"Tian! Di mana kamu, Nak!!"
Sekali lagi, sang ibu berteriak, kali ini lebih keras. Karena khawatir anaknya terluka parah, lantas tidak mendengar teriakannya.
"TIAAAN!!!"
"Aku di sini, Bu!"
Nyaris saja wanita setengah baya itu terlonjak kaget mendengar seseorang bicara demikian, di belakangnya.
Spontan wanita itu berpaling. Wajahnya berubah ketika melihat ternyata anaknya baik-baik saja.
"Ini kenapa? Apa yang terjadi? Gas meledak? Listrik konslet?!"
Berbagai pertanyaan terlontar dari mulut sang ibu, dan Tian tidak tahu apa yang harus ia jelaskan sekarang.
Sebab, ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi, karena tadi ia hanya meraba gambar yang ada di dadanya saja, dan dalam sekejap, ada sinar yang keluar dari sana menyambar apa saja di hadapannya, lalu semuanya jadi hancur berantakan.
"Tian! Katakan! Apa yang terjadi? Jika pemilik kontrakan ini tahu, rumah dia hancur, apa yang harus kita jelaskan? Kita dirampok orang? Kita tidak punya barang berharga untuk bisa dirampok!"
Suara sang ibu lagi-lagi terdengar, dan itu membuat Tian bertambah bingung.
Beruntung rumah mereka berada di kawasan terpencil, jauh dari tetangga sebab di kawasan itu, para tetangga banyak yang sudah pindah lantaran lebih suka menetap di rumah yang dekat dengan keramaian dan gemerlapnya perkotaan.
Jika Tian dan ibunya tetap bertahan di rumah itu, bukan karena tidak bisa pindah, Tian memang tidak punya uang sebanyak artis jika syuting sebuah film, tapi bisa saja ia membawa ibunya pindah ke tempat yang lebih bagus, hanya saja, ibunya lebih suka tinggal di rumah sederhana itu, sebab banyak kenangan almarhum ayahnya di rumah tersebut, lagipula, di sisi kiri dan kanan rumah mereka tumbuh berbagai macam sayuran dan cabe-cabean.
Semua itu tumbuh subur di sana, dan untuk sayuran juga bahan membuat sambel, mereka tidak pernah membeli, itulah yang membuat wanita sederhana itu menolak saat Tian mengajaknya untuk pindah.
"Aku juga tidak tahu, Bu. Mungkin konslet. Nanti aku coba perbaiki."
"Memperbaiki bagaimana? Rusaknya sangat parah, bagian bangunan lain juga akan roboh, kita mau tinggal di mana??"
Wanita setengah baya itu bicara masih dengan perasaan tidak percaya, mengapa kamar anaknya jadi hancur berantakan seperti itu dalam sekejap?
Ketika keduanya sibuk dengan pendapat mereka masing-masing, tiba-tiba dari angkasa yang terlihat dari atap kamar Tian yang bolong, muncul cahaya berwarna merah jambu. Sinar itu awalnya hanya sedikit saja terlihat, tapi lama kelamaan, menjadi semakin besar dan membentuk sesosok tubuh seseorang, dengan tubuh yang diselimuti sinar cahaya merah muda pula.
Tian yang melihat hal itu mengajak ibunya mundur untuk bersembunyi. Khawatir makhluk itu makhluk alien yang turun ke bumi.
Akan tetapi, seseorang yang tidak lain adalah Dewi Cinta itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah Tian, hingga sekonyong-konyong, pemuda itu tidak bisa bergerak sama sekali.
Setelah membuat Tian tidak bisa bergerak, wanita cantik berambut panjang itu turun semakin dekat dengan jarak di mana Tian berada dengan ibunya.
Dewi Cinta mengulurkan tangannya ke ubun-ubun ibunya Tian. Dan secara mendadak, wanita setengah baya itu tidak sadarkan diri, dengan posisi tangan yang masih dipegang oleh sang anak.
"Apa yang kau lakukan pada ibuku?" tanya Tian, karena ia tidak suka wanita itu melakukan sesuatu pada ibunya.
"Wahai anak manusia. Aku hanya membuat ibumu tertidur, agar dia tidak bisa melihat diriku dan mendengar apa yang akan kita bicarakan."
Suara wanita berpakaian serba merah muda itu terdengar lembut, tapi tegas ketika mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Tian.
"Begitukah? Baiklah, apa yang harus kita bicarakan? Kau ini siapa?"
