webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
93 Chs

Oh Ternyata!

"Mbak Mel, mau kemana?" tanya Pria itu sambil memegang tanganku.

Astaga, jantungku berdegup begitu kencang, aku tidak tahu harus bagimana lagi? Mau ditaruh dimana mukaku ini? Haduh, aku benar-benar sangat malu...,

Aku sudah salah paham dengan pria ini, aku mengira jika dia sedang mengerjaiku, karna memanggil namaku seolah-olah memanggil seekor binatang peliharaan. Dan ternyata 'Mel' itu memang nama seekor kucing peliharaannya. Pantas saja dia tampak bingung saat aku mengocehinya habis-habisan.

Rasanya ingin mati saja hari ini, tak tahan aku dengan rasa malu.

"Mbak Mel, di sini aja," ucapnya.

"Hah, ngapain? Aku lagi ada urusan sama, Nenek!" sahutku dengan ketus.

"Udah jangan bohong, saya tahu kalau Nenek Sugiyem lagi pergi kondangan!" ucapnya.

"Ah, sok tahu lo!"

"Ya, saya tahulah orang tadi saya sempat berpapasan,"

Aduh aku ini harus bagaimana? Dia malah memaksaku untuk tetap di sini, sepertinya dia akan meledekku karna aku tadi sudah salah paham.

"Mbak Mel, masa lupa sama dia?" ucap pria itu sambil melirik kearah kucing gembul yang sedang asyik memakan sereal di atas mangkuk.

"Ya lupalah! Emangnya dia siapa? Bukan kucingku juga!" ujarku.

"Mbak, beneran lupa? Sama saya juga lupa?"

Pertanyaannya benar-benar sangat aneh, dan hal itu membuatku merasa sangat kesal.

"Udah ah aku mau pulang! Aku gak mah ngobrol sama orang aneh kayak kamu!" Aku pun segera berdiri dan bersiap untuk pergi, pria yang sampai saat ini belum kuketahui namanya itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Baru beberapa kali kumelangkah, tiba-tiba terdengar Mbok Irah memanggil seseorang.

Sebuah nama yang benar-benar tak asing di telingaku ....

"Bagas! Bagas! Kamu di mana?!" teriak wanita tua itu.

"Iya, Mbok! Bagas di sini!" Pria itu meninggalkan kucingnya yang sedang makan begitu saja. Kulirik kucing itu masih lahap memakan sereal pemberian tuannya.

Kembali aku tercengang. Sebuah kenyataan yang tak terduga, ternyata si Pria Tanpa Nama, yang menolongku itu bernama, Bagas!

Aku mulai menebak jika Bagas adalah teman masa kecilku dulu, dan oleh karna itu dia tadi bertanya, "Mbak, beneran lupa? Sama saya juga lupa?"

Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di pikiranku, apa dia itu benar-benar Bagas teman masa kecilku?

Aku baru menduga, tapi aku tidak begitu yakin, karna wajah temanku dulu tidak setampan wajah Bagas yang ini.

Upps ... aku sudah salah bicara ... aku kembali meralat ucapanku, jika Bagas itu tidak terlalu tampan, tapi biasa-biasa saja.

Hanya saja kalau dibandingkan dengan Bagas teman masa kecilku dulu benar-benar jauh berbeda, Bagas yang dulu sangat polos, hitam keling, ingusan, tukang nangis, dan penakut. Berbeda jauh dengan Bagas yang ini, benar-benar sangat gagah, berkulit bersih, tampan dan terlihat dewasa serta pemberani. Lagi pula dulu Bagas teman masa kecilku itu tidak tinggal bersebelahan dengan rumah Nenek. Dulu rumahnya cukup jauh dengan rumah Nenekku, hanya saja dia sering dititipkan di rumah Nenek, karna hubungan Nenek-ku dan Nenek Bagas cukup dekat.  Jujur aku juga belum tahu siapa namanya Neneknya Bagas, karna dulu aku jarang sekali bertegur sapa dengan beliau, tapi sekilas yang kuingat beliau masih agak muda, dan penampilannya juga sangat berbeda dengan Mbok Irah. Meski begitu, tapi kalau dilihat dari segi wajah memang agak mirip dengan  Mbok Irah, hanya saja Nenek Bagas dulu bekerja sebagai buruh tani, dan sekarang Nenek Bagas yang satu ini seorang Tukang Pijit.

