webnovel

Tatapan Berbeda (Chapter 6)

Terdengar sayup lembut, tapi betul-betul tanpa tenaga, suara Ketrin yang tadi sudah tenggelam dan tak terdengar lagi, samar mulai kembali mengisi gendang telinga Rayas, yang langsung membuat Ia terkejut dan bangkit dari tidurnya.

"Zein, Aku tidak kuat lagi" Lirih perih terdengar dari suara Ketrin, sontak langsung membuat Rayas sadar, bahwa sedang terjadi sesuatu pada Ketrin saat itu.

"Ketrin,,,,!!!!!" Bergegas dia langsung bangkit dari kursi dan mencari sweater tebalnya, dia berlari cepat dan saat keluar dari pintu rumahnya, dia sudah berada tepat di halaman rumah Ketrin.

Terlihat dari depan rumah, dengan pintu yang di biarkan terbuka dari saat Zein pulang tadi, Zein sedang tertunduk sedih di depan pintu kamar Ketrin seperti tanpa semangat.

"Apa yang sedang dia lakukan? ah anak ini membuatku tambah pusing saja". Karena Rayas berpikir situasi sudah sangat darurat, dan Zein tidak memberikan tanda-tanda pergerakan, maka dengan memberanikan diri, Rayas memperlihatkan wujudnya di hadapan Zein saat itu, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun mengikuti kedua kakak beradik yang selalu berusaha ia lindungi.

Tanpa basa basi, Rayas mendorong Zein hingga ia terhuyung ke lantai.

"Kakakmu sedang sekarat, dan kamu sibuk menangis disini". Rayas tidak berpikir panjang, bahwa sebenarnya Zein tidak mengetahui apa yang sedang terjadi pada kakaknya di dalam kamar, yang ia tahu, Ketrin tengah sangat marah padanya saat ini, itu kenapa dia tidak kunjung membuka pintu untuknya.

"Apa yang kamu katakan?? lalu siapa kamu? bagaimana bisa kamu masuk ke rumah orang lain tanpa permisi, dan bertindak So' tahu begini, kakakku sedang istirahat di dalam". Karena tidak merasa di anggap, Zein berusaha mendorong tubuh Rayas, namun ia tetap tidak bergeming.

"Hei,,, dengarkan aku !!!! Hentikan,,,!! kamu akan merusak pintu itu".

Zein kebingungan dengan apa yang sedang ia lihat, seorang pria tidak di kenal masuk dan mendorongnya sampai terjatuh ke lantai, dan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang kesehatan kakakknya.

Zein juga mencoba menghentikan tindakan Rayas yang terus mendorong pintu kamar Ketrin, berusaha mendobrak pintu itu.

"Kamu ingin aku menjawabmu dulu, atau ingin menyelamatkan kakakmu? percaya padaku sekarang !!! atau kamu akan menyesal seumur hidup, apa pentingnya siapa aku sekarang? yang terpenting keselamatan Kakakkmu dulu, lebih baik sekarang kamu bantu aku untuk membuka pintu ini".

Rayas memegang kedua pundak Zein dengan penuh kekuatan dan meminta Zein untuk berhenti bertanya hal-hal yang tidak penting saat itu.

"Lebih baik sekarang kamu ambilkan air di dapur, cepat,,,!!! Jangan kebanyakan berpikir!!!" Rayas kemudian meminta Zein untuk pergi ke dapur dan membawa air untuk persiapan pertolongan pertama bagi Ketrin yang mungkin sudah sangat parah kondisinya.

Saat Zein akhirnya mengikuti intruksi Rayas, ia segera mengeluarkan kemampuannya, dengan hanya menekan tungkai pintu, akhirnya kunci itu terbuka dan Rayas bisa segera masuk ke kamar Ketrin saat itu juga.

Ketrin mengalami kesedihan mendalam, meskipun interview hari itu berhasil, ia mendapati bahwa adiknya sudah sangat sering di ketemukan dalam keadaan yang sangat tidak baik, entah itu membolos sekolah ataupun merokok dengan teman-temannya, Ketrin merasa dirinya telah gagal mendidik adik kesayangannya itu karena terus sibuk bekerja dari siang sampai malam tiba.

Dan fakta bahwa dia memiliki firasat buruk terhadap pekerjaan yang akan ia kerjakan mulai esok hari, membuatnya tidak bisa merasakan bahagia layaknya orang yang baru saja mendapatkan pekerjaan.

