webnovel

KEGAGALAN

"Aku ingin mencicipi semua yang ada di ruangan ini," ku pada Peeta.

Aku bisa melihatnya berusaha membaca ekspresi wajahku untuk mencari tahu penyebab perubahan diriku. Karena di tidak tahu bahwa Presiden Snow menganggap aku sudah gagal, dia hanya bisa berasumsi bahwa kami berhasil. Bahkan mungkin ada sedikit kegembiraan yang benar-benar kurasakan atas pertunangan kami. Matanya memperlihatkan keheranannya tapi hanya sebentar, karena kami sedang disorot kamera. "Kalau begitu, kau harus buru-buru," katanya.

"Oke, hanya satu gigitan untuk setiap makanan," kataku. Tekadku nyaris goyah di meja pertama yang menyajikan kurang-lebih dua puluh jenis sup, ketika aku menemukan sup labu kental yang ditaburi cincangan kacang dan biji-biji wijen hitam. "Aku bisa makan ini sepanjang malam!" aku berseru. Tapi aku tidak melahap semuanya. Aku tergoda lagi melihat kuah daging bening berwarna hijau yang rasanya hanya bisa kujabarkan seperti musim semi, dan sekali lagi ketika aku mencoba sup berbusa berwarna pink dengan hiasan potonganpotongan buah raspberry.

Wajah-wajah muncul, nama disebutkan, berfoto-foto, saling cium pipi. Ternyata pin mockingjay-ku telah menimbulkan gelombang fashion terbaru, karena beberapa orang mendatangiku untuk menunjukkan aksesori mereka. Burungku telah dibuat replikanya untuk kepala ikat pinggang, dibordir di saputangan sutra, bahkan ditato di tempat-tempat intim. Semua orang ingin memakai tanda mata sang pemenang. Aku bisa membayangkan seperti apa kesalnya Presiden Snow. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Pertarungan kemarin jadi hiburan paling populer di sini, dan buah berry hanya menjadi simbol gadis yang putus asa berusaha menyelamatkan kekasihnya.

Aku dan Peeta tidak perlu berusaha mencari teman bicara

tapi terus-menerus dihampiri. Kami adalah pasangan yang dicari di pesta ini. Aku berakting senang, tapi aku sama sekali

tidak tertarik pada orang-orang Capitol. Mereka hanya pengalih perhatian dari makanan.

Setiap meja menyajikan godaan-godaan baru, bahkan dengan batasan hanya mencicipi satu sendok tiap makanan,

tidak lama aku mulai merasa kenyang. Aku mengambil burung panggang kecil, menggigitnya, dan lidahku langsung dibanjiri rasa saus jeruk. Lezat. Tapi kusuruh Peeta makan sisanya

karena aku masih ingin mencobai makanan Iain, dan membayangkan aku membuang makanan, seperti yang dilakukan dengan santai oleh orang-orang di Capitol, membuatku jijik. Setelah sepuluh meja, aku kenyang, dan kami hanya mencicipi secuil-secuil makanan yang tersedia.

Pada saat itulah tim persiapan kami datang. Mereka nyaris tidak fokus lagi karena alkohol yang mereka minum dan kegembiraan karena berada di pesta mewah ini.

"Kenapa kau tidak makan?" tanya Octavia.

"Sudah, dan aku tidak sanggup makan lagi," jawabku. Mereka semua tertawa seakan itu hal paling konyol yang pernah mereka dengar.

"Tak ada yang menghentikan mereka makan!" seru Flavius. Mereka mengajak kami ke meja yang di atasnya terdapat gelasgelas anggur mungil yang terisi cairan bening. "Minum ini!"

Peeta mengambil segelas dan sebelum meminumnya, mereka segera membuangnya.

"Jangan di sini!" pekik Octavia.

"Kau harus melakukannya di sana," kata Venia, menunjuk pintu-pintu yang mengarah ke toilet. "Kalau tidak, akan mengotori lantai!"

Peeta memandangi gelas itu lagi dan paham. "Maksudmu, minuman ini akan membuatku muntah?"

