webnovel

Jika Itu Kamu

Gelombang biru yang besar telah menarik Mila ke dalam dunia novel yang dibuat oleh ibunya sendiri! Awalnya, Mila menyukai dirinya berada di dunia novel, tapi itu tidak bertahan lama. Adengan demi adegan sudah dilalui Mila. Ternyata Ibunya suka membuat tokoh utama menangis. Tujuan Mila sekarang adalah untuk keluar dari dunia novel! Dia tidak mau menjadi tokoh utama. Sampai akhirnya, ada seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak berada di dunia nyata. Orang itu membantu Mila agar sama-sama bisa keluar dari dunia yang fiksi ini. Apakah Mila bisa keluar dari dunia novel? atau takdir berkata lain?

Syafira_Putt · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
12 Chs

Kenangan Indah

Nampak wajah pucat, kepala bagian kanan yang terluka parah serta bercak-bercak darah yang masih tersisa di bagian kepala yang terluka parah itu. Lita menutup matanya karena tak sanggup untuk melihat kondisi jenazah yang cukup mengerikan.

Naura tercengang. Dia menepuk pipinya berkali-kali, berharap bahwa yang dilihatnya adalah mimpi. Namun, pipinya terasa sakit. Ini nyata, bukan mimpi. Perlahan tangan Naura bergerak untuk menyentuh lengan jenazah Mila. Dingin. Sangat dingin. Mulut Naura menganga. Dia menjauhkan tangannya dari jenazah Mila untuk menutupi mulutnya.

"Tidak! Mila belum tiada! Belum!" Naura menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia melangkah mundur. Kelopak matanya memerah. Detik kemudian, air mata mengalir deras disertai isakan tangis yang begitu menyedihkan. Naura menyesal karena gagal menjaga Mila. Kenapa... kenapa Tuhan begitu cepat mengambil anak kesayangannya?

Lita yang mendengar nama cucunya disebut kontan membuka mata. Sekarang tidak ada rasa takut. Biarlah kondisi jenazah mengerikan. Lita sekarang tak peduli. Dia sama terkejutnya dengan Naura. Akan tetapi, ia lebih tabah dan menerima. Lita mengusap kepala cucu tersayangnya. Dia tanpa ragu-ragu mengecup kening Mila.

"IBU! DIA BUKAN CUCU KESAYANGAN IBU!" teriak Naura histeris. Dokter yang ada di sana segera bertindak dengan membawa Naura menjauh dari tempat ini.

Lita juga menitikkan air mata. Ia terus menerus mengusap kepala Mila. "Maafin Nenek... maafin..."

Setelah itu, jenazah Mila dibawa ke rumahnya untuk dimakamkan pagi hari nanti. Lita duduk di sebelah Naura. Tatapan anaknya itu sekarang menjadi kosong dan sering melamun.

"Nak, kau tidak akan tidur? Besok kau harus mengantar Mila ke peristirahatan terakhirnya," tegur Lita.

Bukannya memberikan respons baik, Naura malah menggeser nampan yang berisi 2 gelas air sehingga menyebabkan gelas itu pecah berkeping-keping.

"SUDAH AKU BILANG! JENAZAH ITU BUKAN MILA, BU! BUKAN!" Naura kembali berteriak histeris. Lita menjauhkan diri dari amukan anaknya itu.

"MILA KITA MASIH HIDUP!"

"DIA BELUM TIADA!"

"JENAZAH ITU BUKAN JENAZAH MILA! BUKAN!"

"MILA TIDAK AKAN MENINGGALKAN KITA!"

"Mila masih hidup..."

Naura melemah di akhir kalimat. Ia menangis kembali. Bagaikan disayat oleh beberapa silet, hati Lita mendesir perih melihat Naura yang sekarang.

"Ikhlas, Nak..." Lita mendekati Naura. Ia membawa Naura ke dekapannya. Berusaha menguatkan.

"Mi-mila ki-kita be-belum ti... tiada..." Naura terisak-isak. Malam itu, diwarnai oleh tangisan Naura. Lita tidak bisa tidur dan tetap berusaha menenangkan putrinya.

