webnovel

Menggapai Cinta Yusuf

Zulaikha Khanza adalah seorang santriwati di sebuah pondok pesantren Daarul Qur'an. Usianya baru 18 tahun, tapi ia sudah dijodohkan dengan seorang pemuda tampan keponakan gurunya. Beberapa hari sebelumnya, ia ditinggalkan oleh sang kekasih yang memilih menikahi wanita lain. Hal itu membuatnya sulit menerima kenyataan dan juga sulit melupakan sang mantan. Akan tetapi, ia juga tidak bisa menolak keinginan gurunya. Dengan terpaksa, Zulaikha pun menerima perjodohan antara dirinya dengan keponakan gurunya yang bernama Yusuf. Yusuf sendiri usianya sudah 27 tahun. Ia pun sebenarnya sama dengan Zulaikha, memiliki seorang kekasih yang sudah lama meninggalkannya ke Kairo-Mesir. Tetapi, Yusuf dipaksa untuk segera menikah oleh kedua orang tuanya. Sebab, pemuda tampan berwajah Pakistan itu adalah putra satu-satunya yang harus meneruskan perjuangan sang Abi mengurus pondok pesantren. Pernikahan tanpa cinta itu pun terjadi. Keduanya sama-sama terpaksa. Tetapi, Zulaikha melakukan itu semua hanya karena Allah. Setelah menikah, Zulaikha yang bersifat manja dan periang itu nyaris dibuat geram oleh sikap Yusuf yang dingin dan cuek padanya. Yusuf benar-benar jarang sekali mengajak Zulaikha bicara. Bahkan setelah menikah, Yusuf tak pernah tidur seranjang dengan Zulaikha. Pria tampan itu lebih memilih tidur di sofa, terkadang tidur di kamar lain. Akan tetapi, walau sikap Yusuf selalu cuek dan seperti tak menganggap Zulaikha sebagai istrinya, wanita cantik berkulit putih itu tak mau menyerah untuk mengambil hati dan simpatik suaminya. Berbagai macam cara ia lakukan agar sang suami mau membuka hatinya dan menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya. Yusuf sendiri masih belum bisa melupakan kekasih yang meninggalkannya ke Kairo. Hingga beberapa bulan saat ia telah menjadi suami Zulaikha, tiba-tiba saja sang kekasih kembali pulang ke Indonesia. Hal itu membuat hubungannya dengan kekasihnya—Medina, kembali membaik. Yusuf tidak memberitahu Medina bahwa dia sudah menikah, dan tentunya ia pun tidak memberitahu Zulaikha bahwa dirinya telah kembali menjalin hubungan dengan Medina. Zulaikha yang periang dan keras kepala itu benar-benar tidak tahu bahwa sang suami sedang mempermainkannya. Hingga pada suatu hari, Zulaikha menemukan sesuatu yang membuatnya tahu hubungan Yusuf dengan Medina. Hal itu membuatnya marah besar dan tak terima, sehingga ia berani melabrak Yusuf dan Medina. Tak puas sampai di situ, Zulaikha pun memberitahu kedua orang tua Yusuf tentang perselingkuhannya dengan Medina. Perang dalam rumah tangga Zulaikha dan Yusuf terjadi cukup lama. Hingga Zulaikha memilih pergi dari rumah suaminya karena ia merasa sia-sia mempertahankan pernikahannya yang rumit itu. Yusuf merasa kehilangan sosok Zulaikha yang selalu setia dan tulus mencintainya, hingga hal itu membuatnya tersadar bahwa cinta yang sesungguhnya adalah milik Zulaikha. Dan setelah itu, Yusuf pun meminta maaf pada istrinya. Ia berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang kedua kalinya.

NihayatuZain99 · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
7 Chs

Bab 3

Zulaikha berlari dengan cepat menuju loteng cinta. Loteng di mana tempatnya merenung dan tafakur. Air matanya masih mengalir deras. Tetapi, bukan air mata kesedihan dan sakit hati seperti yang terjadi beberapa hari lalu saat Zamzam mengakhiri hubungan dengannya. Melainkan air mata terharu, bahagia, bingung dan takut. Semua itu bercampur menjadi satu.

