webnovel

Marriage in lost Memories

Hidup ku seperti potongan puzzle Banyak nama yang aku hapus dalam memori ku, otak ku menolak mereka yang pernah menyakiti ku dan sekarang mereka muncul satu persatu. Salah satunya adalah Devan-suami ku! Suami dalam pernikahan berlatar bisnis ini. Dan dia-J juga kembali dari koma mencoba membawa ku kembali dalam kehidupan nya! Saat kenangan itu kembali bisakah aku menerima mereka kembali.

Daoist253276 · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
74 Chs

Lima Puluh Tujuh

Suara tangisan bayi membangun kan ku. Sontak aku bangun dan ada seseorang juga yang baru membuka matanya.

Aku kaget aku ada di atas kasur sana bertiga dengn Devan dan Adela.

Ah..

Aku pasti ketiduran sewaktu memberi Adela dot.

" Maaf, aku ketiduran" Kata ku dengan cepat turun dari sana dan mengangkat Adela yang masih menangis, terlihat ada bekas genangan di kasur itu. Mataku melebar, kupegang pantat Adela. Popok nya ternyata bocor. Ini salah ku harus nya aku bangun lebih awal untuk mengganti popok nya sebelum bocor, tapi aku malah Melindur sampai pagi.

Tuan rumah pasti tidak suka tempat tidur nya basah dan bekas kencing Adela.

" Setelah ini aku akan ganti yang basah ini" Kata ku meringis sambil menenangkan Adela.

Devan hanya diam saja. Setelah itu aku ngacir. Meminta Marissa untuk membantu ku memandikan Adela dan segala keperluan nya setelah mandi.

Aku harus mengganti sprei baru Devan, tapi apa harus aku.

Mending aku suruh pelayan saja kan Apa beda nya.

" Hilda! " Aku menemui Hilda "Sprei tempat tidur Mr. Alex basah. Tolong ganti yang baru"

" Iya, Miss..." Jawab Hilda segera melepas pel di tangan nya.

Sudah beres, aku mampir ke kamar Jeremy bocah itu dan ternyata ia baru bangun.

" Mandi sama tante yuk" Ajak ku langsung diangguki bocah itu yang masih belum terkumpul nyawanya.

Jeremy aku gendong, ia telihat masih sangat mengantuk dan lelah.

Di luar Hilda malah kembali dengan jalan cepat cepat.

" Maaf Nona. Tuan minta Nona menemui nya" Kata Hilda membuat ku kaget. Apa ini masalah sprei?

" Sayang, sama Hilda ya..." Kata ku pada Jeremy yang tampak enggan melepas tangan nya.

Hilda membantu ku untuk menyambut anak kecil ini.

" Apa dia marah-marah?" Tanya ku pada Hilda.

Hilda menggeleng. " Tidak nona, katanya nona harus cepat kesana.

Mendengar itu aku segera beranjak dari sana menebak nebak apa yang mau di inginkan Devan. Dia tidak memarahi ku karena menyuruh Hilda mengganti sprei nya kan???

Aku kembali masuk kedalam kamar itu.

Kulihat pria itu sedang topless. Sontak mataku langsung ku tutup dengan tangan yang renggang dan disela itu aku bisa melihat bekas luka bakar menjalar di punggung dan lengan nya yang kokoh. Tubuh disana masih mirip patung patung di kuil kuil yang terpahat sempurna.

Ini-

Wajah ku memerah apa yang kulakan berpikiran mesum lagi??

" Kamu memanggil ku?" Tanya ku mengubah suara lebih lugas, terkesan baik baik saja walau sebenarnya ada jiw lemah yang tak kuat melihat tubuh sexy seorang pria.

Devan berbalik dengan cepat. aku semakin menjauhkan mata melihat tubuh nya dari depan.  Meski ada cacat karena luka luka bakar juga ada bekas luka tusukan didada sana dan semua penyebab nya adalah aku!! Sisi jiwa kewanitaan ku malah masih bisa mengagumi postur nya.