Kemampuannya dalam membaca kejadian yang akan datang, sering membuatnya menjadi sangat frustasi dan tidak tahu harus memilih jalan yang mana, dari semua pilihan, selalu ada resiko, dan akan lebih baik jika Ia tidak mengetahui resiko itu di awal, agar bisa dengan cara normal, menjalani hidup dan meskipun kegagalan ada di kemudian hari, setidaknya, dia sudah melakukan apapun yang telah ia pilih, dan kegagagalan itu akan menjadi sebuah pelajaran untuk mengambil pilihan di jalan berikutnya.

"Aku ingin hidup normal tanpa ada bayangan masa depan yang selalu menghantuiku, ini bukan tentangku, karena aku tidak bisa melihat apapun tentang diriku, tapi, kenapa harus perusahaan tempatku akan mulai bekerja? apa itu tidak termasuk bagian dari diriku? kenapa aku bisa melihat semua itu akan terjadi disana".

Itu kata-kata Ketrin, saat akhirnya Rayas tidak lagi mendengar suara keluh kesah yang menjadi fokusnya di rumah tadi, dan setelah beberapa lama, kembali terdengar suara ketrin, namun sangat tidak bertenaga, dan kemudian menjadi alasan, kenapa Ia bergegas datang ke rumahnya.

Kembali pada Zein yang di buat panik ketika melihat ternyata Ketrin betul- betul terkulai lemas di kamar.

"Apa dia tidak sadarkan diri? apa yang terjadi padanya? ayo bawa dia ke rumah sakit sekarang!!!".

Zein langsung meletakkan gelas yang tengah ia bawa, dan mengambil Ketrin dari pangkuan Rayas dengan cepat.

"Apa kamu membawa kendaraan? kita harus segera membawanya ke rumah sakit" Zein yang langsung berdiri dan berjalan menuju ke luar rumah, kembali menengok ke belakang, dan bertanya pada Rayas, yang sedang sibuk mengendalikan pikirannya yang kacau karena terkejut melihat kondisi Ketrin.

"Hei!!! apa kamu membawa kendaraan?? aku bertanya padamu, apa yang sedang kamu lakukan berdiam diri di sana? bukankah aku tadi bilang untuk membantuku membawa Ketrin ke rumah sakit sekarang juga".

Kemudian Rayas langsung tersadar dan kembali fokus pada Zein dan Ketrin.

"Aaaah,,,, maafkan aku, tapi aku tidak membawa kendaraan saat menuju kesini". Rayas berjalan mendekat ke arah Zein dan berbicara dengan terbata.

"Ah,,,,, apa yang harus kita lakukan sekarang???" Zein sudah betul- betul panik dan tidak tahu harus berkata apa.

"Baiklah kamu telpon ambulance sekarang, Cepat !!!! kita sudah terlalu lama membiarkan Kak Ketrin pingsan seperti ini". Dengan nada yang tersengal, Zein kembali meminta pertolongan kepada Rayas.

"Aku juga tidak bawa ponsel, aku betul-betul tergesa-gesa datang kemari, maafkan aku". Rayas merasa sangat tidak berguna ketika ia harus bersikap seperti manusia biasa.

"Lebih baik sekarang kamu keluar mencari pertolongan, biar aku yang menjaga kakakmu" Zein langsung membopong kakaknya ke atas kasur, dan langsung berlari keluar tanpa berpikir panjang lagi.

"Aku bisa mengobatinya sekarang, sebelum Zein kembali dengan pertolongannya yang mungkin akan terlambat untuk keselematan Ketrin" Dalam hati Rayas berbicara sendiri karena sangat tidak mungkin memberikan pertolongan pada Ketrin disaat Zein ada di sana dan melihat segalanya.

Segera Rayas mendekat pada Ketrin dan memberikan seluruh kemampuannya untuk kesembuhan Ketrin. Namun di saat tangannya menyentuh kulit lembut Ketrin, terdengar suara di telinga Rayas.

"Kamu tidak berhak menyelamatkan hidup seseorang, kematian adalah urusan Dewa Takdir, tugasmu hanya melindunginya, seharusnya kamu tidak membuat dia ada dalam kondisinya seperti sekarang". Sosok yang juga tak kasat mata dari dunia dewa, telah mengingatkan, bahwa apa yang sedang Rayas lakukan merupakan kesalahan besar.

"Tidak ada waktu untuk itu, lebih baik kamu diam" Rayas melanjutkan upaya penyelematannya, tanpa menggubris apa yang baru saja dikatakan sesamanya.

