Isabella memperhatikan tubuhnya sendiri, yang memandang ke arahnya dan memberikan tatapan sinis dan keji.
"Huh... bodoh sekali kau, ayah. Bagaimana bisa kau membuat masalah di hari pertamamu sekolah," sindir Isabella.
"Oh ya? Bagaimana dengan kau, Bella? Kau sendiri terlihat bodoh karena ditampar oleh wali kelasmu sendiri," balas David. Kedua tangannya ia lipat erat tepat di depan dadanya.
Mereka berdua berada di kantin sekolah yang tampak ramai. Tidak mempedulikan banyak pasang mata yang memandang ke arah mereka berdua. Terutama akan sosok David yang paling menarik pusat perhatian.
"Kehadiranmu membuat keadaan semakin mencolok. Bukankah ada rapat penting yang harusnya kau hadiri," ucap David mengingatkan. Tapi putrinya hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Hei... kenapa ayah masih berbicara seperti itu. Ingat... jika kita berdua sedang bertukar tubuh. Dimana tatakramamu, Ayah?" Bella menggerlingkan kedua matanya.
David mencodongkan tubuhnya, agar wajahnya bisa berdekatan dengan Isabella. Rasanya sangat aneh melihat wajahnya sendiri, "Biar aku beritahu kepadamu, penyihir cilik yang licik," sindir David.
Bella seperti enggan untuk mendekatkan wajahnya, dan dia lebih memilih untuk tetap menegakkan tubuhnya dan memberikan tatapan mencemooh.
"Katakan saja, aku tidak taku," ucap Bella menyeringai lebar.
"Dengarkan aku baik-baik, Bella. Entah bagaimana caranya, aku akan menemukan cara agar kita berdua bisa bertukar tubuh kembali. Apapun caranya akan aku lakukan. Dan selama kita bertukar tubuh. Ingat! Aku akan selalu mengawasimu!" David mulai mengeluarkan semua ancamannya.
"Lagi-lagi, kau terus saja bersikap seperti itu, Ayah. Memangnya tidak ada hal lain yang bisa kau lakukan selain mengancamku? Oh ya... rapat tadi itu sungguh membosankan. Untung saja sudah berakhir dengan cepat," Bella menyeka sesuatu yang tak tampak pada keningnya.
"Fiuh... aku ingin segera pulang, menonton TV dan bersantai," Bella beranjak dari duduknya.
"Hei! Aku belum selesai bicara! Kau tidak bisa mengacuhkanku," David melotot kesal dan sudah beranjak dari duduknya.
Bella kembali menyeringai dan dia sedikit membungkuk, seraya mengusap pucuk rambut David. "Ayah... jangan berteriak seperti itu. Memangnya kau mau, mereka menganggap kita berdua adalah orang gila? Tidak, bukan,"
"Kau... gadis licik!" umpat David kesal dan Bella sudah menegakkan tubuhnya.
"Sampai bertemu kembali putri kecilku. Ingat... jangan membuat masalah. Aku akan menunggumu dirumah," ujar Bella sambil berlalu meninggalkan David yang masih menatap sinis ke arahnya.
"AWAS KAU, BELLA!" Teriak David tanpa sadar. Dia tidak peduli ketika banyak pasang mata yang memandang kearahnya, karena para murid terlihat bingung, kenapa sosok Bella meneriakkan namanya sendiri.
David sudah kembali ke dalam kelas, saat jam makan siang sudah berakhir dan dia harus memulai pelajaran barunya dengan seorang guru bernama Sam. Pelajaran Biologi yang membuat David lebih banyak menguap ketimbang fokus memperhatikan penjelasan Sam.
"Ya, Bella? Ada apa?" Tanya Sam saat dia melihat Bella mengacungkan tangannya dengan tinggi.
"Boleh aku ke kamara kecil, Mr. Sam?"
"Tentu saja, Nona Bella,"
Segera David beranjak keluar dari dalam kelas. Menuju kamar kecil wanita yang melewati beberapa kelas. Entah David sadar atau tidak, tapi banyak murid dari kelas berbeda yang melihat sosok Bella lewat sambil bergumam.
"Sekolah? Huh... membosankan sekali. Apa mereka tidak tahu, aku sudah terlalu tua untuk belajar seperti ini." David mengumpat kesal, saat sudah berada di sisi wastafel.
Membuka kerannya dengan segera dan mebiarkan air yang deras membasahi kedua tangan. David segera membasuh wajahnya, bahkan terlalu basah hingga kerah bajunya menjadi ikut basah.
