webnovel

Mencintaimu Dalam Diam

Ketika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, angkuh dan dikenal kejam oleh para mahasiswanya. Aiza menyimpan perasaan pada Arvino dan hanya melalui ucapan doa saja yang ia lakukan selama ini ketika mencintai Arvino karena Allah. Menyukai dalam diam bahkan mulai mencintai Arvino selama ini membuat Aiza harus menahan diri untuk tidak mengungkapkannya ketika dirinya mulai bersaing oleh banyak wanita yang mendekati Arvino dan menundukan pandangannya kepada yang bukan mahramnya. "Ya Allah. Maaf aku jatuh cinta."

Lia_Reza_Vahlefi · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
62 Chs

Chapter 29

"Berhenti!"

Suara yang kali ini terdengar sangat lantang membuat dua orang pria yang berniat mencelakai Aiza pun menoleh dan mendapati Arvino tengah menatap mereka dengan amarah.

Tentu saja marah karena Arvino tidak rela jika gadis sebaik dan sepolos Aiza akan di apa-apain oleh dua orang pria yang mabuk dan tak dikenal.

Rasa tenang dan bersyukur terucap didalam hati Aiza. Allah mengirimkan Arvino untuk menolongnya. Namun ada sedikit penyesalan dihatinya ketika ia melupakan kakak iparnya yang saat ini kebingungan mencari dirinya.

"Jangan ganggu dia! Lepaskan gadis itu!" bentak Arvino lagi.

"Kami tidak akan melepaskannya!" tanpa diduga, salah satu dari pria pemabuk tadi menarik pergelangan tangan Aiza kemudian menguncinya dari belakang.

Aiza meringis oleh deraian air mata yang ketakutan. "T-tolong lepaskan saya."

"Kami tidak akan melepaskan sebelum menyerahkan semua harta kalian!"

"Pak, jangan serahkan apapun!" cegah Aiza menatap Arvino.

"Berani-beraninya kamu hasut dia! Hah!" ucap pria tadi pada Aiza. "Nyawa atau harta?!" dan lagi, ia mengeluarkan pisau di balik jaketnya dan menodongkan kearah leher Aiza.

Aiza memejamkan kedua matanya yang sudah memanas karena akan menangis ketakutan.

Sebisa mungkin, Arvino bertindak hati-hati agar tidak gegabah. Pria tak dikenal didepan matanya ini sedang menodongkan senjata tajam pada Aiza. Jika tidak waspada, nyawa Aiza bisa melayang.

"Cepat! Kami tidak banyak waktu atau gadis ini akan mati!"

"Baiklah-baiklah tenang. Saya-"

"Angkat tanganmu!"

Dengan terpaksa, Arvino mengangkat kedua tangannya diatas kemudian salah satu pria yang sejak tadi belum mendapatkan tugasnya kini mulai menjalankan aksinya dengan mendekati Arvino dan mulai merogoh seluruh saku pakaiannya hingga menemukan sebuah ponsel dan dompetnya.

Pria itu segera mengambilnya bahkan Arvino tidak bisa berkutik meskipun ia hanya bisa diam tanpa melakukan perlawanan. Terlalu beresiko dan harta bukan segalanya bagi Arvino saat ini.

"Ini! Ambil saja gadismu!" dengan kasar, pria itu mendorong tubuh Aiza kearah Arvino hingga gadis itu jatuh kedalam pelukannya.

Arvino segera melepaskan Aiza dan membawa Aiza kebagian belakang punggungnya. "Pergi dari sini! Silahkan bawa semua harta saya!"

"Ck! tentu saja."

Kedua pria itu akhirnya pergi dengan membawa seluruh harta Arvino. Aiza memegang degup jantungnya yang masih syok ketika di todong pisau oleh perampok tadi. Hingga suara penegasan dari Arvino membuat Aiza terdiam sambil menundukkan wajahnya.

"Saya sudah bilang. Kamu itu perempuan, gak baik pulang malam-malam begini." kesal Arvino sambil berkacak pinggang. Ia menatap Aiza dengan tajam meskipun gadis itu terlihat menundukan wajahnya.