Tim persiapanku tertawa histeris. "Tentu saja, kau bisa terus makan," kata Octavia. "Aku sudah ke sana dua kali. Semua orang melakukannya. Kalau tidak, bagaimana kita bisa bersenang-senang di pesta?"

Aku terpana, memandangi gelas-gelas kecil yang cantik dan apa artinya semua ini. Peeta meletakkan gelasnya ke meja dengan amat hati-hati seakan menaruh bom. "Ayo, Katniss, kita berdansa."

Musik tersaring melalui awan-awan ketika dia menarikku

menjauh dari tim kami, meja berisi gelas-gelas tadi, dan menuju lantai dansa. Kami hanya tahu beberapa gerakan dansa di distrik rumah kami, jenis dansa yang butuh gesekan biola, flute, dan tempat yang sangat luas. Tapi Effie pernah menunjukkan pada kami dansa yang populer di Capitol. Musiknya pelan dan mengalun bak mimpi, jadi Peeta menarikku dalam pelukannya dan kami bergerak berputar nyaris tanpa langkah-langkah dansa sama sekali. Kau bahkan bisa melakukan dansa ini di atas piring pai. Kami diam selama beberapa saat. Lalu Peeta bicara dengan suara yang tegang.

"Kau mengikuti permainan ini, berpikir bahwa kau bisa mengatasinya, berpikir bahwa mungkin ini tidak terlalu buruk, kemudian kau..." Peeta tidak meneruskan kata-katanya.

Yang bisa kupikirkan adalah tubuh-tubuh anak-anak yang kurus kering di meja dapur kami ketika ibuku meresepkan apa yang tak bisa diberikan oleh orangtua mereka. Lebih banyak makanan. Sekarang setelah kami kaya, ibuku memberi mereka makanan untuk dibawa pulang. Tapi sering kali di masa lalu, tak ada makanan yang bisa diberikan dan anak itu tak bisa diselamatkan. Tapi di sini di Capitol mereka memuntahkan makanan demi kenikmatan untuk bisa mengisi perut mereka berkali-kali. Bukan karena penyakit tubuh atau pikiran, bukan

karena makanan yang basi. Karena itu yang dilakukan semua orang di pesta. Diharapkan untuk dilakukan. Bagian dari kegembiraan.

Suatu hari sewaktu aku mampir ke rumah Hazelle untuk memberikan hasil buruan, Vick sedang di rumah karena batuk. Dengan menjadi anggota keluarga Gale, anak itu makan lebih baik daripada sembilan puluh persen penduduk Distrik 12 lainnya. Tapi selama lima belas menit dia bercerita tentang bagaimana mereka membuka sekaleng sirup jagung dari Hari Parsel dan masing-masing menuangkan sesendok penuh sirup itu di atas roti dan mungkin akan bisa makan sirup jagung itu selama seminggu. Ketika Hazelle bilang Vick boleh menuang sedikit sirup jagung di tehnya agar bisa meredakan batuknya, Vick merasa dia tidak bisa melakukannya kecuali yang lain juga mendapatkannya. Jika seperti itu kondisi di rumah Gale, seperti apa di rumah-rumah lain?

"Peeta, mereka membawa kita kemari untuk bertarung sampai mati demi hiburan buat mereka," kataku. "Tapi sungguh, yang ini tak ada apa-apanya jika mau dibandingkan."

"Aku tahu. Aku mengerti. Tapi kadang-kadang aku tidak tahan lagi. Hingga sampai titik... aku tidak tahu lagi apa yang bisa kulakukan." Peeta berhenti sebentar, lalu berbisik, "Mungkin kita salah, Katniss."

"Tentang apa?" tanyaku.

"Tentang berusaha meredam keadaan di distrik-distrik;" katanya.

Kepalaku langsung menoleh cepat ke kiri dan ke kanan, tapi tak ada seorang pun yang tampaknya mendengar. Kru kamera teralih perhatiannya ke meja kerang-kerangan, sementara pasangan yang berdansa di sekitar kami entah terlalu mabuk atau terlalu tak peduli untuk memperhatikan.

