webnovel

Hancur

Alena tidak tahu lagi harus bagaimana, hatinya hancur berkeping-keping. Pantas saja selama ini Mama Febi hanya peduli dan mencintai Sarah saja. Sarah adalah remaja berusia dua belas tahun yang tidak kalah cantik dari Alena. Namun sudah beberapa hari ini ia sedang menginap di rumah Neneknya jadi ia tidak mengetahui pertengkaran yang terjadi di rumah ini antara Mama dan Kakaknya.

"Aku benar-benar enggak pernah menyangka," batin Alena.

"Saya harap kamu mengerti setelah saya menceritakan semua ini. Saya harap juga mulai hari ini kamu tidak usah cemburu dengan Sarah yang lebih cukup mendapatkan kasih sayang dari saya dan juga Papah! Karena sudah jelas kamu itu bukan anak kandung saya sementara Sarah adalah darah daging saya!" ujar Febi yang lagi-lagi membuat hati Alena semakin sakit dan telinganya sudah tidak lagi mampu mendengar semua perkataan dari mulut Febi.

Tidak lama setelah itu Adiguna datang dan melihat pertengkaran anak dan istrinya. "Ada apa ini?" tanya Adiguna dengan nada yang tegas.

"Kalian itu bisanya cuma ribut dan ribut setiap harinya!" sambungnya lagi yang kelihatannya ia baru saja datang setelah mengurusi beberapa bisnisnya.

Mata Mama Febi dan Alena seketika itu juga langsung menatap tajam kearah laki-laki yang berprofesi sebagai Pengusaha itu. "Aku sudah menceritakan kejadian dua puluh dua tahun yang lalu, Pah!" seru Mama Febi

Bola mata Adiguna langsung membulat sempurna.

"Maaf Pah, aku udah enggak bisa lagi untuk merahasiakan semua ini," ujar Febi.

Adiguna langsung menatap kearah Alena sementara itu Alena langsung bergegas pergi karena sudah tidak tahan lagi mendengarkan semua kenyataan ini.

"Alena tunggu!" teriak Adiguna namun Alena tidak sedikitpun menggubrisnya hatinya sudah sangat kecewa termasuk pada Papahnya.

"Kamu bener-bener keterlaluan!" seru Adiguna pada istrinya itu.

"Keterlaluan? Kamu yang keterlaluan sama aku Pah! Kamu emang udah lupa kejadian itu? Setiap aku melihat wajah Alena saat itu juga hati aku sakit Pah!" balas Febi dengan nada tinggi. Matanaya juga terlihat menitikkan sedikit air mata karena terlalu emosi.

***

Dilain tempat, Elea sekarang tengah menunggu Andre di salahsatu kafe yang cukup mewah di Jakarta. Sebenarnya ia tadinya ingin membicarakan ini semua di kantornya. "Tadinya aku mau membicarakan permasalah ini di kantor tapi itu artinya aku enggak profesional karena membawa permasalahan pribadi di kantor."

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya seorang pria berusia dua puluh lima tahun, berparas tampan itu datang. "Hai Elea!" sapa laki-laki itu sambil duduk di kursi.

Raut wajah Elea sudah tidak dapat lagi menahan rasa kecewanya kepada laki-laki yang telah menghancurkan hati sahabat terbaiknya itu. "Aku mau to the poin aja, kenapa kamu tega mengkhianati Alena? Kamu tega menghamili wanita lain padahal kamu sudah bertunangan dengan Alena!" ujar Elea dengan nada penuh kekecewaan.

Andre terlihat menundukkan kepalanya, raut wajah bersalah begitu terpancar dari wajah laki-laki yang memiliki jabatan tinggi di Perusahaan.

"Kenapa kamu diem aja?" tanya Elea.

"Aku juga enggak tahu kenapa aku bisa melakukan hal bodoh itu. Aku menyesal Elea dan tolong kalau bisa kamu bujuk Alena supaya memaafkan aku dan menerima aku kembali," sahutnya.

"Apa kamu bilang? Setelah kamu menghancurkan hati sahabat aku, kamu cuma bisa minta maaf? Sementara itu Alena di rumah harus tertekan dan begitu sakit hati." Elea benar-benar tidak habis pikir dengan laki-laki yang ada dihadapannya ini.

"Kamu bisa enggak sih jangan plin-plan jadi laki-laki?"

"Elea, aku kan sudah minta maaf. Semuanya juga sudah terjadi. Lagian kamu juga ngapain sih ikut campur urusan aku sama Alena?"

Elea menghela nafasnya ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Andre. Dirinya mencoba untuk tidak emosi dan berusaha untuk bisa tetap tenang.

"Aku itu sahabatnya Alena, kita itu sahabatan udah dari kecil dan aku enggak akan membiarkan jika ada orang yang ingin menyakitinya!" balas Elea sambil berdiri untuk pulang meninggalkan laki-laki itu.

"Kamu mau kemana Elea?" tanya Andre namun Elea mengabaikannya.

Elea segera berjalan dan masuk kedalam mobilnya. Setelah sampai didalam mobil ia mencoba kembali menghela nafasnya. "Ternyata apa yang dikatakan oleh Alena itu benar!"

Elea mengerutkan keningnya ternyata ia selama ini salah menilai Andre.

"Lebih baik sekarang aku temuin aja Alena di rumahnya."

