webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
93 Chs

Elis Yang Sedang Jatuh Cinta

Ah ... akhirnya aku bisa bernafas dengan lega, aku bisa menjalani hari-hariku di sekolah dengan tenang.

Dino ... haha! Dia sudah tak berani mendekatiku! Jangankan mendekatiku, memanggil namaku saja dia sudah tidak berani.

"Mel!" teriak Jeni.

"Hay, Jen!" sahutku.

"Ciye, yang udah bisa lepas dari Dino! Seneng banget!" ledek Jeni.

"Jangan keras-keras atuh, Jen! Nanti kalau kedengaran bisa bahaya," ucapku memperingatkan Jeni.

"Opps ... sorry, Mel, hehe," Jeni menutup mulutnya lalu memberi cengiran tak berdosa.

"Mana, si Elis?"

"Gak tahu, kayaknya dia bangun kesiangan lagi deh! Dia, 'kan rada unik, kalau malam suka main karambol sama tetangga kosan, makanya bangunnya jadi kesiangan!" ujar Jeni.

"Ah ia juga ya," Aku manggut-manggut paham. Dan tak lama Elis muncul di anatar aku dan Jeni.

"Hay, Guys! Pada ngomongin gue ya!?" tanya Elis.

"Astaga, Elis! Bkin kaget aja deh!" kata Jeni.

"Tahu nih, Elis! Kirain kamu tadi gak masuk gara-gara telat bangun!" sengutku.

"Ya enggak dong! Aku bangun pagi banget malah!" kata Elis.

"Tumben?!" ucapku dan Jeni secara kompak.

"Ih, kalian tumben kompak banget?" tanya Elis.

"Ya habisnya kamu aneh banget, biasanya kalau hari senin selalu berangkat telat, 'kan? Kadang juga bolos!" ujarku.

"Iya, ada apa sama kamu, El! Kok kamu bisa berubah jadi cewek yang rajin?" tanya Jeni.

"Aku bisa berubah begini karena aku sedang jatuh cinta!" jawab Elis dengan penuh percaya diri.

"Wah, serius kamu, El?" tanyaku.

"Wah, Elis, lagi jatuh cinta?" Jeni juga terlihat penasaran.

Sementara Elis masih tersenyum sendiri dan sedang membayangkan sesuatu, layaknya orang yang sedang jatuh cinta sungguhan.

Kemudian Elis bercerita kepada kami.

Jadi sepulang dari kafe kemarin, Elis langsung ke kosannya, dan dia bertemu dengan seorang pria tampan keponakan dari si Ibu Kos-nya.

Namanya Julian, orang memanggilnya Jul, pria berumur 21 tahun dan masih kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta.

Pria itu memang sengaja tinggal di rumah Ibu Kos-nya Elis, sehingga membuat Elis kini sering bertemu dengan pria itu.

Semalam pria itu datang ke kosan Elis dan meminjam charger HP, kerna carger miliknya ketinggalan di rumahnya yang ada di Bogor.

Dengan senang hati Elisa meminjamnya. Mereka juga sempat berkenalan.

Menurut Elisa, wajah Jul itu mirip pangeran yang ada di film Barbie.

Kulitnya mulus, hidungnya mancung, dan ramburnya agak sedikit berombak di belah bagian pinggir.

Gayanya sangat sopan mirip pria baik-baik pada umumnya.

Setelah pertemuan itu, Elis tidak bisa tidur hingga pagi, dan akhirnya Elis memutuskan untuk mandi lalu berangkat ke sekolah.

Dan momen yang ia tunggu kembali datang, kerena saat dia akan berangkat ke sekolah, Jul menawari tumpangan untuk Elis, karena kebetulan sekali kampusnya searah.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah jantung Elis berdebar begitu kencang, Elis takut pingsan di jalan. Dan berulang kali dia menarik nafas sambil mengelus dadanya. Dibonceng motor dengan pria tampan adalah impian yang menjadi kenyataan bagi Elis.

"Untung aja jantung gue gak copot sampai di sekolah," ucapnya sambil tersenyum.

Rupanya dia masih terbawa suasana saat berangkat sekolah tadi.

"El, elu masih waras, 'kan?" tanyaku sambil melambaikan tangan tepat di depan wajahnya.

"Eh, masih! Masih!" jawabnya dengan cepat.

"Aku pikir kamu udah gila, El," kata Jeni.

