Ai Zhiyi mengenang masa lalu mereka dengan sangat dalam. Ada kesedihan yang mendominasi di dadanya, yang membuatnya perlahan-lahan tenggelam ke dalam perasaannya sendiri, tanpa menyadari bahwa Chu Weixu telah membuka mata dan melihat bagaimana kesedihan itu menyamarkan kelembutan yang ia sukai di wajah kekasihnya.
Chu Weixu menggumam pelan, "Xiaoyi ...."
Mendengar suara familiar itu, Ai Zhiyi yang tadinya tertunduk meratapi kesedihan di hatinya pun segera mengangkat wajahnya, menatap Chu Weixu yang menunjukkan senyuman lemah. Kemudian, rasa senang secara bertahap memenuhi hatinya, menyingkirkan kesedihan dari masa lalu yang terasa begitu pahit di lidahnya. Ia pun tersenyum dan segera memeluk Chu Weixu yang masih terbaring di ranjang pasien dengan kegembiraan yang tak terelakkan.
Chu Weixu mengangkat tangannya, lalu meletakkannya di punggung Ai Zhiyi dan mengelusnya pelan. "Xiaoyi, apa kau khawatir? Maaf karena membuatmu khawatir, oke?"
Ai Zhiyi mengangkat tubuhnya dengan perlahan, lalu duduk kembali di atas kursi. Masih dengan senyuman kegembiraan di wajahnya, ia menyeka setitik air mata di sudut matanya dengan jari telunjuk. Ada ketulusan pada kata-katanya saat ia berbicara, "Sekarang, kau sudah sadarkan diri, aku tidak perlu khawatir lagi."
Sebenarnya Ai Zhiyi merasa lucu saat mendengar kata-kata Chu Weixu. Ia tidak pernah menduga bahwa Chu Weixu akan mengatakan hal itu saat ia membuka mata — bahkan melintas di benaknya pun tidak. Hanya saja, Ai Zhiyi merasa begitu terharu ketika mengetahui Chu Weixu baik-baik saja sehingga kegembiraan yang muncul di hatinya hampir membuatnya menangis, jadi ia tidak pernah berniat untuk menanggapi hal yang tidak perlu, dan hanya menunjukkan senyuman yang melukiskan perasaannya saat ini.
Kedua sudut bibir Chu Weixu terangkat, melukiskan senyuman lembut di wajahnya ketika ia melihat senyuman tulus terukir di wajah kekasihnya. Ia menatap Ai Zhiyi dengan penuh kasih sayang di matanya dan itu sangat jelas di bawah cahaya lampu yang terang di ruangan ini. Ia lalu bangun dari posisinya dibantu oleh Ai Zhiyi, dan perlahan menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Tersenyum, ia lalu menyentuh kepala Ai Zhiyi dengan lembut.
Chu Weixu tidak mengatakan apa-apa, dan hanya menatap Ai Zhiyi dalam-dalam. Namun, walaupun ia terlihat sangat tenang, ia bisa merasakan perubahan suasana hatinya dengan cukup jelas. Ketika ingatannya kembali pada apa yang telah ia dengar sebelumnya, hatinya sendiri terasa terbakar dalam kemarahan. Setiap kali ia mengingat bagaimana Qing Hua mengatakan sesuatu yang buruk kepada Ai Zhiyi sebelum ia pergi, rasa marah di hatinya terasa berakar dan menjalar ke sekujur tubuhnya secara mendadak.
Namun, ia tidak tahu mengapa ia menjadi begitu pengecut. Ia bahkan tidak berani mengungkit apa pun atau bertanya mengapa Qing Hua mengatakan hal itu.
Ai Zhiyi menggenggam tangan Chu Weixu di wajahnya, lalu bertanya dengan cemas, "Weixu, apa yang terjadi? Qing Hua bilang, dia menemukanmu pingsan. Ada apa? Apa kau tidak menggunakan obatmu lagi?" dengan jeda, ia mendesah berat. "Weixu, jangan pikirkan hal lain selain kesehatanmu. Kau tidak perlu khawatir mengenai uang — kita masih ada tabungan — dan itu cukup untuk keperluan kita — jangan khawatir, dan jangan membuatku mengatakan hal ini berulang kali."
Di luar nalurinya, Chu Weixu mengernyitkan alisnya menjadi satu dan mencoba membela dirinya, "Bukan begitu ..."
Chu Weixu memulai dengan dua kata, tetapi ia tiba-tiba tidak yakin dan ragu-ragu dengan apa yang akan ia sampaikan, jadi ia kembali terdiam, lalu mengutarakan suatu alasan yang berbeda dua detik kemudian, "Aku pusing, lalu pingsan."