Elela segera menyalakan mesin mobilnya untuk menuju ke rumah Alena.

Tiga puluh lima menit berlalu dan Elea sudah sampai didepan rumah sahabatnya. Ia segera memarkirkan mobilnya dihalaman depan rumah mewah Alena lalu setelah itu ia turun.

"Permisi," ucap Elea dengan sopan mengetuk pintu itu.

"Ya," sahut orang yang ada didalam rumah itu.

Tidak lama setelah itu orangtua Alena keluar.

"Om, Tante," sapa Elea sambil menyalami tangan kedua orangtua Alena.

"Alena ada enggak Om?"

"Alena kabur dari rumah, enggak tahu kemana."

"Apa Om? Alena kabur?" tanya Elea yang panik sambil menatap wajah Adiguna.

"Iya dia kabur, saya sudah mencarinya tapi tidak ketemu juga. Saya minta tolong sama kamu untuk cari dia," ucap Adiguna dengan nada sedikit khawatir.

"Yaudah kalau gitu sekarang aku cari Alena dulu ya Om." Elela segera pamit kembali untuk mencari Alena.

"Iya, kalau sudah ketemu suruh dia pulang."

"Baik Om."

Elea segera kembali masuk kedalam mobilnya dengan perasaan yang begitu tidak tenang. "Duh ... Len kamu kemana sih?" ujarnya sambil menyetir mobilnya dengan pelan, matanya melirik kesetiap pinggir jalan karena takutnya ia tidak melihat Alena.

Cuaca yang semakin mendung menambah rasa kekhawatiran dirinya terhadap sahabatnya itu.

Elea terus menyusuri setiap jalan namun hasilnya nihil ia tatap saja tidak menemukan Alena. "Oh iya!" Elea tiba-tiba memberhentikan mobilnya karena teringat dengan sebuah taman yang biasanya menjadi tempat piknik dirinya bersama dengan Alena.

"Oke, mendingan aku coba cari Alena disana. Semoga emang dia bener-bener ada disana."

Elea segera mengendarai mobilnya kembali ke taman untuk mencari sahabatnya itu.

Bagi Elea sendiri Alena bukan hanya sebagai teman dan sahabatnya melainkan sudah seperti saudara kandungnya sendiri. Tidak heran ketika mendengar Alena kabur dari rumah ia begitu shock apalagi ketika kemarin ia menemui Alena, kondisi sahabatnya itu begitu memprihatinkan.

Setelah sampai di taman yang ia tuju, Elea segera turun dari mobilnya. Matanya langsung menyapu ke seluruh area taman yang begitu menyegarkan mata. Kondisi taman sudah sangat sepi karena awan sudah sangat gelap.

Kondisi cuaca yang sudah sangat mendung dan gelap seolah-olah mengisyaratkan akan adanya hujan yang turun begitu lebat namun semua itu tidak membuat Elea mengurungkan niatnya sedikitpun untuk mencari Alena karena ia begitu yakin jika sahabatnya itu sedang ada ditempat ini.

"Alena ...."

Elea berteriak memanggil nama sahabatnya.

Benar saja saat ia memasuki taman itu lebih dalam lagi ia melihat seorang wanita yang memakai dress berwarna pink dan rambut hitam sebahu yang terurai cantik sedang duduk di kursi taman. Elea begitu sangat yakin jika itu adalah Alena karena di taman ini sudah sangat sepi.

"Alena ... Len ..."

Elea terus berteriak sambil berjalan dengan cepat kearah wanita yang tengah duduk sambil menundukkan kepalanya itu namun wanita itu tidak bergeming sedikitpun.

"Elea," lirih wanita itu ketika melihat Elea berada di hadapannya.

"Len, kamu ngapain disini? Ini udah gelap banget kayaknya mau turun hujan yang cukup lebat."

"Ayo kita pulang, Len." Elea menarik tangan sahabatnya itu.

"Enggak El! Aku pengen disini! Aku enggak mau pulang ke rumah," balas Alena sambil mengais sesenggukan.

Setelah itu Alena memeluk dan mendekap Elea dengan sangat erat sambil terus menangis. Banyak pertanyaan yang terlintas dalam isi kepala Elea mengapa Alena begitu sangat sedih seperti ini namun ia hanya dapat mengelus dan mengusap punggung sahabatnya itu dengan sangat lembut, mencoba untuk memenangkannya hingga Alena mau menceritakan apa yang membuatnya seperti ini.

Saat mereka berpelukan hangat, hujan langsung turun sangat deras. Seolah-olah langit merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Alena. "Len, hujannya deras banget mending kita ke mobil," ujar Elea.

Mereka pun akhirnya berjalan kearah mobil lalau setelah itu keduanya langsung masuk. Barulah saat didalam mobil, Elea berani bertanya kepada Alena. "Len, sebenarnya apa yang terjadi hingga kamu kabur dari rumah? Apa karena gara-gara Andre?" tanya Elea.

"Ada yang lebih menyakitkan dari itu El!" balas Alena sambil menangis.

"Lalu apa?"

"Ternyata aku adalah anak hasil selingkuhan Papah dan ibu kandung aku sudah meninggal saat aku masih bayi." Alena merasa sangat hancur saat ini namun beruntung sahabatnya itu selalu ada disaat ia terpuruk seperti ini.

"A-apa?" sahut Elea dengan raut wajah yang kaget bukan kepalang.