"Aku jadi penasaran,,

seberapa gantengnya sih tuh cowok? Sampai buat Elis kelepek-klepek kayak begini?" ujarku.

"Kalau kalian penasaran, nanti datang ke kosanku aja!" usul Elis.

"Ah boleh juga!" sahut Jeni.

"Tapi, beli es buah dulu ya!" ujarku, "di kosan kamu, 'kan gak ada kopi, susu, ataupun jus! Cuman air galon milik Ibu Kos aja!" cercaku.

"Ih elu mah, Mel! Kebiasaan, perasaan hobi banget sih mendzolimi seorang anak kos?" ujar Elis.

''Waelah lebainya!" cercaku.

Dan singkat cerita, akhirnya sepulang dari sekolah aku dan Jeni mampir di kos-kosan Elis.

Tentu saja aku dan Jeni sangat penasaran ingin melihat seperti apa sosok Julian.

Kami ingin memastikan pria yang di sukai oleh Elis itu benar-benar pria baik-baik atau hanya pria playboy yang berkamuflase menjadi pria baik-baik?

*****

"Akhirnya sampai juga, aku capek banget," ucap Jeni.

"Lagian si Mel, pakek acara beli es buah segala! Kan jadi lama banget gara-gara ngantri!" Keluh Elis.

"Ih, apa-apaan sih! Kok jadi nyalahin gue segala!" keluhku.

"Udah! Ayo buruan masuk!" ajak Jeni.

Kami manaiki tangga dengan keringat yang bercucuran, hari ini cuacanya begitu panas.

Sesampainya di atas, Elisa mengajak kami masuk ke kamarnya.

"El, tinggal sendiri begini enak enggak sih?" tanya Jeni.

"Yah enak gak enak sih," sahut Elis seraya membuka tali sepatunya, "kanapa?" Elisa bertanya dengan mendengakkan kepalanya.

"Ya enggak apa-apa sih, aku cuman penasaran aja, El! Kamu hebat. Kamu berani tinggal di Jakarta sendirian, sementara rumah kamu, 'kan ada di Jongggol," ujar Jeni.

"Ya habisnya aku pengen belajar mandiri aja!" sahut Elis

"Itu aja alasannya?" tanyaku menimbrung obrolan mereka.

"Yah! Ada alasan lainnya juga sih, gak perlu aku ceritain, kalian, 'kan udah tahu!" ujar Elis.

Aku dan Jeni akhirnya diam, kami lupa jika Elis pernah bercerita tentang alasannya yang sampai harus pindah ke Jakarta.

Sebenarnya Elis itu anak broken home, kedua orang tuanya bercerai.

Ayah sudah menikah lagi dan tinggal di daerah Jonggol.

Sang Ibu bekerja di Jakarta sebagai seorang Asisten Rumah Tangga, dan sesekali pulang kerumah orang tuanya yang yang juga tinggal tak jauh dari tempat sang mantan suami.

Sesekali Ibu-nya Elis juga menengok Elis di kos-kosan.

Elis tinggal di sini karena Elis tidak suka dengan Ibu tirinya. Padahal sang Ayah sangat ingin agar Elis tinggal bersamanya dan bersekolah di sana saja. Tapi Elis tidak mau. Dia lebih suka tinggal sendiri, dan di sini Elis juga bisa lebih dekat dengan sang Ibu, karena letak kos-kosan dan rumah majikan sang Ibu tidak terlalu jauh.

Meski Elis terkenal sangat kepo dan sering bertingkah kasar mirip preman, tapi bagiku, dan Jeni, Elis adalah gadis yang hebat. Dia adalah gadis yang kuat menghadapi segala cobaan hidupnya. Dia tetap menjadi gadis yang riang meski kami tahu hidupnya sangat berat.

"El, mana cowoknya?" tanya Jeni.

"Iya, lama banget deh!" keluhku.

"Bentar lagi juga sampai," sahut Elis.

Tak berselang lama orang yang kami tunggu akhinya datang juga.

"Sssttt!" Elis tiba-tiba menyuruh kami diam.

"Ada apaan sih, El?" tanyaku.

"Itu!" ujarnya seraya menunjuk pria yang di maksud. Julian tengah menaiki tangga dan terlihat dari jendela kamar Elis.

"Itu orangnya?" tanya Jeni.

"Iya, ganteng, 'kan?" sahut Elis. "Ganteng banget," tapi ...." Jeni terdiam sesaat.

"Tap apa, Jen?" tanya Elis.

Bersambung ....