" Kamu akan berkerja di tempat ku! Siap siap lah! Aku tunggu setengah jam" Katanya disana membuat ku terkejut dn bangun dari rasa kagum yang baru saja aku nikmati.

Dagu ku rasanya melorot mendengar kalimat nya yang horor.

" Bekerja! Bagaimana dengan anak-anak?" Tanya ku pelan.

" Dia punya pengasuh! Cepat lah! Aku tidak bisa menunggu lama" Katanya disana sedikit menghardik ku.

Aku masih tergugu tapi tersentak juga. Dan segera balik badan keluar dari sana.

" Bekerja katanya? What.. Ooh.. Apa dia tidak membiarkan ku makan dan tidur gratis disini??" Aku mengumpat kesal.

Otak ku masih tidak percaya dengan yang diinginkan Devan.

Membuat ku bekerja ditempat nya sama saja dengan melihat nya terus. Tapi aku juga tidak ada cara untuk menolak nya.

Dalam setengah jam aku sudah siap. Aku bingung harus mengenakan apa! Tak ada stelan kantoran yang kumiliki. Alhasil aku hanya mengenakan mini dress berwarna cream. Masih bisa di lihat formal karena tidak terlalu pendek dan sexy.

Kulihat Devan sudah rapi dengan stelan kebangsaan nya yakni stelan jas yang membalut tubuh nya sehingga membuat jiwa pemimpin nya menguar lebih tinggi dengan aura dingin yang mendominasi.

Mata ku langsung turun saat ia melihatku dan mendekat. Apa ia akan mengomentari pakaian ku, aku merasa sedikit malu.

" Aku tidak punya pakaian formal" Kataku sebelum ia protes.

" Sarapan lah dulu!" Ia tak mengubris kata-kataku" Aku tunggu didepan " Katanya lagi lalu berlalu dari hadapan ku. Meninggalkan aroma Parfume nya yang masih sama. Khas dan mengingat kan ku dengan dia saat masih bersama. Oh..

Inilah efek karena 1 lingkungan.

Sulit bagi ku rasanya harus meninggalkan anak anak di rumah. Kulihat bayi gempal itu berceloteh dengan Jeremy saat mereka mengantar ku keluar.

" Mommy kerja dulu sayang! Kalian jangan bandel ya.." Pesan ku pada Jeremy juga si bayi gendut ini. Yang menggapai gapai minta di gendong.

" Jangan lama Mommy"

Kata itu membuat ku mendelik kearah Jeremy. Ia tampak malu-malu dan juga enggan saat aku melihat kearah nya. Dada ku rasanya di tekan sesuatu, tersentuh! Aku tak masalah kalau Jeremy memanggil ku Mommy juga. Tapi aku tak nyaman kalau nanti Devan atau Alea dengarnya.

" Jagoan! Jaga adek mu ya.. Dan Jangan main make up Mommy oke!! " Kata ku pada anak kecil ini. Yang doyan sekali menggambar dengan pewarna make up ku di buku bergambar nya.

Jeremy langsung memeluk ku erat. Aku mengusap kepala nya dengan sayang mencium pucum kepalanya.

Terdengar suara klakson di depan sana.

" Mommy berangkat dulu.. Bye.." Aku segera mencium Jeremy dan Adela dengan cepat sebelum masuk kedalam mobil hitam yang menunggu ku. Marissa juga balas melambaikan tangan.

Kulihat di ujung sana ada Max yang sedang membawa Star keluar dari gang kecil dimana kandang kuda kuda nya berada. Seperti nya jadwal ku dengan Max akan mundur, sungguh disayangkan padahal aku penasaran dengan hasil lukis dia. Dan aku masih ingin menaiki Lucas, ternyata nasib ku malah kembali berjibaku dengan yang namanya pekerjaan.

Aku segera masuk kedalam mobil sesaat setelah Max melambaikan tangan nya.

