webnovel

Kembali Meminjam Uang

"Jangan bohong! Mana ayah atau ibu kamu?" Bentak laki-laki itu sambil memukul pintu.

"Ayah dirawat di rumah sakit, sedangkan Ibu lagi jaga Ayah disana." Jelas Tiara dengan bibir gemetar karena takut.

"Bukannya ayah kamu sedang menghindar atau sedang ngumpet karena nggak mau membayar hutang?" Ucap laki-laki itu dengan intonasi suara yang meninggi.

"Nggak, benar Ayahku sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan."

"Saya nggak mau tau, pokoknya Ayahmu suruh bayar hutangnya sebesar lima juta rupiah, plus bunganya sebesar satu juta lima ratus ribu secepatnya pada saya!" Laki-laki itu membentak Tiara lagi.

"Iy-iyya nanti akan saya sampaikan pada Ibu saya." Sahut Tiara dengan bibirnya yang gemetar.

"Oke, besok saya kesini lagi ya! Uang itu harus sudah ada atau sudah di transfer ke rekening saja."

"Iy-iyya ... "

Laki-laki itu langsung pergi begitu saja. Tiara langsung menutup dan mengunci pintunya, ia takut jika laki-laki itu melakukan sesuatu padanya karena di rumah ia hanya berdua bersama Erina.

"Tadi ada siapa sih, Kak?" Tanya Erina sambil membawa piring, lalu ia duduk di ruang tengah.

"Orang yang nagih hutang. Kakak takut, karena besok dia mau kesini lagi. Kak Zoya dan Ibu belum pulang lagi. Gimana dong?"

"Kakak telepon aja Kak Zoya!" Titah Erina.

Tiara langsung mengambil ponselnya yang berada di dalam kamar, lalu ia menghubungi sang kakak.

Drrttt ... Drrttt ...

Zoya merasakan getaran pada ponselnya. Ia masih berada di ruangan tempat Ayah Hendra di rawat. Ia keluar dari ruangan, lalu mengangkat panggilan dari adiknya itu.

[Hallo.]

[Iya, Kak. Gimana keadaan Ayah?]

[Alhamdulillah sudah di operasi dan Ayah sudah sadar.]

[Alhamdulillah.]

[Kak, tadi ada orang yang mau menagih hutang pada Ayah. Aku takut!]

[Siapa?]

[Aku nggak tau. Laki-laki tinggi besar, dia marah-marah karena ingin uangnya segera diganti oleh Ayah.]

[Berapa besar hutangnya?]

[Lima juta, plus bunganya satu juta lima ratus.]

[Astaghfirullah ... ]

[Kenapa, Kak?]

[Kakak bingung, uang dari mana sebanyak itu?]

[Aku takut Kak, karena besok orangnya akan datang lagi kesini.]

Zoya mengerti ketakutan sang adik, tapi ia juga bingung. Dari mana lagi ia mendapatkan uang sebanyak enam juta lima ratus ribu rupiah?

[Nanti Kakak bicarakan dulu pada Ibu ya.]

[Kakak atau Ibu cepat pulang ya, aku benar-benar takut cuma berdua di rumah sama Erina.]

[Oke, nanti Kakak pulang, ya]

[Yaudah, aku tunggu.]

[Iya. Kamu dan Erina hati-hati di rumah ya.]

[Iya.]

Zoya menutup teleponnya. Kini ia kembali harus dipusingkan dengan mengganti uang kepada rentenir itu. Zoya kembali berpikir, dari mana ia harus mendapatkan uang.

Lagi-lagi pikirannya tertuju pada Narendra, menurutnya hanya Narendra yang bisa menolongnya. Zoya kembali menelepon Atasannya itu.

Drrttt ... Drrttt ...

Narendra sedang membereskan pekerjaannya, karena ia akan pulang ke rumah.

"Zoya, ada apa lagi dia nelepon?"

Narendra langsung menggeser tombol hijau pada ponselnya untuk mengangkat panggilan dari Zoya.

[Hallo Zoya.]

[Iya, Pak. Maaf Pak ganggu.]

[Kamu lupa ya, kamu kan harus membiasakan memanggil saya dengan sebutan, 'Mas' ]

[Oh iya, maaf saya lupa.]

[Memangnya ada apa kamu menelepon saya?]

[Sebelumnya saya minta maaf. Saya mau kembali meminjam uang pada Mas.]

[Minjam uang? Berapa?]

[Enam juta lima ratus ribu rupiah, Mas.]

[Untuk apa?]

