webnovel

KERJA KERAS

"Ya. Rahasia Anda aman di tanganku," sahutku.

Ketika kami berjabat tangan, dia membungkuk kecil, gerakan yang umum dilakukan di Capitol. "Kalau begitu, sampai ketemu lagi pada musim panas berikut di Hunger Games, Katniss. Selamat untuk pertunanganmu, dan semoga beruntung dengan ibumu."

"Aku bakal membutuhkan keberuntungan," kataku.

Plutarch menghilang dan aku berjalan di antara lautan manusia, mencari Peeta, ketika ada orang yang tak kukenal memberi selamat. Atas pertunanganku, atas kemenanganku di Hunger Games, atas pilihan warna lipstikku. Aku menjawabnya, tapi sesungguhnya aku memikirkan Plutarch yang menunjukkan jam cantik dan satu-satunya padaku. Ada sesuatu yang aneh tadi. Nyaris misterius. Tapi kenapa? Mungkin dia pikir ada orang yang bakal mencuri idenya dengan ikutan menaruh burung mockingjay yang bisa menghilang di permukaan jam. Ya, dia mungkin membayar mahal untuk mockingjay itu dan sekarang dia tidak bisa menunjukkannya pada semua orang karena dia takut ada orang yang akan membuat versi murahan dan palsunya. Hanya di Capitol.

Aku menemukan Peeta sedang mengagumi meja yang penuh dengan kue yang dihias. Tukang-tukang roti datang dari dapur khusus untuk bicara tentang hiasan gula dengan Peeta, dan kau bisa melihat mereka berebutan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Peeta. Berdasarkan permintaan Peeta, mereka mengumpulkan beragam kue kecil untuk dibawa pulang ke Distrik 12, agar Peeta bisa mengamati hasil kerja mereka dengan tenang.

"Effie bilang kita harus segera berada di kereta. Kira-kira jam berapa ya sekarang?" tanya Peeta sambil menoleh ke kirikanan.

"Hampir tengah malam," jawabku. Jemariku mencabut bu-nga cokelat dari kue lalu menggigitinya, sudah tidak peduli lagi pada sopan-santun.

"Waktunya mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan!" Effie berseru nyaring di dekat sikuku. Ini adalah salah satu momen ketika aku mencintai ketepatan waktunya. Kami menjemput Cinna dan Portia, lalu dia mengawal kami untuk mengucapkan selamat tinggal pada orang-orang penting, lalu menggiring kami semua menuju pintu.

"Bukankah kita harus berterima kasih pada Presiden Snow?" tanya Peeta, "Ini kan rumahnya."

"Oh, dia bukan orang yang suka pesta. Terlalu sibuk," jawab Effie. "Aku sudah mengatur agar catatan-catatan dan hadiah-hadiah yang diperlukan bisa dikirim padanya besok. Nah, itu dia!" Effie melambai pada dua pelayan yang membopong Haymitch yang sudah mabuk berat.

Kami melewati jalan-jalan di Capitol dengan mobil berkaca gelap. Di belakang kami, ada mobil Iain yang mengangkut tim persiapan. Gerombolan orang yang merayakan keberadaan kami membuat jalanan penuh sesak hingga mobil berjalan Iambat. Tapi Effie sudah menghitungnya secara cermat, dan persis pukul satu kami sudah berada di kereta yang bergerak meninggalkan stasiun.

Haymitch dibaringkan di kamarnya. Cinna memesan teh dan kami semua duduk mengelilingi meja sementara Effie sibuk dengan kertas-kertas jadwalnya dan mengingatkan kami bahwa kami masih dalam tur. "Ada Festival Panen di Distrik Dua Belas yang harus dipikirkan. Jadi kusarankan agar kita minum teh lalu segera tidur." Tak ada seorang pun yang membantah.

Ketika aku membuka mata, hari sudah menjelang siang. Kepalaku bersandar di lengan Peeta. Aku tidak ingat dia masuk ke kamar tadi malam. Aku berbalik, berusaha untuk tidak membangunkannya, tapi dia sudah telanjur bangun.

