webnovel

Harus Siap Dinikahi

"Tapi gue nggak ada waktu buat ngajarin lo nyetir mobil. Lo kan bisa naik ojek atau taksi online kalau mau pergi kemana-mana." Lanjut Narendra.

"Kalau lo libur, kan ada waktu tuh untuk ngajarin gue. Please ajarin gue ya!'

"Kalau lagi libur, gue capek. Waktunya gue istirahat di rumah." Narendra tetap menolak mengajari Ferdi menyetir mobil.

"Atau, gue minta duit deh Bro, untuk gue kursus stir mobil. Gimana?" Ucap Ferdi yang tidak malu meminta uang pada sepupunya itu.

Narendra menghela nafas, menurutnya sepupunya itu banyak inginnya. Ingin kerja yang langsung berjabatan tinggi, lalu sekarang ingin bisa mengendarai mobil sendiri.

"Oke, nanti gue yang bayar biayanya untuk lo stir mobil." Tutur Narendra.

Narendra tidak keberatan jika disuruh membayar kursus stir mobil, tapi yang sebenarnya Narendra inginkan adalah, Ferdi bisa menjadi seorang laki-laki yang pekerja keras agar bisa menaklukkan kerasnya kehidupan di ibu kota, jadi jangan hanya mengandalkan Narendra untuk memenuhi keinginannya itu.

Di waktu yang sama, Zoya baru saja sampai di rumahnya, lalu Tiara dan Erina langsung menghampiri sang kakak yang sedang duduk di sofa ruang tamunya.

"Kak, gimana kalau besok orang itu datang lagi, aku takut!" Ucap Tiara.

"Tenang, hutangnya sudah dibayarkan. Orang itu besok nggak akan datang lagi kesini." Jelas Zoya.

"Serius Kak? Siapa yang membayarkan?" Tanya Tiara.

"Ada orang baik yang meminjamkan uang."

"Alhamdulillah, syukur deh." Tiara merasa tenang.

"Keadaan Ayah, gimana Kak?" Tanya Erina.

"Alhamdulillah sudah di operasi dan juga sudah sadar. Semoga bisa secepatnya pulang."

"Aamiin ... " Balas Erina.

Tiba-tiba Zoya teringat, jika Ayah Hendra sudah sembuh dan kembali ke rumah, itu artinya Zoya sudah harus bersiap untuk menyerahkan dirinya pada Narendra, ia harus sudah siap untuk dinikahi oleh atasannya itu.

"Kenapa sih, Kak?" Tanya Tiara yang melihat sang kakak seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Nggak, nggak apa-apa."

Zoya belum bisa bercerita pada kedua adiknya tersebut. Ia berlalu dari hadapan Tiara dan Erina.

Setelah itu, Zoya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya karena ia sudah tidak mandi dari kemarin sore, sampai-sampai Narendra berkomentar tentangnya, untungnya Narendra tidak mengatakan kalau duduk dekat Zoya tercium bau yang tidak sedap.

Setelah selesai mandi, Zoya menunaikan sholat maghrib.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Zoya yang disimpan di dalam tasnya bergetar, Zoya yang baru saja selesai sholat itu meraih ponselnya dan menerima panggilan dari Dhafin.

[Hallo Fin.]

[Iya Sayang. Gimana keadaan Ayah kamu?]

[Alhamdulillah Ayah sudah selesai di operasi dan sudah sadar.]

[Alhamdulillah, aku ikut senang. Maaf ya aku belum sempat menjenguk Ayahmu lagi.]

[Iya, nggak apa-apa kok.]

[Kamu masih ada di rumah sakit?]

[Aku baru aja pulang ke rumah.]

[Oh gitu. Zoy, maaf ya keluarga aku nggak bisa meminjamkan uang pada kamu untuk biaya pengobatan Ayah kamu.]

[Nggak apa-apa.]

[Lalu, kamu dapat uang untuk biaya operasi itu dari mana?]

[Pinjam sama Bos aku.]

[Alhamdulillah ada yang mau meminjamkan.]

[Iya.]

[Bos kamu baik banget ya, padahal kan kamu baru masuk kerja.]

[Iya, memang dia baik banget.]

[Beruntung banget kamu punya bos seperti itu, semoga kamu betah ya Sayang kerja disana.]

[Iya.]