Disana Devan sudah duduk dengan manis lengkap dengan Ipad nya bertengger di ujung hidung nya.

Sepanjang jalan tidak ada obrolan. Sunyi dan horor seperti kuburan.

Hingga setengah jam dari kediaman Mobil sampai di sebuah gedung yang tinggi dan lebih besar dari kantor yang ada di Batam.

Ada beberapa orang di depan sana. Seseorang wanita dengan stelan merah menyala dan dia sangat cantik, rambut nya pirang menjuntai lurus kebelakang. Sekilas wajah nya kirip Emma Stone, pemeran film spiderman ke 2 sebagai pemain wanita nya.

Penjaga di belakang nya segera membuka kan pintu untuk Devan. Kurasa Devan punya kedudukan tinggi di perusahaan ini. Terlihat bagaimana mereka menghormati Devan.

" Selamat pagi Mr. Alex " Kata perempuan muda cantik ini memberi salam dengan senyum merekah, warna lipstik nya sangat cantik. Aku bahkan mengagumi bibir sexy perempuan ini.

Aku tak begitu melihat reaksi Devan. Mata ku agak enggan menatap mereka disana yang jelas membuat ku hanya seperti daun kering yang nyelip di pakaian. Terlihat dan juga mengganggu. Dan ku juga bingung harus ngapain. Yang kulakukan hanya seperti penjaga disana menunduk kepada sang empu.

Aku turut mengikuti rombongan ini. Yang jujur aku bingung juga kalau tidak ngikutin aku akan kemana.

Dan aku berada dibelakang Clara, perempuan yang mirip Emma Stone tadi.

Rasanya sangat jelas perbedaan ku dengan Clara yang bersinar seperti bintang. Dan aku hanya kegelapan malam disekitar nya untuk membuat nya lebih menonjol, tapi aku tetap percaya diri.

Dan sepanjang rombongan ini melangkah disana juga tampak sinar seorang Devan di kagumi, disanjungi juga wanita wanita disana semua nyaris meleleh matanya termakan pesona seorang Devan.

Pria tampan dengan karir sangat menjanjikan siapa yang tidak tergiur dengan dia, Ckck! Aku rasa ia akan sangat besar kepala setiap hari selalu jadi sorotan wanita wanita cantik. Pantas saja jiwa keangkuhan nya tidak meredup redup. 

Tapi melihat dia sebegitu populer rasanya tak percaya kalau pria itu pernah aku kendalikan bahkan mendengar pengakuan nya yang bilang mencintai ku, melakukan segala cara agar mempertahan kan ku.

Dan juga sampai harus memberi ku obat tidur. Haha ini sangat menggelikan, rasanya kali ini kepala ku yang membesar. Ternyata aku merasa sangat bangga melebihi siapapun saat ini termasuk Clara di depanku.

Aku bahkan tak sadar kalau aku tertawa sendiri dan beberapa dari mereka melihat kearah ku dengan tatapan "aneh".

Lift mengantarkan ku ke sebuah ruangan besar dan tentu saja mewah. Dan aku tau itu ruang CEO disana. Dan pastilah orang nya Devan. Dia memang mengagumkan. Pantas saja ia masih bergelimang harta meski perusahaan nya sudah di ambil alih Jordan di Batam rupanya ia punya bisnis cadangan yang lebih hebat.

Dan kali ini Clara memberikan ku beberapa barang. Ada tumpukan Map, ipad dan 1 papan nama yang sudah mengukirkan nama ku. Disana juga ada jabatan tertera

" Sekretaris "

Ini? Wow.. Aku melirik kearah Devan di seberang sana yang terlihat sudah sibuk dengan komputer nya. Tapi ia tampak tenang seperti biasa, bahkan seolah tak mengubris kehadiran ku disana.

" Bisa tinggalkan kami dulu Clara?" Pinta ku pada perempuan cantik ini.

" Baik" Clara lalu segera melenggang dari sana aroma Vanila juga ikut mengikutinya.

