webnovel

Lelaki Dalam Kabut

Bagi Mimi, mimpi adalah bagian dari kenyataan. Apapun yang hadir dalam mimpinya akan hadir pula di dunia nyata. Namun ada satu mimpi yang tak kunjung jadi nyata, mimpi tentang lelaki yang wajahnya selalu tertutup kabut. Berbagai petunjuk hadir tentang lelaki dalam kabut tersebut, namun Mimi tak juga menemukan lelaki itu didunia nyata. Sahabatnya menganggap Mimi sudah gila karena jatuh cinta pada lelaki dalam mimpi yang bahkan tak diketahui wajahnya seperti apa. Dia juga mengabaikan cinta yang nyata ada dihadapannya karena lelaki kabut itu. Apakah lelaki itu memang benar-benar ada? Dan apakah yang dirasakan Mimi adalah cinta atau obsesi semata? Akankah pencarian Mimi membuahkan hasil? 

Zianaabia_79 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
74 Chs

Reuni (Bukan?)

"Eh itu Mimi sama Rio!". Sebuah suara menyambut kedatangan Mimi.

Mimi tersenyum sambil menghampiri mereka. Mereka saling bersalaman dan menanyakan kabar.

" Ehm... kalian kok bisa datang sama-sama?" tanya Nelly salah seorang teman mereka.

"Cie... cie... ada apa nih kalian?" goda yang lainnya.

Mimi hanya tertawa saja, mendengar godaan teman-temannya itu. Karena baginya hal itu tak perlu dijawab. Berbeda dengan Rio yang terlihat salah tingkah.

"Mi, duduk disini aja!" ajak Rio berusaha menutupi kegugupan nya. Mimi menuruti apa kata Rio. Dia memang sengaja tak mau jauh-jauh dari Rio, karena tengah menjalankan misinya.

"Mi, lo sekarang sama Rio?" bisik Nelly.

"Iya, tadi gue berangkat sama Rio," jawab Mimi santai.

"Iiih, maksud gue bukan gitu. Lo jadian ya sama Rio?".

Mimi memggellengkan kepalanya sebagai jawaban. Nelly nampaknya masih tak yakin, dia mulai mendekati Rio untuk mencari tahu.

Sementara Mimi tampak bolak balik melihat ponselnya. Hatinya gelisah, karena belum mendapatkan jawaban. Atau mungkin memang benar Rio orangnya, karena sekarang dia sedang bersama Mimi, jadi tak mungkin dia membalas pesan Mimi.

Mimi berusaha untuk tenang, dia menyibukan diri dengan mengobrol bersama yang lain. Walau sesekali dia masih memperhatikan ponselnya.

Bip... Bip... Bip...

suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel miliknya. Diliriknya Rio yang tengah asyik mengobrol dengan Devan di sampingnya. Mimi menghela nafas sebelum akhirnya membuka pesan,

PR : Hai Mi! aku lagi baca buku aja. Kamu lagi apa? Tumben hubungi aku.

Mimi terbelalak melihat pengirim pesan. "Hmmm, berarti PR itu bukan Rio," katanya lega.

Mimi : aku lagi reuni kecil sama teman-temanku. Tadi aku mau memastikan sesuatu aja, tapi ternyata bukan.

PR : Memastikan apa?

Mimi : Memastikan kamu.

PR : Lho kok memastikan aku? Memangnya ada apa?

Mimi : aku pikir, orang yang memberiku hadiah adalah kamu. Tapi ternyata setelah kamu jawab pesan ini, aku bisa memastikan itu bukan kamu.

PR : Waah, ada yang ngasih kamu hadiah selain aku?

Mimi : Udah dulu ya, aku masih sama teman-teman.

Mimi memutuskan obrolan mereka dan kembali mengobrol dengan teman-temannya.

---

RIO POV

Reuni kecil ini jadi terasa menyenangkan dengan kehadiran Mimi. Teman-teman banyak yang ingin tahu mengenai hubungan kami. Sayangnya, tak ada yang istimewa dari hubungan kami saat ini.

Aku gugup sekali karena beberapa teman menggoda aku dan Mimi. Tapi herannya, Mimi tampak santai saja. Dia malah bolak balik melihat ponselnya, seperti ada yang ditunggu.

"Lo jadian sama Mimi?" tanya Devan padaku sambil berbisik.

"Maunya sih gitu, tapi ngga atau belum kalau sekarang sih," jawabku dengan berbisik pula.

"Lo kelamaan, dari dulu lo naksir dia tapi maju mundur aja. Lama-lama keburu diambil orang," kata Devan lagi.

"Gue ngga yakin dia suka sama gue Dev."

"Alaaah, gitu aja pusing. Ditolak tuh biasa. Yang penting usaha."

Aku diam mendengar perkataan Devan. Dan mulai mempertimbangkannya.

Rio POV end

---

"Makasih ya, udah jemput dan antar gue." kata Mimi pada Rio saat mereka sudah sampai di depan rumah Mimi.

"Gue yang makasih karena lo mau bareng sama gue."

