webnovel

Mengejar Cintamu

“Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Jika di hatimu hanya ada dia?” Hanya satu pertanyaan itu yang tidak bisa dijawab dengan cepat oleh Alekta Suryana. Dia hanya bisa terdiam dalam duduknya dan masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih.

macan_nurul · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
331 Chs

23. Ciuman Terakhir

Alekta hanya diam di dalam mobil, dia tidak tahu harus berkata apa. Lagi pula dirinya benar-benar tidak memerlukan bantuan Elvano untuk kembali ke rumah karena dia bisa menggunakan taksi.

Ponselnya berdering, Alekta langsung mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah sang ibu yang sedang berada di luar kota. Terdengar suara seorang ibu yang khawatir akan keadaan sang putrinya.

"Bu, bisakah tenang sedikit! Aku tidak apa-apa, ini hanya retak sedikit dan aku sedang menuju rumah. Semuanya sudah terkendali, bersenang-senanglah di sana. Nikmati kebersamaan kalian berdua ... Bu, berjanjilah padaku untuk tidak kembali sebelum waktu yang dijadwalkan," ujar Alekta dengan panjang lebar pada sang ibu yang berada di seberang telepon.

Terdengar helaan napas sang ibu, yang sebenarnya dia ingin segera kembali ke rumah untuk merawat putrinya. Namun, apa daya semua pekerjaan sang suami belum selesai.

Sang ibu pun bingung mengapa Alekta mengatakan pada dirinya untuk menikmati kebersamaan mereka berdua. Mengapa putrinya bisa berpikir seperti itu di saat dirinya sedang terluka.

Alekta pun kembali berkata pada sang ibu untuk tidak perlu khawatir. Setelah mengatakan semuanya dia pun menutup sambungan teleponnya. Karena jika tidak seperti itu sang ibu akan terus mengatakan kekhawatirannya akan dirinya.

Mobil terhenti tepat di depan rumah Alekta, asisten Elvano pun memasukkan mobilnya ke halaman rumah sehingga tidak terlalu jauh untuk Alekta berjalan karena kakinya masih belum bisa digerakkan dengan bebas.

Pintu mobil terbuka lebar dan yang membukakan hati adalah asisten dari Elvano. Alekta berusaha untuk berdiri dengan memegang pada bagian mobil. Namun, kakinya masih terasa nyeri dan akhirnya dia kembali terduduk di kursi mobil.

Tanpa banyak kata Elvano turun dari mobilnya lalu menggendong Alekta dan berjalan memasuki rumah. Seorang pelayan membukakan pintu rumah, dia pun berjalan mengikuti arahan pelayan itu menuju kamar Alekta.

"Turunkan aku ... aku sudah bisa berjalan sendiri," ucap Alekta pada Elvan.

"Tanggung," jawabnya singkat.

"Jangan memberikan perhatian padaku karena aku tidak membutuhkan itu," ujar Alekta.

Elvano sedikit kesal dengan Alekta, dia berpikir apa yang ada di pikiran wanita ini. Mengapa bisa-bisanya berkata seperti itu pada dirinya. Padahal dia saksama sekali tidak memberikan perhatian padanya. Ini semua dilakukan hanya sebagai sifat seorang pria yang tidak bisa membiarkan seorang wanita kesulitan.

"Apa aku memberikan perhatian yang lebih padamu?" tanya Elvano dengan nada dinginnya.

"Hah? Kau tidak menyadari apa yang sudah kau lakukan sendiri?" timpal Alekta.

Elvano menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah ruangan yang sudah dibukakan pintunya oleh pelayan. Dia pun melanjutkan kalimatnya langkahnya memasuki kamar itu yang merupakan kamar Alekta.

Dia merebahkan tubuh Alekta di atas tempat tidur, setelah itu dia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Itu membuat Alekta semakin tidak mengerti dengan sikap pria itu dan itu sangat menyebalkan baginya.

***

Matahari sudah mulai tenggelam, Alekta hanya bisa duduk di atas tempat tidur. Namun, dia masih bisa berjalan sedikit demi sedikit menggunakan tongkat yang baru saja di kirimkan oleh seseorang yang sudah membuatnya kesal. Siapa lagi jika bukan Elvano Mahardika.

"Masuk," Alekta menyuruh orang yang dibalik pintu kamarnya karena telah mengetuk.