"Yaa Allah! Berikanlah jalan terbaik bagi hamba. Hamba benar-benar bingung dengan keputusan yang telah terjadi. Haruskah hamba menjadi istri dari seorang Ajengan? Pantaskah hamba menerima perjodohan ini? Hamba sungguh lemah dan tidak memiliki apa-apa. Hiks hiks hiks!" Zulaikha merintih dalam tangis.

Gadis cantik pemurah senyum itu kini tampak menangis tersedu-sedu. Suatu kebanggan tersendiri karena bisa menjadi pilihan Nyai Hajah. Dan hal itu sungguh sangat Zulaikha syukuri. Tetapi, ada hal yang membuatnya sedikit berat untuk menikah secepatnya dengan Yusuf. Ia, masih memiliki perasaan pada Zamzam. Masih memikirkan pria yang bukan mahramnya itu. Akan tetapi, ia juga tidak bisa menolak tujuan baik yang telah Allah beri padanya.

"Jika aku menikah dengan keponakan Nyai, itu artinya aku harus menghempas jauh-jauh Aa Zamzam dari pikiran dan kehidupanku. Tetapi, aku sungguh takut. Takut tidak bisa melakukan itu. Yaa Allah!" ucap Zulaikha dengan suara yang serak karena menangis.

Sungguh berat situasi yang saat ini Zulaikha hadapi. Bagaimana pun, seorang istri harus menaati perintah suaminya. Hanya mencintai suaminya, hanya memikirkan suaminya, tidak boleh ada pria lain dalam hatinya. Dan semua itu membuat Zulaikha takut tidak bisa melakukannya. Ia takut sampai menikah nanti, perasaan dan pikirannya masih fokus pada Zamzam.

"Huft!" Zulaikha menarik napas lalu membuangnya berat. Mencoba menenangkan jiwanya yang sedang terombang-ambing di lautan dilematis.

•••

Di bilik lain, seorang pemuda tampan sedang uring-uringan menahan kesal di dadanya. Bagaimana tidak, di usia yang sudah dewasa, pemuda itu masih saja diatur-atur oleh kedua orang tuanya. Ya, pemuda itu adalah Yusuf Al-qaradawi. Keponakan Nyai Hajah Nur Aini itu baru saja dibuat kesal oleh kedua orang tua dan kakaknya. Pasalnya, ia terus-terusan dipepet dan dipaksa untuk menikah secepatnya. Padahal, ia tidak ingin menikah dengan siapa pun selain dengan Medina.

"Kenapa mereka semua tidak mengerti pada perasaanku? Memang ini zaman Siti Badriah? Eh, maksudnya Siti Nurbaya? Astaghfirullahaladzim! Kenapa masih ada kata perjodohan di dunia ini. Ck! Menyebalkan!" decak Yusuf sembari mengusap wajahnya kasar.

Pemuda tampan berusia dua puluh tujuh tahun itu benar-benar tak ingin menikah dengan siapa pun. Ia hanya ingin menikah dengan sang kekasih yang sedang menempuh studi di Kairo-Mesir. Tetapi, beberapa hari ini, kedua orang tuanya memaksa dirinya untuk segera menikah. Tentu saja hal itu langsung ia tolak mentah-mentah.

"Medina masih kuliah di Mesir. Harusnya mereka semua sabar menunggu kekasihku yang cantik itu. Kenapa harus buru-buru sekali, sih? Kalau bukan dengan Medina, lalu dengan siapa aku akan menikah?" Yusuf mengoceh ria di dalam kamarnya.

Sebagai seorang putra bungsu Kiyai besar, Yusuf banyak disukai oleh banyak wanita. Bukan saja karena sanad keturunannya yang baik, tapi juga karena wajahnya yang tampan penuh pesona. Hidung mancung, bibir tipis pink alami, kulit putih, mata bulat dengan bulunya yang lentik, tubuh kekar dan tinggi. Aduhai, siapa yang tidak jatuh cinta dengan pesona dari seorang Yusuf? Pemuda tampan itu nyaris sempurna. Tetapi, tidak ada yang sempurna selain Allah subhanahu wa ta'ala.

Tok-tok-tok!

Terdengar ketukan pintu yang berhasil membuat Yusuf sedikit tersentak kaget. Ia yang sedang mondar-mandir di dalam kamarnya tampak berdecak kesal.

"Ck! Siapa lagi, sih?"