"Dan saya juga sering bilang. Kalau kamu menerima lamaran saya, setidaknya saya bisa jagain kamu. Saya bisa antar kamu kemanapun kamu pergi. Saya bisa temanin kamu supaya kamu gak sendirian lagi."

Aiza mengeluarkan air mata sambil menundukan wajahnya. Apa yang dikatakan Arvino memang benar. Tapi ia bisa apa? jika menerima pria itu tetapi ancaman para wanita diluar sana akan menyakitinya.

"Saya jadi serba salah. Coba liat sekarang." lontar Arvino lagi. "Sekarang kamu nangis. Tangan saya ini gatal pengen menghapus air mata di pipi kamu. Saya berusaha mati-matian tidak meluk kamu, nyentuh kamu, nenangkan hati kamu bahkan menjadi sandaran kamu disaat kamu butuh seseorang yang ngertiin kamu. Saya ngerti kita bukan pasangan halal. Justru dari tiga tahun yang lalu saya sudah berniat halalin kamu. Tapi saya gak habis pikir, kenapa kamu masih menolak saya cuma karena takut dengan wanita-wanita yang diluar sana. Apa kamu meragukan saya yang gak bisa jaga kamu?" kesal Arvino yang kesekian kalinya.

"Saya bukan ngeluh, saya bukan marah dan saya bukan ngungkit ini itu. Saya cuma khawatir dengan kamu Aiza. Apa kamu paham?"

Aiza mengangguk dengan pasrah. "Maafkan saya."

Arvino hanya mendengus kesal. Aiza adalah gadis yang benar-benar membuatnya kesal sekaligus membuat ia harus mengendalikan kadar kesabarannya. Tak mau berkata banyak lagi, Arvino kembali bicara. "Baiklah. Ayo kita pulang. Gak baik malam-malam gini kamu pulang sendirian. Kamu jalan duluan didepan saya."

Aiza hanya menurut dan berjalan didepan Arvino sambil seengukan menghapus sisa air matanya. Arvino menatap punggung Aiza yang terlihat lesu saat berjalan. Ia sangat paham jika gadis itu baru saja mengalami syok.

Arvino merasa hatinya sesak. Perasaanya gusar. Bahkan seperti ada lubang yang menganga lebar di hatinya. Terlalu sakit bahkan sangat tidak nyaman ketika saat ini ia tidak bisa menjangkau Aiza. Menjangkau hati gadis itu yang terlalu menganggap semuanya baik-baik saja. Padahal sebenarnya tidak.

Arvino hanya bisa pasrah, hanya bisa bertawakal kepada Allah. Aiza milik Allah, hanya kepada Allah lah Arvino meminta dan memohon agar menghapus semua keraguan yang ada di hati gadis itu.

Semua tidaklah mudah. Semenjak melamar Aiza, Arvino berusaha menahan diri untuk tidak meniduri perempuan lain lagi. Ia melakukan puasa Senin Kamis untuk mengendalikan hawa nafsunya. Biar bagaimanapun ia seorang laki-laki normal. Sudah waktunya ia menikah, sudah waktunya ia membina rumah tangga kepada seorang wanita yang benar-benar menjadi tambatan hatinya dan Aizalah yang ia inginkan.

Arvino terlalu banyak berpikir, hingga ia tidak sadar jika ancaman kembali menghampirinya tanpa menimbulkan suara. Tanpa diduga, dua orang pria tak dikenal tadi menyerang Arvino dari belakang-

"Aaarggh!"

Arvino meringis, sesuatu yang sangat tajam menusuk punggung belakangnya menggunakan pisau. Seketika Aiza menoleh dan membelalakkan kedua matanya.

"Pak!!!!"

"Halangi gadis itu!"

Arvino tersungkur tak berdaya, darah mengucur deras dan mulai merembes ditanah. Ia meringis kesakitan bahkan tidak bisa melakukan perlawanan saat salah satu dari pria itu mengambil kunci mobil di saku celananya.

"Aku ragu jika setelah ini kamu tidak melaporkan pada kami pada polisi!"

"Bapak!!! Pak Arvino!!!" Aiza kembali menangis. Ia ingin menghampiri Arvino tapi kedua tangannya kembali di kunci oleh salah satu dari pria tersebut.

"Bapak!! Pak!!!!" Aiza meronta dan terus meronta, deraian air mata sudah membanjiri pipinya. Hatinya hancur melihat Arvino yang terluka.

