webnovel

KEMBALI PADAMU

Kisah hidup Raya menjalani kehidupan yang penuh liku dan panjang, menjalani hidup yang tak terduga, ditinggal papanya yang selingkuh dari mamanya, dan mempunyai anak yang ga tau siapa ayahnya...

Yanti_Wina · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
150 Chs

Kagum

Malam semakin larut dan dingin, beberapa kali Ara bersin-bersin, Natan bangun dari duduknya kelantai atas dan balik lagi membawa selimut, lalu tubuh Ara di bungkus selimut oleh Natan, di malam yang selarut itu handphone Natan berbunyi, setelah melihat yang menghubungi Natan adalah anak buahnya, Natan mengangkat telponnya.

"Selamat malam Pak, maaf mengganggu, ada beberapa masalah di sini." Natan menghembuskan napas kasar, memang sangat mengganggu dalam batinnya.

"Saya lagi di Bandung dan belum selesai, apa kalian tidak bisa mengatasinya sendiri?"

"Mohon ma'af pak, di atas batas kemampuan saya." suara di sebrang telepon terdengar menyerah.

"Kirim lewat email!" Natan menarik napas panjang,

"Baik pak." Ara masih bisa mendengar perbincangan mereka walaupun samar, ingin rasanya bertanya tapi, Ara menahannya, Ara akan menunggu Natan menceritakan semuanya tanpa Ara harus bertanya atau dengan berjalannya waktu Ara akan tau sebenarnya.

"Rob..." Natan setengah berteriak memanggil Robi, Robi yang sedang santai di depan Villa bersama sopir Natan, segera menghampiri Natan,

"Iya Bos." Robi berdiri di depan Natan siap menerima perintah.

"Pekerjaan kita di sini harus selesai besok, Kantor pusat membutuhkanku, mereka tidak bisa menyelesaikannya."

"Baik Bos, Saya mengerti." Robi sekilas menatap Bosnya yang frustasi.

"Tolong ambilkan laptopku!" Robi mengangguk, pergi dan segera datang membawa laptop Natan,

"Terimakasih." Robi mengangguk dan undur diri, sedang Natan mulai membuka Laptopnya dan sesekali memijat keningnya, Ara yang menyaksikannya menjadi tidak tega, Ara bangun dan memijat kening Natan dari belakang, Sesaat Natan Bersandar dan memejamkan matanya, pijatan lembut Ara membuatnya sedikit rileks,

"Makasih Ra, aku tidak bisa santai sebentar saja, ingin liburanpun rasanya susah sekali, untung ada kamu, hanya dengan menatapmu, lelahku terobati." mendengar itu, pipi Ara merona,

"Kamu bohong, aku ikut denganmu buktinya tanganmu terluka, aku selalu membuatmu marah." Ara menunduk, dan Natan membuka matanya, mata mereka saling menatap, Natan tersenyum.

"Itu karena milikku di sentuh orang lain, mana bisa aku tidak marah." Natan membela diri yang menurutnya benar.

"Kamu tidak berpikiran dewasa Nat." Natan melotot mendengar kata- kata Ara.

"Arabelle... kalau aku tidak berpikiran dewasa, mana bisa orang kantor yang sudah tua menyerah dengan pekerjaannya dan menyerahkan padaku untuk mengoreksinya."

"...." Ara terdiam seketika, dia memang mendengar orang yang menelpon Natan terdengar lebih dewasa dan memanggil Natan dengan sebutan pak, dan begitu hormat,

"Kamu misterius." Ara setengah bergumam, Natan tertawa mendengar suara pelan Ara yang masih terdengar di telinganya.

"Kamu tidak perlu tau semuanya tentang aku sekarang, yang pasti aku di jalan yang benar." Natan membetulkan posisi duduknya dan mulai melihat laptopnya, walaupun dengan menggunakan tangan kiri, tetapi tangan Natan begitu lincah, Ara yang melihatnya begitu kagum, sementara Natan larut dengan pekerjaannya, Ara menyeduhkan teh hangat di campur madu dan di kasih perasan lemon, lalu menaruhnya di meja,

"Diminum Nat... kamu akan lebih segar."

"Terimakasih cantik." Natan tersenyum sambil mengacak- ngacak Rambut Ara, Ara membalas senyum Natan dan kembali melihat siaran televisi, duduk di sebelah Natan, Natan melanjutkan pekerjaannya sampai dirinya tidak sadar kalau Ara sudah tertidur pulas di sampingnya, Natan segera mematikan laptopnya, dengan hati- hati menggendong Ara kekamar dan menyelimuti tubuh Ara, setelah itu Natan membereskan Laptop dan tidur di kamarnya, sebenarnya Natan ingin tidur di dekat Ara tapi, kalau sering- sering otak kacaunya sering tidak bisa di kendalikan, dengan susah payah, Natan melepaskan celana jeans-nya juga bajunya dan hanya menyisakan celana dalamnya, menarik selimut dan tertidur lelap.

***

Pagi- pagi Ara sudah berada di dapur bersama Bu Aan, bahkan Ara ikut ke pasar bersama Bu Aan, Ara membuat cumi saus tiram, capcay kuah dan membuat salad buah, Bu Aan menatap Ara kagum,

"Eneng sudah cantik, baik juga pintar masak, pantas saja mas Natan sangat marah waktu eneng di deketin sama pria lain, taunya paket komplit." Ara yang mendengar itu pipinya merona,

"Kemarin itu teman lama Ara Bu, dulu waktu di panti, dia sering nemenin Ara, Ara sudah menganggapnya seperti kakak sendiri, tapi Ara belum sempat mengatakannya pada Natan, dia sudah terlalu marah." Ara menundukan kepalanya.