" Aku jadi sekretaris siapa? Tanya ku perlu penjelasan yang detail.

Devan mengalihkan pandangan nya kearah ku seolah mengatakan kalau pertanyaan ku terdengar konyol.

" Ini pekerjaan lebih mudah dari pada merawat bayi! Kamu hanya mengatur jadwal ku saja. Sisa nya Clara yang kerjakan" Katanya disana kembali melihat kelayar disana.

" Aku lebih suka merawat bayi dari pada seharian melihat kamu" Jawab ku dalam hati. Aku mendehem dan terbatuk beberapa kali mencoba menalisir situasi.

" Aku tidak pernah ada pengalaman jadi sekretaris. Ini akan membuat mu malu kalau aku melakukan kesalahan fatal. " Kataku dengan kata lain aku menolak posisi ini.

Ia kembali mengalihkan pupil nya kearah ku dan menjauhkan tangan nya dari benda kecil sebagai menggerak komputer itu, menggosok gosok sebentar hidung nya yang tinggi.

" Kamu baru seminggu merawat Adela! Aku bisa saja mengirim mu kembali ke Indonesia tanpa Adela"

Dia mengancamku???

Mata ku membesar mendengar nya.

Aku tertawa hambar kearah nya. Tapi kurasakan aura mengintimidasi nya disana sudah menyala lagi.

" Oke! Aku sebenarnya sangat tak nyaman posisi ini! Ini terlalu dekat! Ah maksud ku. Aku takut akan mempengaruhi hubungan baru mu dengan Alea. Dia bisa salah paham kalau aku ada bersama mu terus" Ucap ku kali ini mending bicara jujur saja.

" Alea sama sekali tidak keberatan. Dia tau kita sudah berakhir dan tidak mungkin bersama" Jawab nya dengan lugas seolah menekan kan fakta yang ada.

Mendengar nya aku sampai tidak bisa berkedip antara "ya itu benar" atau "oh begitu".

Hati kecil ku seperti nya sedang menertawakan ku. Aku baru saja mengatakan kalimat yang baginya bukan masalah besar dan aku memikirkan nya?? Wtf!!!

" Oke kalau begitu" Jawab ku hanya bisa mengatakan itu walau di sisi sini aku benar benar mau mengumpat. Entah apa yang ingin aku katakan intinya mengutuk nya dulu.

Dan ia kembali berjibaku dengan komputer nya. Aku pun segera keluar dari sana.

Dan Clara menunggu ku untuk memperkenalkan ku dengan tugas pekerjaan baru ku.

Baiklah. Bersikap profesional Alena! Mereka bahkan tidak menganggap kehadiran mu sebagai orang yang pernah ada sebagai mantan istri. Jadi untuk apa kamu merasa percaya diri sekali menganggap kamu ancaman. Ckckck

Aku sendiri malu merasa hati kecil itu terus mengolok ku.

Dan hari pertama ku bekerja disana berlalu berlalu begitu saja. Pekerjaan ku terdengar simple hanya mengatur jadwal Boss tapi dalam nya cukup menguras kesabaran juga karena harus mendiskusikan lebih dulu ke client atau tamu yang akan di jadwal kan. Mengatur jam pertemuan dan segala persiapan yang harus disiapkan "tanpa cela"

Dan Clara menjelaskan bagaimana sifat perfeksionis seorang Devan yang memang notabeni terlahir minta disempurnakan dalam segala hal menyangkut pekerjaan.

Semua itu seolah menutup fakta kalau dulu kami pernah bersama karena aku baru tau bagaimana ia disisi dalam hal bekerja.

Dan ini memaksa ku mengenal dia dari apa saja yang Devan sukai atau tidak. Baik itu minuman atau makanan dan segala warna yang dikehendaki nya.

