Zulaikha menatap wajah cantiknya di pantulan cermin. Hijab segiempat warna pink itu kini menjadi penutup kepalanya. Cantik, Zulaikha memang sangat cantik. Senyumnya begitu indah, kedua matanya begitu bulat dan hitam pekat. Lesung pipi seakan tak mau kalah menghias indahnya wajah gadis cantik yatim piatu itu.
"Bismillahirrahmanirrahim. Kuserahkan semuanya pada-Mu, Yaa Allah." Zulaikha berkata dengan pelan. Dadanya berdebar kencang menuju pertemuan dengan sosok pemuda tampan bernama Yusuf.
Ya, tepat di hari ini Zulaikha akan ta'aruf dengan Yusuf. Untuk pertama kalinya gadis cantik itu akan bertemu dengan calon suami pilihan gurunya. Tentunya hal ini membuat Zulaikha sangat gugup dan gerogi. Bagaimana pun, ia harus terlihat sempurna dan seolah baik-baik saja di hadapan Yusuf dan kedua orang tuanya.
"Semangat, sayang. Aku yakin ini memang pilihan yang tepat. Pokoknya jangan lagi pikirkan soal si Zamzam, pria itu sekarang sudah pergi entah ke mana. Kamu harus kuat dan tunjukkan bahwa kamu bisa menemukan pria yang lebih tepat menurut Allah," ucap Syifa seraya menyentuh bahu sahabatnya itu.
Zulaikha tersenyum simpul, "Insyaa Allah, Syi. Setelah kupikir-pikir, memang tidak selayaknya aku berlarut-larut dalam kesedihan yang tiada gunanya. Kamu benar, Syi. Aku harus tunjukkan bahwa aku bisa tanpa Aa Zamzam," balas Zulaikha yang kini tampak sudah siap menghempaskan Zamzam dari kehidupannya.
"Alhamdulillah, semoga semuanya lancar, ya. Kamu adalah santriwati yang paling beruntung, Zulai. Tapi, aku tidak iri dan benci padamu karena itu. Aku akan tetap mendukung dan mendoakan kebaikanmu," ucap Syifa penuh ketulusan.
"Terima kasih, Syi. Kamu memang sahabat yang Allah kirim untuk selalu berbuat baik padaku," balas Zulaikha sembari memeluk hangat sahabatnya itu.
Syifa tersenyum dengan hangat. Ia pun mengusap lembut punggung sahabatnya itu, "Zulai, kalau nanti kau jadi menikah dengan Yusuf, aku harap kau tidak akan melupakanku. Tetaplah jadi Zulaikha yang aku kenal, ya," ucapnya dengan suara yang bergetar menahan tangis.
"Jangan bicara seperti itu, Syi." Zulaikha melepaskan pelukannya lalu menatap serius wajah Syifa, "Aku tidak akan pernah berubah! Aku akan tetap menjadi Zulaikha yang selalu ceria dan penuh tawa. Dan kau, akan tetap menjadi sahabatku sampai kapan pun! Aku tidak akan pernah melupakanmu, Syi," lanjutnya yang kemudian menyunggingkan senyuman manisnya.
Syifa mengangguk kecil. Sebagai seorang sahabat, tentunya ia akan sangat merasa sedih jika Zulaikha benar-benar akan menikah dan meninggalkannya di sana. Banyak kenangan yang telah mereka lalui bersama.
"Berjanjilah untuk tetap menjadi Zulaikha yang kuat, pintar dan selalu tersenyum!" pinta Syifa sambil mengacungkan kelingkingnya.
Zulaikha tersenyum lantas mengangguk, "Janji!" jawabnya sambil menautkan kelingkingnya pada kelingking sahabatnya.
"Zulaikha, Nyai Hajah memanggilmu," ucap seorang santri.
Zulaikha menolehkan wajahnya sedikit kaget, "Benarkah? Subhanallah, aku tegang sekali," selorohnya sambil mengarahkan wajahnya pada cermin.
"Sudah cantik, Yusuf pasti langsung terpesona padamu," ucap Syifa sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
"Ah, kamu bisa saja. Cantik menurut kamu, belum tentu menurut Yusuf," seloroh Zulaikha yang tampak tersipu malu.
"Percayalah padaku. Zulaikha memiliki pesona yang luar biasa. Sama seperti Zulaikha istri Nabi Yusuf. Maa Syaa Allah," puji Syifa yang tampak menyemangati.
Zulaikha tersenyum, "Aamiin. Ya sudah, kalau gitu sekarang aku akan temui Nyai dulu, ya. Jangan-jangan Yusuf sudah datang," ucapnya sambil merapikan gamis yang ia kenakan.
"Semangat!" sorak Syifa yang turut mengantar Zulaikha sampai ke depan pintu masuk rumah guru mereka.
