webnovel

Me Vs Dad

"Kenapa bukan ayahku yang mati? Kenapa harus Nana? Tuhan, ambil saja nyawanya. Aku rela menukar kebahagianku agar bisa hidup bahagia bersama dengan Nana" Pikiran itu yang terlintas pada benak Isabella, gadis muda berusia empat belas tahun yang begitu membenci ayahnya, , dan hanya memiliki Nana - nenek yang selalu mencintai dan melindunginya. David Mahendra. Pria tampan kaya raya, memiliki hati bengis terhadap putrinya sendiri. Menganggap Isabella sebagai hama yang perlu dibasmi. Seketika kehidupan mereka berubah, saat mereka terbangun pada tubuh yang salah dan jiwa mereka tertukar. Apa yang akan terjadi pada David dan Isabella? Bisakah mereka saling mencintai sebagai ayah dan anak?

Sita_eh · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
171 Chs

Sepertinya Dia Bukan Putriku?!

Isabella mengikuti langkah Naomi. Sang wali kelas yang baru menjabat selama dua minggu. Guru muda yang penuh perhatian, dan tampak bersemangat untuk menyebarkan hal positif untuk murid-murid yang ia ajar.

Ini semua bermula ketika Isabella berkelahi dengan teman-temannya di dalam toilet wanita. Keadaan itu sungguh sangat kacau, dan Isabella banyak mendapatkan pukulan di sekujur tubuhnya, kecuali pada wajahnya yang masih tampak aman.

Entah mengapa mereka tidak memukul wajah Isabella. Mungkin para perundung itu tahu, jika Isabella memiliki pengawal khusus, dan mereka bisa saja berkelit karena tidak membuat wajah Isabella terluka.

Saat perkelahian di dalam toilet itu semakin seru. Kebetulan sekali Naomi datang dan segera menghentikan pertikaian. Ketika dia ingin memberikan hukuman pada murid yang merundung Bella, nyatanya gadis muda itu justru membuat pembelaan yang sangat aneh.

Naomi ingat saat Bella berteriak dan berkata,

"JANGAN IKUT CAMPUR! KAMI HANYA SEDANG BERMAIN-MAIN SAJA! DAN AKU BAIK-BAIK SAJA! TIDAK ADA YANG MEMUKULKU!"

Perkataan itu masih terngiang jelas di benak Naomi. Bahkan pada saat dia mengarahkan Bella untuk berbicara di atap sekolah, agar Bella bisa leluasa berbicara. Namun kenyataannya gadis muda itu masih saja tidak ingin memperpanjang masalah ini.

"AKU TIDAK INGIN MENYITA WAKTU AYAHKU! DIA AKAN MARAH BESAR KALAU AKU MEMINTA WAKTUNYA YANG BERHARGA!"

Kalimat itu terngiang kembali di benak Naomi. Saat itu dia dan sosok David sudah berada di atap gedung sekolah.

"Sial!" umpat Naomi kesal seraya duduk menyandarkan tubuhnya pada pembatas gedung yang tinggi. Tatapannya mengarah pada pemandanan langit biru yang cerah.

Bella menatap heran pada tingkah Naomi, "Kenapa dia membawaku kesini?" gumamnya pelan.

"Tuan David?" Naomi menoleh kearah pria yang ada disampingnya dengan wajah sangar.

"Ya, ada apa?" tanya Bella heran.

"Kau tahu apa yang di alami oleh Bella sangat sulit belakangan ini. Aku dengar dia kehilangan neneknya, maaf aku turut berdua."

"Tapi ada hal lain yang aku khawatirkan dengan keadaan Bella saat ini. Meskipun... meskipun kau memberikan satu orang penjaga, tapi... bukan berarti putrimu selalu dalam keadaan baik," ucap Naomi kesal.

"Hmm?" Bella mengernyit bingung. "Dia masih mau membahas masalah ini? Ada apa sih dengan guru ini? Sudah kubilang agar dia tidak ikut campur masalahku!" pikir Bella kesal.

"Kenapa kau hanya diam saja? huh... ternyata benar jika kau ayah yang tidak peduli dengan putrimu. Astaga... padahal aku belum berkeluarga, tapi... tapi kenapa aku justru ingin memberikan petuah untukmu," wajah Naomi semakin menegang.

"Putrimu banyak mengalami hal buruk di sekolah. Kau... kau seharusnya peduli padanya. Apa pernah kau bertanya kabarnya di sekolah? Bagaimana dengan hari yang ia lalui, apakah dia merasa senang atau bahagia. Siapa saja temannya?"

Bella terdiam karena dia sudah tahu jawabannya, "Kami tidak seakrab itu, Nona Naomi," jawab Bella jujur dari sudut pandangnya sendiri.

"Hehehe...!" Naomi terkekeh mendengar perkataan David.

"Apa yang lucu?" tanya Bella tak paham.

"Sekarang aku paham kenapa putrimu begitu menjaga jarak denganmu," ucap Naomi sambil berjalan mendekat ke arah David yang sebenarnya adalah Bella.