Perlahan pintu kamar pun terbuka, dia memandangi pintu kamarnya untuk melihat siapa yang akan memasuki kamarnya. Matanya membulat saat melihat siapa yang perlahan memasuki kamarnya.

"Untuk apa lagi kau datang ke sini? Apakah para penjaga tidak menyuruhmu untuk pergi?!" tanya Alekta dengan nada dingin.

"Sayang, aku sangat merindukanmu. Aku mohon maafkan aku jika ada salah padamu," ucap pria itu dengan nada memohon.

"Hentikan semua sandiwaranya itu, Caesar! Aku sudah tidak bisa menemanimu dengan bermain peranmu itu!" timpal Alekta.

Caesar terus memohon pada Alekta karena dia benar-benar sangat mencintainya. Dia tidak ingin kehilangan lagi Alekta sebab itu membuatnya sangat tersiksa.

Alekta mulai jengah dengan apa yang dilakukan oleh Caesar. Dia pun menyuruhnya untuk pergi sebelum dia menyuruh pengawalnya untuk mengusir dia. Namun, Caesar tidak peduli dia langsung mencium Alekta dengan sangat lembut tetapi sedikit memaksa.

Plak! Alekta menampar Caesar yang sudah menciumnya. Dia tidak menyukai hal ini karena itu terlihat sangat memuakkan.

Caesar kembali mendekat lalu berkata, "Aku sangat mencintaimu, Sayang. Tidak peduli jika kamu menapaki atau menghajarmu, aku tetap mencintaimu."

Dia pun kembali mencium Alekta, entah mengapa dirinya tidak bisa menahan keinginannya untuk menikmati bibir yang selama ini sangat mudah didapatkan dari Alekta. Namun, mengapa begitu sulit kali ini.

Alekta kembali terbuai oleh permainan lembut Caesar. Dia pun mulai mengikuti permainan yang dilakukan oleh pria yang sangat diinginkannya itu tetapi itu beberapa hari yang lalu.

Dia tersadar lalu berusaha melepaskan ciumannya tetapi Caesar langsung memegang tengkuk leher Alekta dan terus menyerang dengan permainan yang tidak bisa ditolak olehnya. Rupanya itu benar, apa yang dilakukan Caesar tidak bisa ditolak oleh Alekta.

Ciuman Caesar semakin agresif dan membuat Alekta harus bisa mengimbanginya. Dia menjulurkan lidahnya dan berusaha untuk masuk ke dalam rongga mulut Alekta. Kedua lidah mereka pun saling bertaut.

Saat mereka menikmati permainan itu, Alekta tersadar akan apa yang sudah pernah dilihatnya. Yaitu Caesar yang sedang bersama wanita lain selain Kamila, itu bisa memperlihatkan siapa sebenarnya seorang Caesar.

Alekta menghentikan ciuman Caesar, dia mendorong perlahan tubuh pria itu. Ditatapnya dengan lekat dan dia kembali teringat wanita yang selalu berada di dekat Caesar selain dirinya.

"Kita akhiri saja semuanya dan ciuman tadi adalah yang terakhir. Lebih baik kau menyerah untuk bisa kembali padaku," jelas Alekta pada Caesar.

Dia tidak memberikan kesempatan pada pria yang ada di depannya itu untuk membela diri atau memohon untuk kembali bersama. Baginya sudah cukup bertindak bodoh dan plin-plan dalam menjalankan hubungannya dengan Caesar.

Caesar menatap Alekta, dia masih menginginkan wanita itu. Namun, setelah mendengar kata-katanya tadi membuat dia mundur. Mungkin semua rasa cintanya tidak terlihat kuat dia mata Alekta.

"Jika itu yang kau inginkan aku akan menurutinya dan aku pun tidak akan pernah menunjukkan diriku di hadapanmu. Meski akan terasa sulit bagiku untuk melupakan dirimu karena aku sangat mencintaimu, Alekta Suryana!" ungkap Caesar lalu berjalan pergi meninggalkan Alekta di kamarnya.

Alekta hanya bisa melihat kepergian pria yang sangat dicintainya itu tetapi pria itu juga sudah membuatnya sangat kecewa. Dia tahu jika dirinya pasti akan kesulitan untuk melupakan semua rasa cintanya pada Caesar.

"Entah aku bisa melupakanmu atau tidak. Karena di hatiku begitu besar nama yang kau torehkan. Mungkin aku tidak bisa lepas dari cintamu ini," gumam Alekta.