Di ruang tamu, Yusuf dan kedua orang tuanya tampak sudah berada di sana. Pemuda tampan itu sedari tadi hanya diam tanpa kata. Mulutnya seakan sedang terkunci rapat dan mahal sekali untuk berbicara. Tetapi, jika ada yang bertanya, ia tetap menjawab.
"Sebentar lagi kau akan bertemu dengan calon istrimu, Cup. Dia gadis yang cantik dan pintar. Sudah hafal tiga puluh juz Al-Quran," ucap Nyai Hajah memuji Zulaikha di hadapan Yusuf.
Yusuf mengangguk sambil tersenyum dengan terpaksa, "Tidak ada yang lebih cantik dari Medina-ku!" protesnya dalam hati.
"Bisa cepat datangkan calon menantu kami, Nur?" Umi Maslihah tampak mendesak dan nyaris tak sabar.
"Oh, tentu saja, Teh Hajah. Sebentar, aku akan bawa dia kemari," jawab Nyai Hajah yang kemudian beranjak dari duduknya.
Yusuf menatap jengah dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang sedang ia hadapi saat ini. Jika kedua orang tuanya tidak selalu mengancam dan mengiba, sudah pasti ia tidak akan mau dijodohkan seperti ini.
Beberapa detik kemudian...
Nyai Hajah berjalan pelan bersama seorang gadis cantik di belakangnya. Gadis bernama Zulaikha itu tampak menundukkan wajahnya dalam. Detak di jantungnya semakin menjadi saat ia mulai mendengar suara Abah Yai dengan kedua orang tua Yusuf sedang berbincang-bincang.
"Ayo, Zulai. Tunjukkan senyum yang ramah di hadapan Yusuf dan kedua orang tuanya," pesan Nyai Hajah sambil menggandeng tangan santrinya itu.
Zulaikha mengangguk, "Baik, Nyai," jawabnya pasrah.
Langkah demi langkah telah ia lalui. Kini, tiba saatnya ia menampakkan diri di hadapan Yusuf dan kedua orang tuanya. Suasana tiba-tiba terasa mencekam dan begitu tegang baginya saat ini. Tangannya begitu gemetar menahan gugup, detak di jantungnya tak bisa diajak kompromi.
"Yusuf, Kang Haji, Teh Hajah, ini dia gadis bernama Zulaikha," ucap Nyai Hajah sambil menggandeng Zulaikha berdiri di hadapan Yusuf dan kedua orang tuanya.
Zulaikha mengangkat wajahnya dengan perlahan. Senyuman termanis kini mengembang di wajah cantiknya. Dua lesung pipi pun tercipta di sana.
"Assalamualaikum," ucap gadis cantik itu dengan lembut.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh," jawab kedua orang tua Yusuf sambil menatap ramah dan penuh kehangatan.
Sementara Yusuf, ia terpaksa menatap wajah cantik Zulaikha sambil menyunggingkan senyum setelah beberapa detik menatap datar. Pemuda tampan itu bahkan seperti tidak tertarik pada gadis yang cantiknya luar biasa. Entah karena ia hanya mencintai Medina, atau karena ia malu menunjukkan kesan yang sebenarnya ia rasakan.
"Maa Syaa Allah, cantik sekali," puji Umi Maslihah sambil tersenyum ramah.
Zulaikha menunduk malu dan salah tingkah. Kini, rona merah di pipinya pun kembali tercipta. Dengan pelan ia melangkah mendekati kedua orang tua Yusuf lalu menyalami tangannya.
"Kok Yusuf-nya dilewati?" goda Abah Yai sambil tersenyum usil.
Zulaikha tersentak kaget, ia tampak membulatkan kedua bola matanya penuh dan menatap tak mengerti. Tentunya ia selalu diajarkan untuk tidak bersentuhan dengan pria yang bukan mahramnya.
"Mereka belum menjadi pasangan halal, Abah," ucap Nyai Hajah menyelamatkan Zulaikha dari kebingungannya.
Abah Yai terkekeh. Begitu pun dengan dengan kedua orang tua Yusuf. Sepertinya mereka langsung setuju dan tertarik dengan Zulaikha.
"Zulai, pemuda ini namanya Yusuf. Dia keponakan Nyai. Dan ini, kedua orang tuanya." Nyai Hajah memperkenalkan Yusuf dan kedua orang tuanya.
Zulaikha mengangguk sopan, "Maa Syaa Allah. Salam kenal, Umi, Abi. Saya Zulaikha," balasnya dengan lembut dan ramah.
Buya Salahuddin dan Umi Maslihah tampak tersentak sambil mengangguk, sementara Yusuf hanya menatap kosong pada vas bunga di hadapannya. Ia begitu cuek dan nyaris tak peduli dengan gadis cantik yang berdiri tak jauh dari dirinya.
BERSAMBUNG...