"Mas Natan sepertinya cinta banget sama eneng." jawab Bu Aan, sejenak Ara terdiam dan lebih memahami sikap Natan yang super - super menguji kesabarannya.

Dari Arah ruang tamu Robi muncul mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan termasuk dapur.

"Mba Ara, Bos Natan mana?" Ara menatap kearah suara,

"Mungkin masih di kamar." Robi mengacak- ngacak rambutnya sendiri,

"Tolong bangunin bisa! kalau saya yang bangunin, bisa- bisa di tendang, padahal pekerjaan di sini harus selesai hari ini." Ara menghentikan kegiatan memasaknya, menatap muka Robi, dirinya merasa sedikit kasihan.

"Baiklah, aku akan membangunkannya." Robi yang sebelumnya terlihat frustasi menjadi tersenyum, Ara berjalan menaiki tangga, lalu mengetuk pintu kamar Natan, sudah berulang kali tetapi tidak mendapat jawaban, akhirnya Ara mendorong pintu kamarnya ternyata tidak di kunci, terlihat Natan masih tertidur pulas dengan selimut hampir menutup seluruh tubuhnya, Ara mendekat dan mengguncang- guncangkan tubuh Natan,

"Nat bangun..." tangan Ara sedikit lebih kencang dari sebelumnya mengguncangkan tubuh Natan kembali,

"Mmmm." Natan perlahan membuka matanya dan menurunkan selimutnya,

"Masih ngantuk." suara Natan manja, menambah ketampanannya membuat Ara kesulitan bernapas menahan keinginannya untuk memeluk Natan,

"Robi sudah menunggu, kata kamu hari ini pekerjaan yang di sini harus selesai hari ini." Suara Ara pelan, mata Natan tiba- tiba terbuka lebar dan melihat jam dinding menunjukan pukul 8 pagi, spontan Natan melotot dan turun dari tempat tidurnya untuk membersihkan diri,

"Nataaaan..." Ara menjerit dan melemparkan bantal kearah Natan,

"Ada apa?" Natan berdiri dan menatap Ara tanpa dosa, muka Ara sudah seperti kepiting rebus,

"Kamu haaam...pir... po...los Nat." Suara Ara terbata sambil memalingkan mukanya merasa malu sendiri, Natan menatap tubuhnya dan langsung lari kekamar mandi, sambil memukul keningnya sendiri.

"Memalukan..." gumam Natan, setelah Natan masuk kamar mandi, Ara cepat keluar dari kamar dengan muka yang masih memerah berjalan kembali kedapur, Robi dan Bu Aan saling berpandangan melihat kegugupan Ara,

"Ada apa teriak mba?" Ara menghembuskan napas kasar,

"Kenapa kamu tadi ga bilang, kalau Natan tidur sendiri cuma memakai celana dalam." Mata Ara menatap tajam Robi, dan Robi menepuk keningnya sendiri,

"Ma'af saya lupa, tapi rejeki mba limited edition." Ara mendelik , rasanya ingin sekali menyumpal mulut anak buah Natan dengan sandal kalau tidak ingat umurnya jauh lebih tua darinya, Ara hanya cemberut duduk di kursi dan entah mau di taruh di mana mukanya saat nanti melihat Natan.

Natan turun dari tangga dengan memakai pakaian lengkap berdiri di depan Ara dan memberikan dasi kepada Ara,

"Pakaikan!" Ara menggelengkan kepalanya,

"Di pakaikan Robi aja."

"Ra." Natan menatap Ara tajam dan menarik tangan Ara hingga jatuh kepelukannya.

"Pakaikan!" perintahnya lagi, Ara dengan terpaksa memakaikannya dan tentu saja mereka saling pandang, pipi Ara makin memerah melihat tatapan Natan begitu dalam menatap wajahnya, membuat Ara harus menahan napas karena sekujur tubuhnya panas,

"Udah selesai." Ara melepaskan tangannya dan duduk kembali,

Robi dan Bu Aan terkikik melihat Bosnya tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Apa yang kalian lihat?" keduanya langsung batuk dan keluar dari dapur, sementara Ara segera membuka piring dan menaruh Nasi juga lauknya kepiring Natan untuk mengalihkan suasana canggung, Ara duduk di sebrang Natan makan sambil tertunduk sama sekali tidak melinatap Natan.

"Wajah tampanku menjadi sia-sia" gumam Natan,

"Pede... " Ara langsung menutup mulutnya, Natan tersenyum melihat tingkah menggemaskan Ara, kalau saja bisa Natan menginginkan sedikit lebih tua, mungkin lebih dari 22 tahun.... agar dapat menikahi Ara.

Ara merinding melihat tatapan aneh Natan yang tertuju padanya, seperti mau memakan.

selesai makan Natan bersiap berangkat,

"Aku berangkat dulu, kamu rapihkan bajumu, setelah pekerjaanku selesai, kita pulang."

"Oke, hati- hati di jalan." Jawab Ara pelan. Natan tersenyum sambil mengacak- ngacak rambut Ara.

"Kebiasaan..." Ara cemberut, sambil merapikan rambutnya yang tidak beraturan, sementara Natan terkekeh dan pergi meninggalkan Villa.