Dan ini sudah 1 minggu berlalu. Aku belajar dengan perlahan tapi pasti. Ini juga tantangan tersendiri buat ku agar tidak melakukan kesalahan dimata nya. Di maki eks husband lebih memalukan dari pada di maki atasan Rasanya harga diri ku lebih bermain. Walaupun tetap saja ada kesalahan kecil dan itu tak luput ia menegurku.

Dan aku beruntung ternyata Rudy juga ada di perusahaan yang sama. Aku jadi bisa bertukar pikiran tentang apa saja yang tidak disukai boss dan ia sukai. Seperti pria itu sangat menyukai kopi yang hanya 1 sendok teh gula, dan minum teh manis setelah nya.

Dia juga ternyata tidak terlalu suka makanan pedas.

Rasanya aku seolah baru mengenal Devan dengan semua yang aku ketahui. Karena memang selama dulu jadi istri nya kami hanya mengenal dan benar benar menjalin hubungan beberapa bulan saja. Drama musuhan nya yang lebih panjang dan berliku-liku.

" Ini terlalu manis! Kemaren-kemaren bikinan mu wajar"

Aku tak tau apa yang mendominasi Boss besar ini mengkritik kopi buatan ku yang sudah 2 kali salah.

" Baik. Saya bikin lagi" Kata ku merasa pria ini lagi kena PMS.

Cangkir kopi itu aku tarik kembali dan kembali ke pantry membuatkan nya yang baru.

Setelah memberikan yang baru ia malah tak mencicipinya.

" Ikut aku! " Katanya disana sambil mengambil mantel panjang nya.

Aku tak tahu kemana karena jadwal nya ia akan keluar jam makan siang, tapi tak baik terlalu banyak bertanya. Lebih baik diam dan ikut.

Kali ini hanya aku dan Devan tanpa supir. Ia membawa ku ke jalan raya yang cukup ramai Dan seperti biasa tidak ada obrolan lagi pula apa ada yang bisa membuat kami mengobrol sehat tanpa berdebat??

Aku agak mengenali jalan yang terasa familiar ini.

Ini jalan menuju rumh Alea.

Apakah ada sesuatu terjadi dengan kekasih nya tersebut? Karena itu ia langsung meninggalkan pekerjaan nya begitu saja dan kulihat Devan memang sedikit khawatir.

Kok rasanya seperti ada yang mencubit ya di ulu hati ini.

Aku hanya diam saja sampai mobil ini benar benar masuk ke perkarangan rumah Alea.

Devan turun lebih dulu dan terkesan tak sabaran. Dan aku menyusul nya dengan sedikit enggan.

Melihat Alea sama saja mengingatkan luka lama. Dengan lambat aku menyusul Devan.

Dan sekarang aku berada di balik pintu sana sangat berat rasanya untuk ikut masuk kedalan kamar wanita kloning Devi itu.

Yang aku tau saat ini seperti nya Alea sedang sakit, mungkin ia menelepon Devan saat aku membuatkan kopi yang baru untuk nya.

" Aku tidak apa-apa Dev.. Ini hanya luka kecil saja" Itu suara Alea yang mencoba meyakinkan Devan kalau ia baik baik saja.

" Harusnya kamu lebih hati- hati! Ini bisa berakibat fatal"

Itu suara Devan. Tampak jelas ia sangat khawatir dengan Alea. Suara nya lembut berbanding terbalik saat bicara dengan ku yang ketus.

Aku menarik rok span ku dengan erat. " Devan ternyata memang sungguh sungguh dengan Alea. Kulihat lelangitan rumah itu dengan kosong.

Ayolah Alena apa yang kamu pikirkan.

Ini memang sudah kamu ketahui bukan! Jadi kenapa kamu terlihat menyedihkan.

" Siapa yang menyedihkan, sial" Ucap ku bicara sendiri. Lalu aku masuk kesana dan mata ku membulat saat melihat sesuatu yang tak seharusnya aku lihat.

Devan sedang memeluk Alea. Walau itu hanya sebuah pelukan tapi aku seolah melihat sesuatu yang menyakitkan. Seperti melihat Devi lagi.