"Assalamualaikum, Yusuf!" ucap seseorang di dapan kamar Yusuf.

Yusuf memutar bola matanya malas dan membuang napasnya kasar, "Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh," sahutnya dengan suara yang pelan dan malas-malas. Ia mendengar suara sang kakak yang memanggilnya.

Ceklek!

Pemuda tampan itu pun membuka pintu kamarnya. Sang kakak yang sudah menikah itu tampak berdiri di hadapan adiknya.

"Ada apa lagi?" tanya Yusuf sewot. Wajahnya tampak judes dan begitu dingin.

Kak Nurul menatap tajam pada adik satu-satunya itu. Sejurus kemudian ia pun menarik napas lalu membuangnya berat, "Huft!"

Yusuf bersandar pada dinding, wajahnya ia buang ke udara. Seakan malas menatap sang kakak yang juga memaksanya menikah secepatnya.

"Umi sama Abi ingin bicara," ucap Kak Nurul penuh penegasan.

Yusuf mendelikan matanya lalu menatap sebal pada kakaknya, "Bicara apa lagi? Bicara soal menikah? Sudah Yusuf katakan bahwa sampai kapan pun Yusuf tidak akan menikah jika bukan dengan Me—" belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, dengan cepat Kak Nurul menyelanya.

"Ini penting! Menyangkut pondok pesantren milik Abi," sela Kak Nurul penuh penekanan.

Yusuf memutar bola matanya malas, "Jangan berbohong!" tegasnya dengan tatapan penuh ancaman.

"Ya Allah! Untuk apa sih Kakak bohong, Cup? Umi sama Abi memang ingin membicarakan soal pondok pesantren ini. Dan apakah kau tahu? Setelah ini, siapa yang akan menjadi pemilik sekaligus pemimpin pondok pesantren ini?" ujar Kak Nurul setengah menekan ucapannya.

Yusuf menggeleng, "Kak Nurul, mungkin. Kalau memang benar, Yusuf sangat ikhlas lahir dan bathin!" ucapnya.

Kak Nurul tersenyum kecil, "Kakak sih maunya gitu. Tapi kan Kakak sudah menikah dan kami sudah merintis pondok pesantren di kediaman kami. Jadi, tidak mungkin Kak Nurul yang akan menjadi pemimpin di pondok pesantren ini," ujarnya yang berhasil membuat Yusuf mengerutkan dahinya.

Yusuf tampak terdiam dan mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut kakaknya itu. Tentunya mudah disimpulkan, jika Kak Nurul tidak bisa menjadi pemilik sekaligus pemimpin pondok pesantren Roudhotul Jannah, maka itu artinya Yusuf sendiri yang akan menjadi penerus Abinya.

"Apa? Jadi maksud Kak Nurul, yang akan menjadi penerus Abi...." Yusuf tak segera melanjutkan ucapannya. Ia tampak masih sedikit berpikir.

Kak Nurul tersenyum tipis, "Kalau penasaran, cepat temui Abi sama Umi di ruang keluarga. Kak Nurul juga ikut gabung," ucapnya yang kemudian berlalu dari hadapan adiknya.

Yusuf tampak mengusap wajahnya kasar. Tentu saja ia pun penasaran dengan apa yang akan Abi dan Uminya bicarakan. Hingga hal itu membuatnya segera melangkahkan kaki menyusul Kak Nurul yang sudah lebih dulu meninggalkannya ke ruang keluarga.

Di ruang keluarga, Abuya Salahuddin tampak sedang duduk di samping istrinya—Maslihatul Fitriyani. Sedangkan Kak Nurul duduk di hadapan keduanya.

"Sudah diajak ke sini?" tanya Umi Maslihah pada putri sulungnya.

"Sudah, Umi. Tapi, dia sempat ngomel dan menyangka bahwa Umi sama Abi akan membicarakan soal pernikahan lagi," jawab Kak Nurul.

Umi Maslihah dan Buya Salahuddin tampak tersenyum dan saling beradu pandang.

"Memang benar, itu pun akan kembali kami bahas," ungkap Buya Salahuddin.

Kak Nurul tanpa manggut-manggut tanda mengerti. Tentu saja ia pun akan mendukung keinginan kedua orang tuanya.

BERSAMBUNG...