"Tidak ada mimpi buruk," katanya.

"Apa?" tanyaku.

"Kau tidak mimpi buruk tadi malam," katanya.

Dia benar. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama aku tidur pulas sepanjang malam. "Tapi aku bermimpi," kataku, sambil mengingat-ingat. "Aku mengikuti nyanyian seekor mockingjay yang masuk ke hutan. Lama sekali. Sesungguhnya itu Rue. Maksudku, ketika burung itu bernyanyi, suara yang keluar adalah suara Rue."

"Ke mana dia membawamu?" tanya Peeta, sambil merapikan rambut dari dahiku.

"Aku tidak tahu. Kami tak pernah tiba di tempat tujuan," kataku. "Tapi aku merasa bahagia."

"Yah, kau tidur seolah-olah kau bahagia," kata Peeta.

"Peeta, kenapa aku tidak pernah tahu kapan kau mimpi buruk?" tanyaku.

"Aku tidak tahu. Kurasa aku tidak menjerit atau merontaronta atau semacam itulah. Aku hanya lumpuh dalam ketakut an," katanya.

"Kau seharusnya membangunkanku," kataku, dalam hati aku berpikir bagaimana aku bisa menyela tidurnya dua atau tiga kali di malam yang buruk. Sama seperti waktu yang diperlukannya untuk menenangkanku.

"Tidak perlu. Mimpi-mimpi burukku biasanya tentang kehilangan dirimu," kata Peeta. •"Aku baik-baik saja setelah aku sadar kau ada di sini."

Uh! Peeta membuat komentar semacam ini tanpa pikir panng, dan rasanya seperti kena tonjok di ulu hati. Dia hanya njawab pertanyaanku dengan jujur. Dia tidak menekanku ntuk menjawab serupa, untuk membuat pernyataan cinta. api aku masih merasa tidak enak, seakan aku sudah meanfaatkannya dengan teramat buruk.. Benarkah itu yang ku lakukan? Aku tidak tahu. Aku cuma tahu untuk pertama kalinya, aku merasa tak bermoral seranjang bersama Peeta. Sesungguhnya jadi ironis karena kami sudah bertunangan secara resmi sekarang.

"Bakal buruk saat kita kembali ke rumah dan aku tidur sendiri lagi," kata Peeta.

Memang benar, kami hampir tiba di rumah.

Jadwal kami untuk Distrik 12 termasuk makan malam di rumah Wali Kota Undersee malam ini dan pawai kemenangan di alun-alun pada Festival Panen besok. Kami selalu merayakan Festival Panen pada hari terakhir Tur Kemenangan, tapi biasanya itü berarli makan di rumah atau makan di luar dengan beberapa teman jika kau punya uang. Tahun ini Festival Panen akan jadi acara umum, dan karena Capitol yang membiayainya, semua orang di distrik ini akan bisa makan kenyang.

Sebagian beşar persiapan kami dilakukan di rumah Wali Kota, karena kami bakalan terbungkus pakaian bulu tebai lagi untuk penampilan di luar. Kami hanya sebentar berada di stasiun kereta api, tersenyum dan melambai ketika kami berdesakan maşuk ke mobil. Kami bahkan tidak sempat bertemu keluarga kami sampai makan malam nanti.

Aku senang persiapanku dilakukan di rumah Wali Kota bukannya di Gedung Pengadilan, tempat upacara penghormatan untuk ayahku diadakan, tempat mereka membawaku setelah pemungutan untuk mengucapkan selamat tinggal yang menyesakkan pada keluargaku. Gedung Pengadilan terlalu penuh dengan kesedihan.