" Oh maaf" Kata ku segera menundukan mata. Tangan ku mengepal. Ini hanya lah ingatan yang membuat ku merasa sakit hati melihat bayangan kedua nya ini. Alea sungguh mirip dengan Devi.

Ya aku merasa perih karena Alea mirip Devi. Pasti karena itu.

" Alena.. " Seru Alea disana agak terkejut.

Aku mengangkat wajah dan tersenyum pias. Mereka sudah mengurai pelukan. Tapi tetap saja suasana canggung terasa sangat kental. Aku meruntuki betapa bodoh nya aku masuk tanpa permisi.

Beruntung ponsel ku berbunyi.

" Ah permisi...." Kataku memberikan sinyal mau mengangkat telepon itu.

Aku segera berbalik dari sana dan berjalan lurus keluar dari rumah itu.

Telepon yang sebenar nya juga tak perlu di angkat buru buru, hanya aku abai kan dan mati dengan sendiri nya. Setidaknya aku ada alasan untuk keluar dari sana.

Ngiit, seperti itu rasa yang ada disini. Sentilan kecil tapi menyakitkan.

Kutarik nafas berkali kali. Masih ada sesak yang mengganjal.

Kulihat langit cerah diatas sana beberapa detik.

Langit saja bisa terus cerah walau nanti ada mendung dan berubah warna, tapi nanti kembali cerah itu artinya kehidupan memang selalu berjalan tanpa mengerti akan ada perubahan menghiasi dan Devan juga sudah bisa menemukan bahagia nya. Aku kapan?

Sesaat wajah anak anak terlintas, oh bodoh nya aku. Anak anak adalah kebahagian ku sekarang. Lalu aku mau cari apa lagi? Cinta? Lelaki? Mereka hanya bisa menyakiti. Begitu kan!!

Beberapa menit kemudian kulihat Devan tampak keluar dari rumah itu. Aku pura pura sibuk mengobrol di telepon padahal tak ada siapapun yeng menelepon.

Aku tertawa dan bicara omong kosong. Hingga aku segera menutupnya setelah pura pura baru tau ada Devan disana.

" Okey.. Nanti kita sambung lagi" Kata ku dengan gaya nya seolah memutuskan telepon.

" Maaf, bagaimana keadaan Alea? " Tanya ku menepis wajah dengan lebih tersenyum.

" Dia baik baik saja. Kita kembali" Kata Devan disana segera masuk kedalam mobil.

Aku menggigit bibir bawah. Sebelum masuk kesana.

" Apakah tidak apa apa Alea sendiri ditinggal? " Tanya ku yang sebenarnya melihat raut masam Devan sudah membuktikan kalau ia enggan bicara. Tapi aku ingin membuktikan aku tak ada efek apa apa saat memergoki mereka berpelukan.

" Ya! Dia ada bibi nya disana" Jawab Devan sembari memutar mobil itu.

Aku ber-oh ria dan kembali mengambil diam seribu bahasa mengulum bibir ini yang terasa pahit.

Aku pikir mobil akan langsung membawa ke kantor tapi ternyata ke pusat perbelanjaan yang cukup besar disana.

Aku tak banyak bertanya mungkin saja Devan ada keperluan kesana.

" Turun lah. Aku perlu rekomendasi mu untuk sesuatu" Katanya disana. Dan aku menurut.

Aku berjalan di belakang Devan mengekor layak nya seorang bawahan nya yang lain.

Dan setelah lama masuk kedalam ia menuju toko perhiasan.

Pria ini tampak sibuk memilih milih sesuatu disana. " Apa ia ingin membeli cincin tunangan? Atau cincin pernikahan.." Tebak ku melihat punggung nya yang bergerak dengan luwes.

" Kemari lah..." Katanya memerintah ku. Aku kaget dan segera mendekat dengan hati-hati.

" Apakah gelang ini cocok untuk Adela?" Tanya nya menunjuk beberapa gelang bayi dengan berbagai jenis model.