"Kau seorang pria yang egois. Ayah yang tidak bertanggung jawab, dan..." satu telunjuk Naomi sudah mengarah ke arah hidung pria yang ada dihadapannya.

"Dan terlalu mementingkan diri sendiri. Apa kau tahu jika putrimu berkali-kali mendapatkan perundungan. Apa kau tahu... jika dia butuh perhatianmu, meskipun itu hanya sedikit. Kenapa... kenapa kau begitu egois dan tidak peduli sama sekali!" bentak Naomi.

Bella tercengang akan perkataan Naomi barusan. Dia tidak menyangka jika wali kelasnya memberikan perhatian besar untuknya. Tapi... bukankah Bella tidak ingin ada orang yang peduli dengan keadaannya... karena...

"Untuk apa?" ucap Bella dengan wajah yang masih menegak.

Untung saja postur tubuh David tinggi dan lebih besar dari Naomi. Sehingga Bella tidak perlu repot-repot untuk mendongak. Sorot mata dingin yang biasanya dimiliki David, sudah dipergunakan oleh Bella.

"Apa? Untuk apa kau bilang? Tuan David..." Naomi ingin memprotes tapi perkataannya sudah dipotong oleh Bella.

"Untuk apa dia tahu? Kau tidak tahu ayahku, Nona Naomi," batin Bella kesal dan mengepal kedua tangannya.

"Nona Naomi!" Suara Bella meninggi sedikit. Tapi dia lupa jika menggunakan suara ayahnya, dan yang terjadi justru berkesan sedang mengintimidasi wanita yang ada dihadapannya.

"Untuk apa aku tahu! Kenyataannya aku memang tidak peduli. Banyak hal lain yang harus aku kerjakan, pekerjaanku, dan juga wanita-wanitaku," ucap Bella dengan jujur menggambarkan bagaimana sosok ayahnya.

"Kau? Bagaimana bisa kau tega sekali berkata seperti itu!" Naomi bahkan sudah menurunkan satu telunjuknya.

"Bella itu wanita kuat dan aku yakin dia bisa melalui semua kesulitan tanpa ada aku," lanjut Bella kesal dan kembali ia berkata jujur menggambarkan sosok dirinya.

"Bagaimana bisa kau sekeji itu, Tuan David! Kalau kau berkata seperti ini. Aku berpikir jika kau menganggap Bella itu bukan putrimu!" Bentak Naomi, rasanya dia ingin memberikan tamparan keras kembali untuk sosok David yang berada di hadapannya dan memasang wajah tidak bersalah itu.

"Entahlah! Sepertinya kau benar, Nona Naomi. Sepertinya dia bukan putriku," Bella berucap begitu saja.

Memang hal itu yang selalu terngiang di benaknya, selama ini Bella berpikir dan berharap jika dia bukanlah keturunan dari seorang David Mahendra. Seorang ayah yang tidak pernah ia harapkan.

"Kenapa kau bisa berkata sekeji itu, Tuan David! Kau sungguh keterlaluan," kepalan tangan Naomi semakin kesal.

"Kau sendiri?! Kenapa kau terlalu ikut campur dengan urusanku. Bisa tidak kau diam dan anggap saja dia tidak ada. Aku pikir itu yang terbaik untuk Bella. Jadi... jangan terlalu ikut campur dengan urusan aku dan putriku!" Bella sudah kesal dan suaranya kembali meninggi dengan cepat.

"PLAK!!!"

Satu tamparan keras sudah melayang lagi pada pipi David yang lainnya. Dan tatapan tercengang itu diberikan Bella seraya ia mengusap pipinya yang memerah perih.

"Aku sudah menahan diri untuk tidak bersikap kasar kepadamu, Tuan David. Anggap saja ini adalah rasa luka yang kau berikan untuk, Bella. Kalau kau memang tidak ingin melindungi putrimu, silahkan saja!" Napas Naomi menjadi menggebu-gebu saat berucap dengan emosi yang meluap.

"Kenapa kau membela Bella?" tanya Bella heran.

"Apa perlu alasan khusus untuk membela seorang putri yang dicampakkan sendiri oleh ayahnya?" jawab Naomi ketus sambil berjalan. Dia dengan sengaja menubruk bahu David saat berjalan melewatinya.

"Gila! Guru itu sangat gila," ucap Bella saat Naomi sudah berlalu meninggalkannya di atap sekolah.

Tanpa diketahui oleh Bella dan Naomi. Sebenarnya ada David yang sedang bersembunyi dan menyimak perkataan dua orang tersebut. Untung saja tubuh Isabella mungil, hingga David dengan mudah menyelinap.

David memperhatikan setiap perkataan yang terlontar antara Naomi dan putrinya. Dia hanya diam dengan wajah kesal.

"Bodoh sekali. Kau ditampar dua kali oleh wanita seperti itu, David! Huh... menyebalkan. Lagi pula kenapa dia sok peduli!" ucap David kesal.