Aku semakin bingung saja memikirkan ini.

Ah ... entalah aku tidak peduli mereka itu orang yang berbeda atau orangnya yang sama, yang jelas aku mau pulang saja sebelum dia kembali menghampiriku lagi.

Aku berjalan cepat memasuki rumah, selanjutnya aku masuk ke kamarku dan mengunci rapat-rapat pintunya. Kurebahkan tubuhku di atas kasur. Mungkin tidur lebih baik dari pada berkeliaran tidak jelas di halaman rumah.

Tak sengaja aku melihat album foto yang terselip di antara tumpukan buku.

Aku penasaran dengan benda usang itu, warnanya hijau daun, dan terlihat tak asing bagiku.

Sebelum membukanya aku meniup-niup album foto itu, karna  ada banyak sekali debu yang membuatku menjadi risih.

Setelah bersih barulah aku membuka lembaran demi lembaran isi di dalamnya.

Ya Tuhan, aku terharu, rupanya Nenek masih menyimpan foto-foto masa kecilku di album ini.

Aku merasa bersalah karena aku hampir tak pernah lagi berkunjung ke rumah Nenek. Mungkin kalau bukan karna Dion aku pun juga tidak berada di sini sekarang.

Satu foto yang membuatku kembali tercengang. Yaitu fotoku bersama bocah lelaki yang sedang menggendong anak kucing.

Dia adalah Bagas temanku dulu.

Wajanya yang benar-benar polos dan terkesan memelas, membuatku ingin tertawa, tapi melihat anak kucing yang ada di tangannya itu membuatku terdiam seseat. Aku benar-benar tak percaya jika anak kucing itu sama persis dengan kucing peliharan Bagas cucu Mbok Irah, yang bernama 'Mel' baik dari segi warna maupun coraknya.

Seketika ingatanku langsung terbuka, aku terbawa di masa lalu.

Kala itu aku baru berusia 6 tahun dan sedang bermain dengan Bagas, anak lelaki yang baru berumur 4 tahun.

Kami sedang bermain di depan rumah Nenek, dan tak sengaja kami menemukan anak kucing yang sedang terlantar.

"Mbak Mel, ada anak kucing nyariin Emak-nya!" ucap Bagas.

"Mana?" tanyaku sambil mencari kucing itu.

"Dia ngumpet di balik semak gara-gara takut sama, Mbak Mel," jawabnya dengan polos.

"Ah, sembarangan kamu, aku ini, 'kan cantik, masa dia takut sama aku?" protesku yang tak terima.

"Aku juga tidak tahu, Mbak! Tapi buktinya begitu," sahut Bagas.

"Yaudah tangkap, Gas!"

"Gimana caranya, Mbak? Susah ...!"

"Ya kamu usaha dong, Gas!"

"Yaudah, Mbak Mel, jagain dari situ ya!"

"Iya! Iya! Aku siap!"

Dengan bersusah payah, Bagas meraih kucing itu, hingga akhirnya berhasil. Sebenarnya kucing ini bukan kucing terlantar, tapi mungkin kucing orang yang sedang tersesat, dan kami malah membawanya pulang.

***

"Wah, lucunya kasih nama siapa ya?" tanyaku kepada Bagas.

"Gimana, kalau di kasih nama 'Mel' aja?" usul Bagas kepadaku.

Aku mernyitkan dahi, karna bingung kenapa namanya harus, Mel? Aku tidak setuju.

"Emangnya kenapa kamu kasih nama kucing itu kayak nama aku?"  tanyaku agak sedikit emosi.

Tapi dengan santainya Bagas menceritakan alasannya. Sebuah alasan yang membuatku tak bisa menolak.

"Ya karna kucing ini imut banget, mukanya cantik kayak mukanya, Mbak Mel," jawab Bagas sambil tersenyum.

Aku pun langsung luluh dan menyetujui ucapan Bagas untuk menamakan kucing itu sama dengan namaku.

"Ok deal!" ucapku sambil mengulurkan tangan.

Tapi Bagas, malah tanpak bingung. "Deal, itu artinya apa ya, Mbak?"

Bersambung....