Aku langsung berbinar melihat gelang gelang unyu itu, membayangkan Adela memakai salah satu nya saja membuat ku tersenyum lebar.

" Aku rasa ini cocok, simple dan ga banyak mainan nya. Takut nanti dia gigit gigit nanti bisa ketelan" Kata ku menunjuk jenis gelang kecil yang berupa rantai kecil melingkar.

Devan memberitahu penjaga itu untuk mengambil gelang yang aku taksir.

" Bisa lihat model cincin untuk sepasang?" Tanya Devan lagi. Membuat ku kembali merasa ada decitan halus di sini tapi terasa dalam. Senyum ku tadi langsung memudar.

Penjaga toko ini lalu memberikan contoh model cincin sepasang disana. Ia tampak sangat antusias melihat desain desain cincin itu.

Dan kulirik model nya memang sangat bagus bagus" Jadi mereka akan segera terikat juga" Celetuk ku merasa sesuatu ini terasa semakin jelas.

Ada rasa tidak terima tapi juga ada rasa biasa biasa saja.

Ponsel ku bergetar dan ada notif chat masuk dari Max.

Aku membalas pesan Max seperti biasa. Pria itu bilang kalau Lucas mencari ku. Memang selama aku sudah bekerja. Aku sangat tak bisa lagi mengobrol dengan Max. Setelah pulang biasanya aku mehabiskan waktu dengan anak anak sampai pagi menjelang dan hari hari berlalu begitu saja. Padahal dengan mengobrol bersama Max atau Bob dan juga bermain dengan kuda-kuda nya terasa lebih menyenangkan.

" Ada pesta topeng! Datang lah bersama ku besok malam gimana?"

Aku tersenyum tipis membaca nya. Sebuah pesta tanpa pesta topeng. Kelihatan nya menarik.

" Baiklah" Ketik ku cepat dan segera mengirim nya.

Aku memang perlu hiburan. Dan aku ingat besok malam Devan ada janji temu makan malam dengan tamu dari Vietnam. Biasanya kalau malam ia akan membebas tugaskan ku. Alasan nya karena aku hanya kerja sampai jam 7 malam dan memang karena tugas ku selanjutnya adalah berkumpul anak anak.

Kulihat penjaga toko sudah memberikan tas belanjaan pada Devan. Ponsel itu juga aku masukan kembali ke tas.

" Biar saya, sir" Kata ku mengambil alih tas belanjaan itu.

Devan segera menyerahkan nya dan berlalu seperti biasa.

Aku diam sesaat. Oh sungguh nasib. Aku benar benar persis bawahan nya. Mungkin aku babu dimatanya!!

Aku kembali mengikuti nya dari belakang. Aku pikir akan segera pulang ternyata tidak. Dia malah mampir disebuah outlet brand global. Aku mengikuti nya dan seperti nya aku menggantikan pramuniaga disana. Menerima beberapa potong pakaian yang mau ia beli atau ia coba dulu. Aku mengekor dengan hati seperti nya berupa serpihan. Apa ia sengaja melakukan nya. Menjadikan ku sekretaris nya agar bisa terus menghina ku seperti ini. Aku punya kedudukan mantan istri nya yang sebelumnya aku banggakan eh ternyata aku salah. Ia memperlakukan selayak nya babu!!

Tapi mau bagaimana lagi aku sekarang memang bawahan nya.

Mungkin ia ingin membuat ku menyerah. Membuat ku kesal agar aku meninggalkan Adela. Ya.. Mungkin begitu.

Hati ku mengeras dan serasa ini sama saja memacu kekuatan ku agar tidak menyerah.

Uugggh tangan ini gatal pengen mencekik leher nya.

" Hey kemari lah"

Aku menoleh kaget. Ia memanggil ku saat berada di dalam fitting room dengan kepala setengah menyembul dari bilik tirai.