Tian segera meletakkan tubuh ibunya dengan perlahan di atas kursi tidak jauh dari di mana ia berdiri.
Situasi di luar masih turun hujan dengan derasnya, dari atap yang sudah bolong, air itu masuk ke dalam rumah Tian, dan membuat genangan di mana-mana.
"Aku Dewi Cinta. Aku orang suruhan dari batu yang merasuk dalam tubuhmu itu, batu itu benda pusaka kami, ia pecah menjadi 12 bagian, dan semuanya masuk ke dalam tubuh bangsamu. Kau merasakan sekarang tubuhmu sudah berbeda, bukan? Itu karena di dalam tubuhmu sekarang ada kekuatan dari batu bintang itu."
"Kamu bercanda? Memangnya sekarang kita sedang syuting film? Sudahlah, Nona, di mana kamera yang kamu sembunyikan? Aku sedang tidak mau di ajak bercanda!"
Tian yang sudah lelah merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita cantik yang mengaku bernama Dewi Cinta itu.
Tapi, Dewi Cinta memerintahkan Tian untuk memejamkan kedua matanya, dan memusatkan pikirannya segera.
Tian yang kebingungan akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan oleh Dewi Cinta.
Memejamkan matanya, dan memusatkan pikirannya dengan sangat fokus. Hingga kemudian, suara perempuan itu terdengar memintanya untuk membuka kedua matanya.
Seketika Tian melakukan apa yang diucapkan oleh wanita tersebut, dan ia terkejut, sekarang ia mengambang di atas udara beberapa langkah dari permukaan lantai rumahnya.
"Ini pasti setingan! Di mana kru Anda Nona, tolong jangan permainkan saya, saya sedang sangat lelah dan rumah ini juga hancur sebagian, saya tidak ingin bercanda sekarang!"
Gaya bicara Tian berubah jadi formal, pertanda pria itu sedang tidak sedang main-main ketika mengucapkan kalimat itu pada perempuan di hadapannya.
"Kau tidak percaya, bahwa sekarang kau punya kekuatan?"
Wanita itu bertanya sembari mengarahkan jari telunjuknya, hingga tubuh Tian yang mengambang kembali turun perlahan, dan kedua kaki pemuda itu kembali menapak lantai.
Tian mengucapkan istighfar beberapa kali, sebab ia begitu terkejut akan apa yang sudah terjadi padanya.
"Aku tidak percaya!" sahut Tian, sembari mengusap wajahnya beberapa kali.
"Arahkan jari telunjukmu ke depan, lalu ratakan, seolah-olah kau sedang mengeluarkan kekuatan dari telunjuk itu untuk menyerang musuh di hadapanmu!"
"Apalagi ini? Kau, memaksaku untuk syuting adegan?"
"Lakukan saja!"
Tian terpaksa melakukan lagi apa yang diperintahkan oleh wanita yang menurutnya aneh tersebut.
Mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan, tepat di puing reruntuhan kamar miliknya.
"Apa yang sekarang kau inginkan?" tanya Dewi Cinta kemudian.
"Aku ingin membuat kamarku kembali seperti semula."
"Pusatkan perhatianmu pada jari telunjukmu, pikirkan keinginanmu itu agar tercapai dengan baik."
Lagi-lagi, Tian melakukan apa yang dikatakan oleh Dewi Cinta. Mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan, dan menuruti semua yang diperintahkan oleh wanita itu.
Baru saja hati Tian berkata, bahwa itu akan sia-sia, tiba-tiba saja selarik sinar biru keemasan keluar dari ujung jari telunjuknya.
Belum lagi habis rasa terkejut pemuda tersebut, sinar itu menyapu seluruh ruangan kamar yang hancur berantakan, dan dalam sekejap, kamarnya yang tadi hancur berubah menjadi utuh kembali seperti sedia kala!
Ketika ruangan itu sudah utuh, akibat sapuan sinar biru keemasan yang keluar dari jari telunjuknya, dengan ajaibnya sinar itu masuk ke dalam jari telunjuknya lagi, dan situasi kembali seperti sediakala seolah-olah tidak ada apa-apa yang sudah terjadi.
Tian mundur. Wajahnya pucat. Ia meneliti ujung jari telunjuknya yang masih mengepulkan asap kebiruan pertanda sinar biru keemasan itu memang baru saja keluar dari sana!
Note: Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak.
(Apakah Tian percaya bahwa ia kini memiliki kekuatan itu?)