"Ini dia kunci mobilnya! Kita harus segera pergi dari sini!"

Dan lagi, pria itu mendorong tubuh Aiza hingga membuat gadis itu tersungkur tepat di samping Arvino. Mobil pun lenyap, semua harta Arvino sudah tidak ada meskipun ia tidak memperdulikan hal itu.

Dalam menahan rasa sakit yang tak terkira, Arvino menatap Aiza.

"Ka-kamu baik-baik aja?"

"Bapak.. hiks." Aiza menangis. "Bapak jangan perdulikan saya. Saya- hiks."

"Saya- aaargh! Ini- tolong segera cari bantuan. Apapun yang terjadi kamu jangan pergi. Jangan tinggalkan saya. Kamu harus-" Arvino meringis kesakitan dan tidak kuasa melanjutkan ucapannya hingga berakhir dengan tidak sadarkan diri bahkan membuat Aiza menangis histeris.

🖤🖤🖤🖤

"Mas ini gimana sih? Aku pikir Aiza sama mas." khawatir Naura beberapa jam kemudian setelah mendapat kabar dari ibunda Arvino yang menghubunginya dan memberitahu bahwa Arvino dan Aiza berada dirumah sakit.

"Naura, mas tadi sakit perut." jelas Daniel yang berusaha menenangkan istrinya sambil mengemudikan mobilnya. "Kalau sakit perut gak bisa ditunda. Serahkan semuanya pada Allah. Semoga Arvino dan Aiza baik-baik saja."

Naura tidak bisa menyembunyikan raut wajah ketakutan dan kecemasannya meskipun dengan lembut Daniel menggenggam punggung tangannya.

Sesampainya dirumah sakit, Arvino sedang berada di UGD dan mengalami kehabisan darah. Keterlambatan pada pertolongan pertama mengingat saat itu Aiza hanya bermodal minta tolong oleh orang-orang di sekitar lokasi apalagi mobil Arvino yang sudah raib membuat Aiza serta beberapa warga sedikit terlambat menangani kondisi Arvino kerumah sakit.

Aiza terus menangis. Ia menyesali dan menganggap semua ini adalah kesalahannya. Namun tidak bisa mengelak jika semua ini sudah menjadi takdir. Takdir dari sekenario Allah jika malam ini Arvino dirampok karena menolong dirinya.

🖤🖤🖤🖤

Beberapa hari kemudian.

Setelah dua hari di rawat dirumah sakit, saat ini sudah ada keluarga Aiza dan keluarga Arvino yang sedang melihat keadaan dosen tampan itu.

Aiza masih tetap sama. Ia masih memasang raut wajah sedih penuh penyesalan bahkan sedikit banyaknya menahan rasa cemburu ketika beberapa mahasiwi berdatangan untuk menjenguk Arvino.

Kabar jika Arvino mengalami kerampokan tersebar begitu saja diseluruh kampus ketika Arvino memberi kabar pada salah satu mahasiwi untuk tidak memberi materi kuliahnya dan melakukan bimbingan konsultasi skripsi untuk sementara waktu.

"Ya Allah anakku." Ayu menggenggam punggung tangan Arvino yang satunya dan tidak terpasang jarum infus. "Cepat sembuh nak. Bunda takut lihat kamu begini."

Arvino memaksakan senyumnya. Keadaannya sedikit mengalami pemulihan meskipun bekas tusukan yang mengenai tubuhnya itu terasa sakit.

"Vino baik-baik aja Bun. Jangan khawatir."

"Tapi tetap aja nak. Bunda khwatir sama kamu. Aiza aja khawatir apalagi bunda."

Arvino melirik Aiza sejenak, memastikan ucapan Bundanya itu dan ternyata memang benar. Aiza menatapnya khawatir bahkan kedua matanya sembap.

"Aiza." lirih Ayu. "Bunda harap kamu segera menerima lamaran Arvino ya nak. Biar dia ada yang urus. Bunda-"

"Bun.." potong Arvino dengan sopan. "Tolong jangan paksa dia lagi."

"Apa? Vin, kamu itu sakit nak."