Aku segera mendekat mungkin ia mau meminta ku mengembalikan beberapa potong baju yang tak cocok untuk nya.

Tirai itu di buka.

Aku sedikit terkesima dengan Devan yang mengenakan sweater maron dengan kemeja putih menyembul di leher nya. Lebar dada nya tercetak jelas apalagi sweater itu membalut sempurna di lengan berotot nya. Ia seperti memiliki sayap.

Devan berkecak pinggng bak seorang model pria di majalah dewasa. Ia memang punya postur seperti itu.

" Apakah stlye ini cocok untuk ku?" Tanya nya membuat ku berkedip beberapa kali meruntuki diri yang sempat terpesona.

Kulihat Rambut nya menjuntai di kening nya mengikuti garis alis nyabyabg tebal membuat nya memang seperti jelmaan pria terseksi di majalah pria dewasa.

Entah kenapa aku maju kesana. Jari ku mengarah pada kancing kemeja di leher nya. Ku buka dan menarik kedua sisi. Leher nya terlihat lebih bisa bernafas dan itu membuat pria ini lebih mempesona lagi dan lagi.

" Ini keren" Ucap ku melebarkan senyum dan melihat kedepan. Mata ku melebar. Aku kaget dengan tingkah ku sendiri. Bahkan aku baru sadar sedekat ini dengan Devan. Jarak kami hanya 10 cm. Dan tangan ku masih bertengger di kerah nya. Jari ku terasa gemetar.

Rasanya aku baru saja menelanjangi diriku dengan tingkah implusit barusan.

Aku segera keluar dari sana membawa kedongkolan pada diriku sendiri. Kenapa aku melakukan nya. Ini sangat memalukan" Runtuk ku rasanya ingin membuat lubang besar di lantai dan kabur. Semoga ia tak berpikir aku sok dekat atau mencoba menggoda nya kan.

Aku mengitari dres dres cantik disana. Baju baju itu mengingatkan ku dengan Nita dan Susan. Mungkin kalau sudah gajian aku akan membelikan mereka. Bisa terbayang bagaimana cantik nya mereka memakai baju dari brand ini.

" Pilih lah. Mana saja yang kamu suka"

Aku kaget dengan suara di belakang. Ternyata Devan.

Aku menunduk mengingat tingkah ku sebelum nya.

" Tidak. Terimakasih!" Jawab ku dan segera pergi dari hadapan nya. Wajah ku pasti masih semerah pantai monyet.

Aku memilih menunggu di luar sambil menelepon Marissa menanyakan bagaimana Adela dan Jeremy di rumah.

Marissa bilang kalau Adela sedang main mainan nya sedangkan Jeremy dia baru pulang sekolah.

Telepon ku akhiri setelah melihat Devan selesai belanja. Kulihat di belakang ada yang membawakan semua belanjaan nya yang ternyata lebih banyak dari yang kukira.

Aku kembali mengekor hingga belanjaan-belanjaan itu masuk mobil dan terlihat sesak di jok belakang.

Apakah dia mencoba menghibur diri dengan belanja setelah kekasih nya sakit? Aku meringis. Apakah itu terlalu menggelikan.

Aku menggeleng menepis pikiran aneh barusan.

*

*

" Ini untuk mu! "

Ia menyodorkan beberapa paper bag saat kami sudah kembali ke kantor.

Aku mengerinyit dan membuka sedikit paper bag disana. Isi nya seperti baju-baju yang tadi aku lihat di Outlet.

Aku ingin menolak nya tapi ia malah mengatakan yang sedikit menyinggung.

" Biasa kan mengenakan pakaian yang  brand nya original kalau sedang bekerja. Okey!

Dengan kesal semua paper bag itu aku ambil. " Dia menghina ku huh.. Sialan!!! " Runtuk ku saat di luar ruangan nya. Dan membanting semua belanjaan disana.

Menghempaskan pantat ini ke kursi dengan geram. Ini lah tujuan Devan menghina dan menindas ku.