Tapi aku suka rumah Wali Kota Undersee, terutama sekarang setelah putrinya, Madge, dan aku berteman. Dengan satu dan lain cara kami selalu berteman. Persahabatan kami menjadi resmi saat Madge datang untuk mengucapkan selamat

tinggal padaku sebelum aku pergi bertarung. Saat dia memberiku pin mockingjay untuk keberuntungan. Setelah aku pulang dari Hunger Games, kami mulai sering menghabiskan waktu bersama. Ternyata Madge juga punya banyak waktu luang. Awalnya agak canggung karena kami tidak tahu harus berbuat apa. Bila kudengar obrolan gadis-gadis lain seumuran kami, mereka bicara tentang anak lelaki, gadis-gadis lain, atau pakaian. Aku dan Madge tidak suka bergosip dan bicara tentang pakaian membuatku bosan setengah mati. Tapi setelah beberapa kali kikuk di awalnya, aku sadar bahwa dia kepingin diajak masuk hutan, jadi aku mengajaknya beberapa kali ke sana dan mengajarinya memanah. Dia berusaha mengajariku main piano, tapi sering kali aku memilih mendengarnya main piano. Kadang-kadang kami makan di rumah satu sama lain bergantian. Madge lebih menyukai rumahku. Orangtuanya tampak baik tapi menurutku Madge jarang melihat mereka. Ayahnya harus mengurus Distrik 12 dan ibunya sering sakit kepala berat sehingga memaksanya untuk istirahat di tempat tidur selama berhari-hari.

"Mungkin kau harus membawa ibumu ke Capitol," kataku ketika mendengar ibunya sakit kepala lagi. Kami tidak main piano hari itu, karena meskipun berjarak dua lantai suara piano membuat ibunya kesakitan. "Aku yakin mereka pasti bisa mengobatinya."

"Ya. Tapi kau tidak pergi ke Capitol kecuali mereka yang mengundangmu," kata Madge sedih. Bahkan hak-hak istimewa wali kota pun ada batasnya.

Ketika tiba di rumah wali kota, aku hanya sempat memeluk Madge sebentar sebelum Effie mendorongku ke lantai tiga untuk bersiap-siap. Setelah aku bersiap-siap dan berpakaian dalam gaun perak panjang, aku masih punya waktu satu jam sebelum makan malam, jadi aku menyelinap untuk mencari Madge.

Kamar tidur Madge ada di lantai dua bersama dengan berapa kamar łamu dan ruang kerja ayahnya. Aku melongok kan kepala di ruang kerja untuk menyapa sang wali kota łap ruangan iłu kosong. Televisi menyala dan aku berhenti untuk menonton gambar aku dan Peeta di pesta Capitol tadi malam, Dansa, makan, berciuman. Adegan ini diputar di setiap rumah di Panem sekarang. Para penonton pasti muak setengah mati melihat pasangan kekasih yang bernasib malang dari Distrik 12. Aku sendiri muak.

Aku sedang berjalan meninggalkan ruangan ketika bunyi bip menarik perhatianku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Iayar televisi menggelap. Lalu kata-kata "PERKEMBANGAN DI DISTRIK 8" mulai berkedip-kedip. Secara naluriah aku tahu aku tidak boleh menonton ini dan tayangan ini ditujukan khusus untuk wali kota. Aku harus pergi. Segera. Tapi yang terjadi malahan aku berjalan mendekati layar televisi.

Pembaca berita yang tak pernah kulihat muncul di layar kaca. Perempuan dengan uban di sana-sini dan suara yang serak dan tegas. Dia memberi peringatan bahwa keadaan makin memburuk dan peringatan Level 3 sudah ditetapkan. Tentara-tentara tambahan sudah dikirim ke Distrik 8, dan semua produk tekstil dihentikan.

Gambar berpindah dari wanita iłu ke alun-alun ułama di Distrik 8. Aku mengenali tempat iłu karena aku baru berada di sana minggu lalu. Masih ada bendera-bendera dengan gambar wajahku yang melambai dari atap-atap rumah. Di bawahnya, ada adegan kekerasan. Alun-alun dipenuhi orangorang yang berteriak, wajah-wajah mereka tertutup kain dan masker buatan sendiri, dan mereka melemparkan batu-batu. Gedung-gedung terbakar. Para Penjaga Perdamaian menembaki kerumunan massa, membunuh siapa saja yang terkena tembakan peluru.

Aku tidak pernah melihat yang seperti ini, tapi aku pasti sedang menyaksikan satu kejadian. Inilah yang disebut pemberontakan oleh Presiden Snow.