"Maaf," kata Peeta. Ya, seharusnya memang Peeta minta

maaf. Ini bukanlah tempat yang tepat untuk menyuarakan pikiran-pikiran semacam itu.

"Simpan untuk di rumah," aku memberitahu Peeta.

Pada saat itulah Portia muncul bersama pria bertubuh besar yang tampaknya tidak asing Iagi. Portia memperkenalkannya sebagai Plutarch Heavensbee, ketua Juri Pertarungan yang baru. Plutarch bertanya pada Peeta apakah dia bisa meminjamku untuk berdansa. Peeta segera menampilkan wajah kameranya dan dengan ramah menyerahkanku kepada Plutarch, lalu memperingatkan pria itu agar tidak terlalu dekat-dekat denganku.

Aku tidak mau berdansa dengan Plutarch Heavensbee. Aku tidak mau merasakan sentuhan tangannya, satu tangannya memegang tanganku, satu Iagi di pinggangku. Aku tidak terbiasa disentuh, kecuali oleh Peeta atau keluargaku, dan aku menempatkan para Juri Pertarungan di bawah belatung bila aku harus menganalogikan mereka dengan binatang yang ingin kusentuh. Tapi dia tampaknya merasakan hal ini dan menjaga jarak denganku nyaris selengan ketika kami berputar di lantai dansa.

Kami mengobrol tentang pesta, tentang hiburan, tentang makanan, dan dia bergurau tentang menghindari mangkuk minuman sejak latihan. Aku tidak memahami leluconnya, dan saat itulah aku ingat. Dia adalah pria yang terpeleset mundur mengenai mangkuk minuman ketika aku menembakkan panah ke arah Juri Pertarungan pada masa latihan. Sebenarnya tidak persis begitu. Aku memanah apel dari mulut babi panggang. Tapi aku membuat mereka terlonjak kaget.

"Oh, Anda yang..." Aku tertawa, mengingatnya mundur me nabrak mangkuk minuman.

"Ya. Dan kau akan senang mengetahui aku tidak pernah pulih dari kejadian itu," kata Plutarch.

Aku ingin mengatakan bahwa dua puluh dua peserta yang

tewas takkan pernah pulih dari Pertarungan yang dia bantu rancang. Tapi aku hanya berkata, "Baguslah. Jadi Anda ketua

Juri Pertarungan tahun ini? Pasti itu menjadi kehormatan be-

sar."

"Antara kita saja, tidak banyak orang yang mau mengambil pekerjaan ini," katanya. "Terlalu banyak tanggung jawab mengenai hasil dari Hunger Games."

Yeah, dan pria terakhir yang menduduki jabatan itu tewas, pikirku. Dia pasti tahu tentang nasib Seneca Crane, tapi dia tampaknya tidak kuatir sedikit pun. "Apakah Anda sudah siap merencanakan Quarter Quell Games?" tanyaku.

"Oh, ya. Tentu saja, sudah disiapkan selama bertahun-tahun. Arena pettarungan tidak dibangun dalam satu hari. Tapi bisa dibilang citarasa Penarungan sedang ditentukan sekarang. Percaya atau tidak, aku harus menghadiri rapat strategi malam ini," jawabnya.

Plutarch mundur lalu mengeluarkan jam emas yang dirantai ke saku rompinya. Dia membuka penutupnya, melihat waktu, Ialu mengernyitkan dahi. "Aku harus segera pergi." Dia memutar jamnya sehingga menghadap ke arahku. "Rapatnya dimulai tengah malam."

"Rasanya terlalu larut...," kataku, tapi perhatianku teralih. Ibu jari Plutrach mengelus permukaan kristal jamnya dan selama beberapa saat muncul gambar, bersinar seakan dinyalakan cahaya lilin. Mockingjay lain. Sama persis dengan pin di gaunku. Hanya saja yang ini bisa menghilang. Dia langsung menutup jamnya.

"Cantik sekali," kataku.

"Oh, bukan hanya cantik. Tapi ini satu-satunya," ujar Plutarch. "Kalau ada yang mehanyakan keberadaanku, bilang aku pulang dan tidur. Rapat ini seharusnya rahasia. Tapi kupikir aman jika kuberitahukan padamu."