"Mampir dulu?" ajak Mimi.

Rio melihat jam di pergelangan tangannya. "Udah malam Mi, kapan-kapan aja. Boleh kan?"

Mimi mengangguk lalu sekali lagi mengucapkan terima kasih .

Setelah mobil Rio meninggalkan halaman rumahnya, Mimi langsung masuk ke kamarnya. Sampai di kamar, diambilnya Binder pemberian Rio dari dalam tas. Entah mengapa, ada rasa lega karena hadiah lain bukan dari Rio. Karena kalau PR itu ternyata Rio, dia tak tahu harus bagaimana. Mungkin memang baiknya dia tak perlu tahu dulu siapa PR, walau hatinya penasaran setengah mati.

Bip... Bip... Bip...

Suara notifikasi pesan terdengar lagi. Mimi buru-buru melihat siapa pengirimnya.

PR : Sudah sampai di rumah? Aku penasaran siapa yang memberi hadiah sama kamu selain aku?

Mimi : Udah, baru saja aku sampai. Kamu ngga perlu tahu, yang pasti aku lega bukan kamu.

PR : Lho kok lega? Kamu ngga suka hadiah-hadiah dari aku?

Mimi : Bukan begitu, aku lega orang itu bukan kamu. Karena kalau dia adalah kamu, aku ngga tahu harus gimana.

PR : Ooo begitu. Aku kira kamu tak suka pemberianku.

Mimi : Kenapa kamu ngga mau menunjukan siapa diri kamu sih? Aku kan penasaran.

PR : Belum waktunya aja. Nanti kalau sudah waktunya aku akan muncul di hadapan kamu.

Mimi : Lalu, untuk apa kamu mengirim hadiah-hadiah itu?

PR : Untuk menyenangkan kamu.

Mimi : Kupikir untuk membuatku penasaran.

Jujur, Mimi benar-benar penasaran dengan sosok dibalik hadiah-hadiah itu, sekaligus ingin tahu maksud dia mengirim hadiah-hadiah itu.

Terlalu lelah berfikir, membuat Mimi tertidur tanpa sempat berganti pakaian.

---

Bangun tidur, Mimi langsung mencari Bang Rendra.

"Bang... Bang...!" panggil Mimi di depan kamar Rendra.

" Abangmu kemarin malam mendadak ke Bandung, Katanya Ayahnya Maya sakit, jadi dia mengantar Maya kesana." kata Bunda, saat melihat Mimi menggedor-gedor kamar Rendra.

"Sakit apa Bun?".

" Belum tahu juga Bunda. Kamu telepon saja Abangmu."

Mimi langsung menghubungi Rendra.

"Halo,. Assalamu'alaikum, " suara Bang Rendra terdengar dari seberang sana.

"Wa'alaikumussalam... Abang dimana?".

" Di Bandung Dek, Semalam Ayahnya Maya sakit, jadi Abang antar dia pulang, ini sebentar lagi Abamg mau pulang kok. Soalnya Abang cuma ijin setengah hari dari kantor."

"Bang, Abang jangan pulang. Abang temani Mba Maya ya.! Percuma Abang pulang, nanti juga balik lagi ke Bandung."

"Kamu mimpi apa Dek?" tanya Rendra langsung.

Setelah tahu keistimewaan Mimi, dia jadi percaya apa yang disampaikan Mimi padanya.

"Pokoknya Abang jangan pulang. Abang disana temani Mba Maya. Kalau Abang masih sayang sama Mba Maya, bilang sama Ayahnya, kalau Abang akan jaga Mba Maya. Aku harap tak akan ada sesuatu yang buruk terjadi."

Rendra terdiam mendengar perkataan Mimi. Namun dia paham apa yang Mimi maksud. Jadi setelah Mimi menutup telepon, Rendra langsung menelpon ke Kantornya, untuk mengambil cuti beberapa hari.

---

Mimi POV

Semalam mimpi apa itu? Begitu banyak orang di tempat yang tak aku kenal. Kulihat Bang Rendra memeluk seorang perempuan yang tak kulihat wajahnya, perempuan itu tengah menangis. Tampak sosok lelaki seumur Ayah terbaring di tempat tidur. Bang Rendra menuntun perempuan itu kearah laki-laki yang tengah terbaring.itu, lalu meninggalkannya. Samar terdengar lelaki itu bicara, "Papa belum bisa pergi kalau belum yakin akan ada yang menjaga kamu Nak!" Perempuan itu, semakin terisak. Lalu semuanya hilang,

Dan pagi ini, aku baru tahu siapa perempuan itu. Semoga tak terjadi apa-apa harap Mimi. Namun jika pun terjadi sesuatu, semoga Bang Rendra bisa meyakinkan Papa Mba Maya, bahwa dia akan selalu menjaganya.

Mimi POV end

---

Tiba-tiba terfikir ide di benaknya. Mimi mencari Ayah dan Bundanya di bawah.

"Yah, Bun, kita ke Bandung sekarang yuk!".

---