'Andai kamu tau Dhafin, kalau aku harus merelakan diriku untuk dinikahkan dengan Bos aku itu.' Batin Zoya. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan air mata, tapi Zoya tidak ingin Dhafin mendengar kalau ia sedang menangis.

[Besok kamu masuk kerja kan?]

[Iya.]

[Ya sudah, kamu istirahat ya, Sayang!]

[Iya.]

[Bye Sayang.]

[Bye.]

Zoya menutup teleponnya, lalu tangisnya semakin pecah. Mengingat beban yang ia tanggung terasa sangat berat. Sebagai seorang anak perempuan pertama, ia harus kuat menghadapi semua permasalahan dalam hidup diusianya yang hampir memasuki kepala dua ini.

Zoya menghapus air matanya, ia tidak ingin Tiara dan Erina tahu kalau ia sedang menangis. Seorang kakak yang harus berpura-pura tegar di hadapan kedua adiknya, karena Zoya tidak ingin menularkan kesedihan pada kedua adik perempuannya itu, biarlah ia sendiri yang menanggungnya.

Drrttt ...

Ponsel milik Zoya kembali bergetar, Zoya membuka ponselnya itu. Kali ini ada chat di grup keluarga Ayah Hendra.

[Tante Lola : Assalamualaikum saudara-saudaraku, hari minggu besok acara arisan keluarga di mulai ya, perdana di rumahku. Datang ya semuanya!]

[Tante Mirna : Waalaikumsalam, oke Mbak. Aku dan keluarga insya Allah datang]

[Tante Fina : Wahh asyik banget nih kalau arisan dirumah Mbak Lola, aku dan keluarga pasti datang]

[Om Hadi : Siapkan makanan yang enak-enak ya, Mbak!]

[Tante Lola : Oke, tenang aja]

[Zoya : Karena ayah masih belum sembuh total, insya Allah aku yang akan datang ke rumah Tante Lola. Oh iya, aku belum mengabarkan kalau Ayahku mengalami kecelakaan dan sekarang masih dirawat di rumah sakit. Tolong doakan ya Om, Tante semua agar segera sembuh dan pulang ke rumah]

Zoya mencoba mengirim pesan seperti itu di grup keluarga Ayah Hendra, Zoya ingin tahu respon saudara-saudara Ayah. Zoya menunggu balasan tersebut, tapi ternyata tidak ada yang merespon pesan darinya, tidak ada yang peduli dengan Ayah Hendra. Apa karena Ayah Hendra mempunyai hutang pada mereka, lalu belum dilunasi? Zoya jadi menerka-nerka sendiri.

"Kak, aku lapar." Ucap Erina.

"Memangnya di kulkas udah nggak ada makanan apa-apa?" Tanya Zoya.

"Cuma ada telur, aku bosan dari kemarin hanya makan telur ceplok atau telur dadar."

Zoya membuka dompetnya, lalu ia melihat isi dompernya tersebut. Alhamdulillah masih ada uang untuk kedua adiknya makan.

"Nih uangnya, terserah kamu mau beli apa. Sekalian belikan untuk Tiara juga ya." Ucap Zoya seraya memberikan uang lima puluh ribu rupiah pada Erina.

"Kakak mau aku belikan apa?" Tanya Erina.

"Kakak nggak usah dibelikan apa-apa, takut uangnya kurang." Zoya mengalah pada adiknya, tidak apa-apa jika ia hanya makan nasi putih saja untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Erina berlalu dari hadapan Zoya, lalu Zoya kembali bersedih. Selain ingin membahagiakan kedua orang tuanya, ia juga ingin membahagiakan Tiara dan Erina, walau hanya memberikan mereka berdua uang jajan. Zoya tidak ingin kedua adiknya itu kelaparan.

Di waktu yang sama, Ayah Handra sedang membuka matanya, ia sudah merasa tidak betah berada di rumah sakit, ia segera sembuh lalu kembali ke rumah.

"Bu, Ibu!" Ayah Hendra membangunkan Ibu Ratna yang sedang tertidur di dekatnya. Ibu Ratna memang lelah sekali karena terus menerus menjaga Ayah di rumah sakit.

Ibu Ratna membuka matanya, lalu menegakkan kepalanya. "Ada apa, Yah? Mau ke kamar mandi?"

"Nggak. Bu, kapan sih Ayah pulang?"

"Ibu juga belum tau Yah, dokter juga belum bisa memastikan. Jika memang kondisi Ayah sudah benar-benar stabil, Ayah pasti bisa pulang secepatnya."