Keluar cahaya berwarna hitam dari tubuh Ketrin, seraya dengan di susulnya wajah Ketrin yang mulai terlihat segar, sebelumnya wajah itu betul-betul pucat, seperti sudah tidak ada lagi darah yang mengalir di tubuh Ketrin.

Perlahan Ketrin membuka matanya, ia belum bisa begitu jelas melihat sosok yang tengah berdiri di hadapannya.

"Zein???? Apa yang terjadi padaku???" Ketrin megulurkan tangannya, ingin di bantu untuk bangun dari ranjangnya.

"Lebih baik kamu istirahat, biarkan tubuhmu terbaring sejenak, agar aliran darahmu lancar". Rayas tidak menjawab pertanyaan Ketrin dan hanya meminta Ia untuk tetap tidur.

"Kamu siapa?" Mata Ketrin mulai melihat jelas, siapa orang yang sejak tadi berdiri di hadapannya, dan itu bukanlah adiknya, Zein.

"Ah... A...aku, aku hanya kebetulan lewat saat adikmu begitu panik di luar tadi, mengetahui kakaknya pingsan, dan aku mencoba membantunya". Rayas menjawab sekenanya, dia tidak bisa berpikir apa yang harus ia katakan saat dalam situasi seperti saat itu.

Dan ini untuk pertama kalinya Ia berkomunikasi secara langsung bersama Ketrin setelah 18 Tahun melindunginya. Rayas terlihat sangat gugup dan juga terkejut dengan tatapan mata Ketrin, yang begitu tajam memandangnya dari jarak yang begitu dekat.

"Waaah kenapa tatapannya betul-betul berbeda, aku harus berhati-hati sepertinya" Gemuruh di dalam hati Rayas, merasakan perbedaan yang tidak ia mengerti dari tatapan Ketrin padanya.

Ketrin terus melihat wajah Rayas, ia seperti tengah meneliti siapa pria yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.

"Lalu dimana adikku? dimana Zein?" Setelah beberapa saat terus memandangi dan memperhatikan wajah Rayas, Ketrin bertanya soal adiknya.

"Dia sedang keluar mencari bantuan...." Saat Rayas bahkan belum menyelesaikan pembicaraannya, terdengar suara orang berlari masuk ke rumah.

"Sini lu cepet!!! bantu gw angkat Kak Ketrin" Rayas membawa dua orang temannya yang memiliki sepeda motor, bermaksud untuk membawa Kakaknya ke rumah sakit menggunakan motor pinjaman itu.

Namun saat dia tiba di kamar, dia terkejut melihat kakaknya telah sadar, ia langsung mendekat dan naik ke atas ranjang, memegang dan membalikan wajah Ketrin ke arah kiri-kanan, seperti sedang meneliti sesuatu, yang mungkin bisa ia lihat di wajah kakaknya itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan?? apa kamu akan membuatku kembali pingsan dengan tindakanmu ini? hentikan!!! singkirkan tanganmu itu!!!" Ketrin kesal saat menerima perlakuan Zein yang begitu membuatnya tidak nayaman.

"Bagaimana bisa kamu langsung sadar dan baik-baik saja seperti sekarang?? apa kamu tahu?? tadi kamu terlihat seperti mauat, putih, pucat, aku berpikir bahkan sudah tidak ada darah yang mengalir di tubuhmu, aku pikir kamu akan mati". Zein menjelaskan situasi Ketrin saat ia meninggalkan rumah untuk mencari pertolongan tadi.

"Apa kau gila, aku tidak apa-apa, tidak perlu berlebihan, aku hanya pingsan doang, apa kamu ingin aku cepat mati?". Zein akhirnya segera turun dari ranjang dan mengajak kedua temannya untuk keluar dari kamar Ketrin.

Saat akhirnya Zein kembali ke kamar, dia langsung bertanya kembali kondisi Ketrin saat itu.

"Apa betul kamu sudah baik-baik saja Kak? apa betul, aku tidak perlu khawatir lagi sekarang?" Zein duduk di dekat Ketrin, melewati Rayas yang sedari tadi berdiri di samping ranjang.

"Sudahlah, jangan berlebihan, aku tidak apa-apa" Ketrin kemudian menghela nafas dalam dan kembali menutup matanya, merasakan seluruh tubuhnya, dia kembali ingat apa yang ia rasakan pada tubuhnya sebelum ini.

Next chapter