"Sialan! Kenapa ini bisa terjadi! Apa gadis licik itu benar-benar penyihir! Aku harus segera mencari tahu bagaimana caranya agar aku bisa kembali ke tubuh asliku!" David merentangkan kedua tangannya pada sisi wastafel, dia sedang melotot kesal pada cermin oval yang ada di hadapannya.
"Tidak mungkin aku menghabiskan sisa hidupku dengan wajah ini! Ah... ini benar-benar memuakkan!" ucapnya kesal.
Pintu kamar kecil terbuka, dan ada dua pelajar wanita yang baru saja tiba.
"Hana! Kau berjaga di luar," perintah seorang siswi yang memiliki rambut hitam dengan pendek sebahu.
Disampingnya ada siswi wanita bertubuh tambun, dengan wajah kotak yang membuat perangainya menjadi seram. Rambut merah ikal yang dikuncir satu, dengan posisi yang terlalu tinggi.
"Wah... wah... ternyata benar itu Bella," ucap gadis berwajah kotak bernama Fiona.
"Kau sungguh ingin mencari mati, ya?" Siswi berambut hitam pendek itu perlahan mendekat ke arah David. tentu saja dia menyangka kalau anak perempuan yang ada dihadapannya adalah Bella.
"Siapa kalian?" tanya David sambil mengeryit. Dia memang tidak tahu siapa dua gadis muda yang bergaya preman, dan berusaha untuk membuatnya ketakutan.
"Wah... apa aku tidak salah dengar? Kau pura-pura lupa, atau pukulan kami waktu itu membuat otakmu menjadi rusak? Lihat saja, kau datang dengan menggunakan seragam yang salah. Kau sudah sinting ya, Bella?!" Fiona cekikikan.
Fiona sedang membayangkan keseruan yang pernah terjadi diantara ketiganya. "Bagaima, Emily? Apa perlu kita membuat perhitungan ulang? Aku lihat penjaganya tidak berada di sekitar sekolah,"
"Apa sih mereka yang pikirkan? Mereka ingin membuat keributan. Sudahlah... aku malas meladeni dua gadis bodoh ini!" batin David kesal.
David yang enggan untuk membalas perkataan Fiona da Emily. Dia lebih memilih untuk berjalan melewati Emily, dan berusaha untuk mengacuhkannya.
Namun Fiona sudah menghalangi jalan Bella. Bahkan dia menepuk pundak kanan Bella dengan cengkraman yang kuat.
"Mau kemana kau, gadis manja? Kau tidak bisa kemana-mana, urusan kita belum selesai," ucap Fiona dengan senyuman iblis yang menakutkan.
Namun apa yang dilakukan oleh Fiona, tidak membuat gentar David saat itu. Justru David memberikan tatapan kejinya, meskipun tatapan mata itu milik Bella.
"Singkirkan tangan kotormu itu! Atau aku tidak akan segan memberikan pelajaran berharga yang tidak akan kalian lupakan!" Ancam David sambil melirik ke arah tangan Fiona, yang sama sekali tidak bergeser.
"Hahaha!" tawa Fiona menggelegar. "Wah... wah... besar juga nyalimu, huh!"
"Aku tidak suka mengulang perkataanku. Jadi... cepat kau tarik tanganmu dan menyingkir dari jalanku!" Suara David menjadi meninggi, dan dia masih mempertahankan tatapan terseramnya.
Tapi percuma saja David memberikan tatapan keji, ataupun kalimat ancama. Karena dia menggunakan tubuh Bella, karena dia menggunakan suara Bella, dan semua hal itu terdengar hanya sebuah gertakan yang tidak berarti.
"Hhh... Baiklah. Kesabaranku sudah habis. Lagi pula, aku sudah memperingatkanmu gadis monster," David menggerakkan kepalanya ke arah kanan dan kiri, seakan-akan dia sedang melakukan pemanasan.
"Berani sekali kau menyebutku monster! Ergghh...!" Fiona mengerang kesal, dan kali ini wajahnya sudah sangat mirip dengan monster berbahaya.
"Ingat... jangan salahkan aku. Ini semua kalian yang minta," David sudah mengangkat satu tangannya dan dia sudah berniat menurunkan tangan Fiona yang masih berada di pundaknya.
"Baiklah... kita akhiri semua ini. Dan aku sudah muak dengan kalian semua!" Tangan David sudah memegangi tangan Fiona, dia mencengkram tangan besar itu dengan kuat dan pikirannya sudah membayangkan jika Fiona akan menangis karena aksi perlawanannya.
Namun...