? aaaah ini bagus sekali, aku betul-betul merasa segar, meskipun tidur hanya beberapa jam saja, aku pikir keajaiban kembali datang dalam tubuhku yang malang ini".
Tiba-tiba saat dia masih duduk di atas ranjangnya, ingatan ia tentang pria yang semalam menemaninya di rumah dan berkomunikasi langsung dengannya.
"Tatapan mata itu,,,,, ya,,, tatapannya benar-benar berbeda, aku tahu jika Zein sedang khawatir atau bersedih dihadapanku, karena dia satuh-satunya adikku, tapi ini mata pria itu? matanya semalam seperti mengatakan bahwa ia betul-betul cemas dan khawatir tentangku, tatapannya begitu dalam, bagaimana bisa aku tidak menyadari itu semalam, siapa sebenarnya pria itu? itu bukan tatapan dari orang asing yang sedang menyaksikan kemalangan orang lain, tapi itu seperti tatapan seseorang yang bahkan akan ikut mati jika sesuatu terjadi padaku semalam, apa ini hanya perasaanku saja?".
Tubuh Ketrin merinding, buku kuduknya berdiri secara spontan setelah memikirkan semua hal itu. "Waaaah bahkan semua bulu kudukku berdiri, apa ini pertanda tentang hal lain? Aaah tidak mungkin" Ketrin kemudian menutup matanya, dia melakukan kebiasaan ketika ia terkadang bisa melihat sesuatu yang mungkin akan terjadi di waktu-waktu berikutnya (masa depan).
"Ah betul, dia bukan siapa-siapa, dan tidak ada kaitannya denganku, aku tidak melihat dia dimana-mana setelah kejadian semalam, aku tidak bisa melihat wajahnya dalam penglihatanku". Ketrin tidak bisa melihat masa depan dari pria yang menolongnya semalam, dan berpikir bahwa dia hanya pria yang kebetulan terjebak dalam situasinya semalam.
Tanpa Ketrin tahu, pria seperti Rayas tidak akan mungkin bisa hadir dalam penglihatan Ketrin sebagai gadis yang memiliki kemampuan membaca masa depan.
"Aku tidak perlu memikirkan soal itu lagi". Kemudian Ketrin bangun dari tanjangnya dan membuka pintu kamarnya.
"Zein, cepat bangun atau kamu akan kesiangan untuk pergi ke sekolah". Ketrin berteriak memanggil adiknya sambil berjalan seraya mengikat rambutnya yang panjang.
Namun saat dia kemudian melihat ke arah dapur, dia sangat terkejut melihat Zein sang adik yang semalam membuatnya bersedih, sedang merapihkan meja makan dan disana telah terlihat gelas yang biasa Ketrin gunakan untuk membuat teh hangat setiap pagi yang sudah terisi saat itu, dan zein juga telah mengenakan seragam sekolahnya dengan rapih.
"Waaaaw apa kamu menyiapkan semua ini?? roti lapis ini? teh hangat ini? apa kamu sedang menginginkan sesuatu dariku? firasatku langsung buruk tentang ini". Ketrin memasang wajah penuh ketidakpercayaan dengan apa yang sedang ia lihat saat itu, dia meragukan tentang apa yang di lakukan adiknya, karena di luar kebiasaannya selama ini.
"Apa kamu bahkan tidak bisa sedikit saja menghargai usahaku? ayolah, lebih baik kamu sarapan, pria itu bilang aku harus menjagamu dan memastikan hatimu tidak terluka lagi, aku pikir roti lapis ini akan membuat hatimu sedikit lebih manis, bukankah yang aku lakukan sekarang sangat manis, bahkan ini terlalu manis, sampai-sampai aku merinding melihat apa yang sedang aku lakukan sekarang" Zein menarikan kursi untuk ketrin duduk, meja makan telah rapih dan mereka siap untuk sarapan pagi itu.
"Oh iya, siapa nama pria yang semalam membantumu? apa dia orang baru disini? aku belum pernah melihat dia sebelumnya" Ketrin kembali teringat pria itu saat Zein mengatakan, bahwa pria itu bahkan meminta Zein untuk merawatnya dan menjaga hatinya. "Siapa dia? bahkan peduli tentang keadaan hatiku" tidak terelakan lagi, hati Ketrin semakin penasaran tentang Rayas, suara hatinya terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Kamu tidak menanggapi usahaku, dan malah bertanya tentang pria aneh itu?" Zain tidak menjawab pertanyaan kakaknya, dan malah perduli dengan usaha kerasnya pagi itu untuk menyiapkan sarapan kakakknya yang akan mulai bekerja.
"Yaaa, aku sudah lihat semua usahamu ini, tapi bukan berarti aku memaafkan ulahmu kemarin, aku akan semakin marah padamu jika kembali kamu melakukan hal-hal bodoh seperti kemarin, bukan hanya tubuh dan hatiku yang terluka melihat semua itu, bahkan hidupku akan semakin terpuruk jika terus menyaksikanmu berjalan dalam jalan yang gelap seperti itu, akan seperti apa masa depanmu nanti?" Alih-alih memuji, Ketrin malah memarahi Zain karena kembali kesal mengingat kejadian semalam.