"Vino tau kalau vino lagi sakit. Tapi tolong jangan paksa Aiza untuk menerima sesuatu yang tidak ia inginkan."

Dan Arvino salah. Aiza menginginkan hal ini tapi ketakutan terbesarnya membuatnya ragu untuk mengambil langkah bersama Arvino. Naura pun cukup terkejut mendengar semua penuturan Arvino.

"Tapi nak-"

"Maaf Bun, Vino ingin istrirahat. Vino lelah." Arvino segera menutup kedua matanya menggunakan lengannya yang tidak terpasang infus. Untuk saat ini, ia menolak semua pembicaraan tentang Aiza, lamaran atau semacamnya.

"Bu, sepertinya Vino mau istirahat. Ayo kita keluar dulu." bujuk Azka pada istrinya. Ayu hanya menurut dan pergi bersamaan dengan Naura beserta Daniel yang menggendong Hafizah hingga menyisakan Arvino dan Aiza didalam ruangan.

Aiza bingung harus berbicara apa. Ia ingin mengucapkan sesuatu namun tidak jadi karena Arvino sudah berkata duluan.

"Bimbingan skripsi untuk sementara saya tunda dulu. Saya lelah, mau istirahat."

Aiza terbungkam. Ia sadar jika nada suara Arvino terlihat ketus.

Aiza berucap "Saya, saya cuma mau minta maaf atas kejadian waktu itu. Maaf sudah-"

"Sudah saya maafkan." ketus Arvino lagi. "Sekarang kamu pulang. Istrirahat. Jangan pulang sendirian karena saya gak mau kamu kenapa-kenapa lagi."

Aiza hendak berucap sesuatu. Tenggorokannya tercekat bahkan ia hanya bisa mengepalkan kedua tangannya diatas paha bahkan membenci dirinya sendiri yang sulit mengungkapkan sesuatu.

Aiza dilanda dilema. Kebimbangan bahkan kesedihan. Semua bergerumul didalam relung hatinya. Apakah mungkin saat ini Arvino marah padanya? Apakah saat ini Arvino mulai lelah? Apakah ia bisa menerima Arvino tanpa gangguan dari para wanita diluar sana?

Aiza menundukan wajahnya. Hatinya gusar, hatinya gelisah bahkan dirinya rapuh. Ia butuh sandaran hati namun tidak ada. Ia butuh kasih sayang dan ia butuh di lindungi dengan adanya sosok suami. Tapi, semua harapan itu kembali sirna ketika ia melihat banyak notip pesan singkat nomor tak dikenal masuk di ponselnya.

Aiza segera membuka layar ponselnya dan membaca isi pesan tersebut yang berjumlah puluhan bahkan dengan nomor yang berbeda dan tidak dikenal.

"Dasar wanita murahan. Sok jual mahal bahkan sombong! Semuanya gara-gara kamu yg akhirnya membuat Pak Arvino celaka!"

"Dasar bodoh!"

"Bajingan sialan!"

"Awas aja. Tunggu aja pembalasan dariku!"

"Pecundang!"

"Gara-gara kamu, bimbingan skripsi ku batal! Kapan aku lulusnya? Dasar bodoh!"

"Idih gak tau malu!"

"Enyah aja dari bumi ini!"

"Gue sumpahi mati Lo! Bikin sial aja!"

Aiza menutup mulutnya sendiri menggunakan tangannya. Ia berusaha menahan ketakutan dan isak tangisnya bahkan memilih pergi dari ruangan rawat inap Arvino sebelum pria itu mengetahui dirinya akan menangis.

Ternyata semua memanglah tidak mudah. Sungguh menyakitkan ketika saat ini Aiza hanya mampu mencintai Arvino dalam diam, menyimpan rapat-rapat dan tidak mengungkapkannya. Semua sudah jelas, dari jawaban sholat istikharah yang ia lakukan selama seminggu, lagi-lagi nama Arvino terukir didalam mimpinya. Tapi Aiza tidak bisa melangkah. Ia dilema harus menerima atau tidak dan hanya Allah serta dirinya saja yang tau bahwa Aiza juga tersakiti secara batin sejak dulu.

🖤🖤🖤🖤🖤

Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya.

With Love

LiaRezaVahlefi

Instagram: lia_rezaa_vahlefii 🖤