[Membayar hutang Ayah pada rentenir.]

[Kamu butuhnya kapan?]

[Kalau bisa hari ini, karena kalau besok takutnya rentenir itu datang lagi ke rumah saya.]

[Oke, biar saya langsung transfer ke rekening rentenir itu. Kamu kirimkan nomor rekeningnya ya!]

[Iya, Pak. Nanti saya tanyakan ke Ibu.]

[Oke. Ya sudah.]

[Terima kasih ya, Pak.]

[Iya.]

Zoya menutup teleponnya, ia masuk ke ruangan Ayah Hendra, ternyata sang ayah sedang tidur, lalu Zoya memanggil Ibu Ratna, Zoya ingin menyampaikan hal tersebut pada Ibunya.

"Ada apa?" Tanya Ibu Ratna saat mereka berdua sudah berada di luar ruangan.

"Tiara bilang, tadi ada rentenir yang datang ke rumah, lalu menagih uangnya agar segera dikembalikan."

"Astaghfirullah, sudah berapa hari lewat dari tanggal jatuh tempo." Ujar Ibu Ratna sambil memegang kepalanya.

"Memang, uang yang Ayah pinjam berapa, Bu?"

"Lima juta."

"Yang harus dibayarkan enam juta lima ratus, Bu."

"Ya Allah, uang dari mana lagi?" Ucap Ibu Ratna yang hatinya sedang menjerit. Permasalahan ekonomi seolah terus meliliti kehidupannya, hingga tak pernah usai.

"Pak Narendra katanya mau meminjamkan uangnya lagi, Bu." Ungkap Zoya.

Seketika mata Ibu Ratna membulat. "Oh ya? Yang benar?"

"Iya, benar."

Ibu Ratna pun tersenyum, entah apa yang harus ia berikan untuk membalas kebaikan Narendra.

"Ya Allah, beruntung sekali kamu dipertemukan dengan atasan yang seperti itu." Ucap Ibu Ratna.

"Iya."

Tidak ada alasan bagi Zoya untuk tidak menerima perjanjian pernikahan kontrak itu. Karena uang yang Narendra pinjamkan bagi Zoya sangatlah besar. Zoya harus bersiap dengan pernikahan yang sebentar lagi akan terjadi dalam hidupnya.

"Bu, aku minta nomor rekening rentenir itu, agar Pak Narendra langsung mentransfernya!"

Ibu Ratna membuka ponselnya, lalu ia menghubungi nomor handphone rentenir itu. Rentenir itupun memberikan nomor rekeningnya, lalu Zoya langsung mengirim nomor rekening tersebut pada Narendra.

Narendra yang masih memegang ponselnya, langsung mentransfer sejumlah uang yang Zoya sebutkan tadi, lalu ia mengirim bukti transfernya pada Zoya.

"Alhamdulillah, akhirnya bisa terbayarkan." Ucap Zoya, ia sangat bersyukur.

Zoya kembali masuk ke dalam ruangan, melihat Ayah yang masih tertidur, lalu ia berpamitan pada Ibu Ratna, ia ingin pulang ke rumah, ingin beristirahat karena besok ia harus bekerja.

"Ya sudah, kamu pulang aja. Kasihan juga adik-adikmu." Ucap sang ibu.

Zoya mencium punggung tangan Ibu Ratna, lalu ia pergi meninggalkan rumah sakit. Ia memesan ojek online untuk sampai di rumah, lalu ia menunggunya di luar.

Sedangkan Narendra, sedang berada di jalan menuju ke rumahnya. Ia sedang membayangkan jika kedua orang tuanya tahu kalau ia sudah punya calon istri, pastinya kedua orang tuanya senang.

Narendra sudah sampai di rumahnya, lalu ia langsung masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Hari ini sepi, karena Ibu Vita dan Ayah Zairi sudah kembali ke kampung. Narendra beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu ia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, ia duduk di ruang keluarga sambil membuka ponselnya.

"Bro!" Sapa Ferdi yang baru keluar dari kamarnya.

"Apa?"

"Ajarin gue nyetir mobil dong! Gue pengen bisa mengendarai mobil sendiri deh."

"Nanti aja kalau lo udah punya mobil sendiri." Tutur Narendra seraya memandangi adik sepupunya itu, lalu mata Narendra kembali menatap layar ponselnya

Ferdi duduk di samping kakak sepupunya itu, "justru itu gue pengen bisa dulu bawa mobil sendiri, mobil disini kan banyak. Bisalah gue pinjem satu untuk gue jalan-jalan dan kerja, nanti."