Lentera yang dipegang sosok berjubah itu jatuh ke atas bebatuan, apinya langsung padam karena keadaan yang lembab, hanya asap tipis melayang di udara, menguap, menyebarkan aroma yang tidak menyenangkan selama beberapa saat.
Leo berkedip, menatap keadaan dirinya saat ini.
Cinta.
Dulu ia pernah mencintai seseorang, tidak ... sebenarnya ia tidak pernah membuktikan kalau perasaannya itu adalah cinta.
Leo tidak pernah punya kesempatan untuk hal-hal seperti itu.
Leo tidak punya banyak waktu untuk bersenang-senang, begitu ia lulus dari akademi prajurit, Ia sudah berjibaku dengan darah dan keringat sepanjang ia hari di bawah sinar matahari.
Satu hal yang mungkin ia ingat di hari terakhir ia keluar dari akademi adalah pertunjukan teater, wanita yang berdiri di atas panggung itu terlihat menari bermandikan cahaya lampu yang berkedip-kedip, terlihat memukau dan indah.
Ya, indah.
Leo bahkan tidak bisa berkata-kata melihatnya berputar-putar di atas panggung, roknya yang lebar itu mengembang, seperti bunga matahari yang mekar di atas rerumputan hijau di taman milik Ratu Ginevra.
Leo tidak bisa melupakan warna yang terang benderang itu sepanjang ia pulang, tapi sayang ia tidak pernah tahu dan tidak pernah bertemu lagi karena ia kembali ke kota Dorthive, memimpin kota tersebut yang tidak jarang kedatangan prajurit dari kerajaan tetangga.
Melihat Dylan yang berhubungan dengan seorang Pelayan, Leo sebenarnya tidak memiliki reaksi yang berarti, wanita itu lembut, tapi matanya entah kenapa tidak terlihat murni.
Tapi ia tidak bisa memberitahu hal ini pada Dylan, ia juga tidak memiliki pengalaman tentang hal berantakan seperti ini. Sahabatnya itu sedang dimabuk cinta dan hal-hal kacau kemudian terjadi satu persatu.
Hingga akhirnya, satu demi satu berubah. Bahkan dibantu oleh sang Ratu pun, Leo tidak bisa bertahan, kotanya menjadi sarang monster dalam lima tahun terakhir.
"Aku bertaruh," gumam Leo sambil mengusap bahunya, noda lumpur dan darah yang selama ini melekat kuat di tubuh membuat dirinya terkesan lebih suram daripada biasanya. "Bertaruh dengan hal seperti itu membuat aku harus mengorbankan banyak hal."
Setelah ini, mungkin ia akan lupa dengan semua kenangan-kenangan yang ada di dalam kepalanya, ia juga akan lupa dengan semua orang yang pernah ia temui.
Tidak usah setelah ini, sekarang pun Leo mulai lupa seperti apa wajah orang yang berdiri di panggung teater waktu itu, ingatannya mulai memudar.
Sosok berjubah itu mundur, lalu menarik napas panjang. Seakan sudah menguasaai dirinya sendiri.
"Apa yang kau pertaruhkan? Pada akhirnya yang sudah rusak akan tetap ru ….."
BRAKH!
Sosok berjubah itu seketika terlempar ke belakang, terhempas mengenai monster-monster yang telah tertimbun di bawah tanah.
"Ya, memang akan rusak." Leo menggerakkan tangannya, pikirannya terasa menjadi lebih jernih daripada sebelumnya. "Aku memang sudah rusak."
Sosok itu mengangkat wajahnya, ia kemudian tertawa di depan Leo, semua rasa terkejutnya seakan menghilang begitu saja.
"Lima tahun," gumamnya sambil berdiri, tongkatnya kembali mengetuk dan para monster yang ada di sekitarnya bergerak, bukannya menjauh, tapi justru mendekat ke sosok berjubah hitam. "Yah, aku juga tidak menyangka ini terjadi."
TAK!
Di detik berikutnya, tongkat yang ia pegang tadi berubah menjadi ular, membesar seperti sosok yang biasanya ada di dekat Ivana, bedanya ular itu memiliki tanduk di atas kepalanya.