Menyelesaikan kata-katanya, Chu Weixu melepaskan tangannya, menariknya kembali ke samping tubuhnya.
Sebenarnya, Ai Zhiyi ingin memarahinya karena Chu Weixu yang selalu bersikap acuh tak acuh terhadap kondisinya. Namun dengan keadaan Chu Weixu saat ini, ia merasa tidak tega untuk melakukannya. Lagipula, alasan yang baru saja Chu Weixu sampaikan sudah terdengar masuk akal walaupun ia masih meragukan alasan itu. Ia berpikir untuk tidak menanggapi apa-apa lagi.
Ai Zhiyi pun tersenyum dan berbicara dengan nada halus, "Kau tau, aku ada kue tiramisu untukmu. Tapi, karena kaget setelah mendengar kau masuk rumah sakit tadi, aku meninggalkannya di rumah dengan sangat buru-buru. Kau suka kue tiramisu, bukan?"
Namun, bukannya menanggapinya, Chu Weixu malah melepas selang infus di tangannya dengan kasar, lalu turun dari tempat tidur. "Sekarang, aku baik-baik saja. Ayo kita pulang."
Chu Weixu hendak melangkah, namun Ai Zhiyi dengan segera mencegahnya. "Weixu, setidaknya beristirahatlah sebentar di sini. Kau harus—"
"Hei, aku baik-baik saja. Sungguh." Chu Weixu tersenyum lembut, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu bahwa rasa kesal secara diam-diam muncul di hatinya. Ia sebenarnya tidak senang dengan sikap Ai Zhiyi yang terlalu mengkhawatirkannya, itu membuatnya terlihat seperti orang lemah dan menyedihkan.
Namun, Chu Weixu adalah seorang pengecut jika harus mengatakan hal itu secara langsung di hadapan orang yang tulus mencintainya, jadi yang bisa ia lakukan hanyalah mengatakan kata-katanya secara halus, berharap Ai Zhiyi bisa berhenti untuk menunjukkan kekhawatiran yang menurutnya sangat berlebihan itu. Ia pun meletakkan tangannya di kepala Ai Zhiyi lalu lanjut berkata, "Jika kau ingin aku beristirahat, aku akan melakukannya saat kita tiba di rumah. Sebaiknya kita harus segera ke ruang administrasi intuk membayar tagihan."
Menyelesaikan ucapannya, Chu Weixu menarik tangan Ai Zhiyi untuk ikut bersamanya. Ai Zhiyi pun mengikutinya tanpa bisa menghentikannya dengan tabah.
Di ruang administrasi, seorang perawat menayakan nomor bansal yang ia tempati, Chu Weixu menjawabnya dengan sangat tenang, dan kemudian perawat itu pun segera memeriksa tagihan di bansal itu. Perawat wanita itu tersenyum dan berkata, "Sepertinya, itu sudah dilunasi sejak pukul 17.30 tadi, tuan."
Mendengar hal itu, Ai Zhiyi tanpa sadar mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke arah Chu Weixu yang juga terlihat kebingungan. Mereka bertukar pandang dalam waktu beberapa detik sebelum Ai Zhiyi bertanya dengan heran kepada perawat tersebut, "Siapa yang melunasinya?"
Masih dengan senyuman ramah, perawat itu menjawab, "Di sini tertulis Tuan Qing, tuan."
"Qing ... Qing Hua?" tanya Ai Zhiyi dengan ragu.
"Iya, tuan."
Ai Zhiyi kembali menoleh ke arah Chu Weixu yang saat ini terlihat terkejut. Ia bertanya kepadanya, "Apa Qing Hua mengatakan soal ini sebelumnya? Apa dia menitip sebuah pesan?"
Setelah mendengar pertanyaan itu, Chu Weixu segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya, membuka menu dan melihat satu pesan masuk di WeChat. Ia pun segera membukanya, dan melihat nama Qing Hua pada pesan yang tidak lama masuk di ponselnya. Ia segera membukanya dan membaca pesan tersebut.
Namun, Qing Hua tidak mengatakan apa pun mengenai hal ini. Hanya ada ajakan makan siang besok siang darinya. Chu Weixu pun mematikan ponselnya, melirik Ai Zhiyi yang sedang menunggu tanggapan, lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tidak ada."
Ai Zhiyi tertegun sejenak sebelum mengalihkan pandangannya ke arah perawat tersebut. "Um, kalau begitu terima kasih."