Leo tidak bergerak, matanya mendongak menatap ke atas melihat sosok berjubah yang melompat ke atas kepala sang ular.
Monster-monster yang naik ke permukaan berteriak, kali ini terlihat dengan jelas kalau mereka tidak berada di sisi sosok yang berjubah, tapi ada di sisi Leo.
Leo memiringkan kepalanya, di saat seperti ini ia merasa semua hal yang ia pikirkan beberapa hari terakhir telah memudar, seakan-akan semua masalah telah menghilang begitu saja di kepalanya.
"Kua sudah membuatku seperti ini," kata Leo dengan gumaman rendah, ia mengangkat tangannya ke arah sosok berjubah. "Kau harus menanggung hal yang sama denganku."
"GRAH!"
Monster-monster yang sudah tidak jelas lagi wujudnya berteriak, mereka berlompatan menuju sosok berjubah, mereka merangkak naik dengan cakar-cakar yang tajam.
Mungkin karena terlalu lama di dalam lumpur, bentuk mereka tidak jelas, lebih mengerikan daripada monster yang ada diluaran sana dan lebih agresif.
Sosok berjubah itu menggerakkan tangannya, ekor ular yang panjang menyapu dengan kuat menghantam para monster yang ingin mendekat.
Ada banyak hal yang mungkin harus Leo lakukan, tapi semuanya perlahan mulai luruh diiringi dengan teriakan para monster, laki-laki itu menarik napas panjang.
BANG!
Lonceng yang ada di lantai teratas Mansion keluarga Emmanuel terjatuh ke lantai, seakan-akan tali besi yang menahannnya putus karena lapuk termakan usia, bebatuan yang ada di sekitar mulai bergetar hebat, suara dengungan lonceng yang terjatuh itu menyebar kemana-mana, membuat semua orang yang mendengarnya langsung terdiam.
Sosok berjubah itu terkesiap, ia menatap Leo dengan tajam dari balik jubahnya.
"Kau benar-benar menolak perasaanku dengna cara ini?"
Sosok itu mengangkat dagunya, kakinya yang menapak di atas kepala ular itu seakan tidak tergoyahkan kapan saja meski kepala ular itu terus meliuk-liuk menyerang balik para monster.
Leo mendongak, ia menyeringai.
"Ya." Leo mengangkat tangannya dan monster yang merangkak naik ke tubuh sang ular itu hampir mencapai sosok berjubah. "Aku memang tidak pernah mencintaimu."
"Grah!"
Salah satu monter menyerang sosok berjubah hitam dari belakang, cakarnya yang runcing itu hampir saja merobek jubahnya, sosok itu mendengkus.
"Kalau begitu … mari bertaruh sekali lagi." Sosok berjubah itu menggerakkan tangannya. Dari atas, para monster menuruni tangga, terlihat dengan jelas kalau monster itu dikendalikan olehnya.
"Siapa yang akan menjadi orang yang terakhir berdiri di antara kita. Aku atau kau? Cinta atau tidak, itu akan menjadi orang yang menang menentukan."
Leo tersenyum miring mendengarnya, menang atau tidak, ia tidak akan ada dalam keadaan yang menguntungkan di antara keduanya.
Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terlanjur, ia sudah terlanjur dan tidak mungkin untuk kembali.
"Mari kita selesaikan dengan cepat, aku ingin pulang." Leo bergumam sambil mengibaskan tangannya yang bernoda lumpur, di dalam gelapnya ruang bawah tanah ini entah kenapa penglihatannya menjadi lebih jelas.
Ruang bawah tanah yang gelap dan pengap itu berubah menjadi ruang bawah tanah yang ramai, jika situasi ini terus terjadi, maka bisa dipastikan ruang bawah tanah akan hancur.
Tidak hanya ruang bawah tanah, tapi seluruh Mansion keluarga Emmanuel akan runtuh dan bisa dipastikan kota Dorthive akan mengalami guncangan yang keras.
Tapi di antara mereka berdua tidak ada yang peduli, sekarang alih-alih cinta suci yang mereka inginkan, tapi sebuah obsesi.
Obsesi untuk menaklukan satu sama lain.