Pemakaman telah selesai dilakukan. Lita menabur bunga warna-warni ke makam yang tanahnya masih berwarna merah. Naura tidak ikut ke pemakaman sebab tak sanggup menyaksikan anaknya dimakamkan.

"Nenek akan mendoakanmu selalu. Yang tenang di alam sana. Kau senangkan? Kau bisa bertemu ayahmu. Suatu hari nanti, ibumu dan juga nenek akan menemuimu, lalu kita bisa bersama selamanya tanpa adanya perpisahan," ujar Lita seraya menatap sendu.

Kilat-kilat petir mulai muncul, awan mulai berwarna kelabu dan rintik-rintik air perlahan mulai turun.

Lita menyinggungkan senyum singkat. Dia kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat pemakaman. Kini semuanya tentang Gadis itu hanya tinggal kenangan indah.

Di lain Dunia, Mila sedang memainkan adegan demi adegan yang entah kapan akan berakhir. Jiwa Mila terperangkap di tubuh seorang Gadis yang bahkan dia tidak kenal sama sekali. Mila rindu akan ibu dan juga neneknya yang tak tahu berada di mana. Pikiran Mila bertanya-tanya. Jika jiwanya sedang terperangkap di tubuh lain, apa yang terjadi pada tubuhnya? Langkah Mila mondar-mandir ke sana kemari. Dia menggigit ibu jarinya. Mila berharap tidak terjadi apa-apa pada tubuh yang sesungguhnya.

Mendadak raga Mila terasa ada yang menarik. Lagi-lagi bintang tiga muncul di depannya. Suara decitan begitu keras menggema di telinga. Ketika suara decitan itu sudah tak terdengar lagi, Mila membuka matanya.

'Apa ini? Kenapa hari tiba-tiba sudah malam?' batin Mila menggerutu karena lidahnya begitu kelu untuk mengucapkan sesuatu.

Mila menengok ke kanan dan ke kiri. Ingin beranjak dari tempat itu, namun raga Mila sama sekali tidak bisa digerakkan. Sangat sulit.

Pandangannya terpusat pada lampu-lampu di sekitarnya menyala.

"Lala... kau mau menjadi istriku nanti?"

'Ih. Apa yang lelaki aneh ini katakan? Melihatnya saja sudah merasa sangat muak. Apalagi kalau harus hidup bersama dia dalam waktu cukup lama?' batin Mila menolak keras.

"Tentu saja,"

'Apa yang aku katakan? Bodoh!'

Ryon meraih tangan kanan Mila. Dia menggandeng Mila untuk menuju ke bangku yang ada di dekat Mereka. Mila baru sadar bahwa dirinya memakai gaun yang sangat indah berwarna putih.

"Aku memesan makanan kesukaanmu," ujar Ryon sembari membuka tudung saji yang terbuat dari logam.

"Kari ayam! Aku sudah lama belum memakan ini. Terimakasih, sayang!" Lala dengan antusias memeluk, namun Mila menggerutu di dalam hati. Dia sangat membenci makanan yang berbau daging termasuk daging ayam. Sejak kecil, ia alergi. Jika dipaksa memakannnya, maka Mila akan mual-mual tanpa henti selama 30 menit.

'Tidak! Jangan. Kenapa aku tidak bisa bergerak sesuai keinginanku sendiri?' batin Mila bersungut-sungut.

"Aku senang kau menyukainya. Tapi, tolong lepaskan pelukanmu. Aku menjadi sesak," Ryon tesenyum manis. Mila melepaskan pelukan.

"Sekarang kita makan, okey?" tanya Ryon. Dia meraih sumpit yang terletak di samping mangkok, kemudian mengambil sepotong daging ayam. "Aaa..."

'Matilah aku!'

Mila membuka mulutnya. Tak lama kemudian, sepotong ayam itu masuk ke dalam mulutnya. Rasanya tidak begitu buruk, namun bagi Mila kejadian ini adalah kejadian menyebalkan. Mila lebih memilih mati daripada memakan ayam yang membuatnya tersiksa ketika mual-mual.

"Bagaimana rasanya? Cukup enak? Apa rasanya berbeda dengan masakan ibumu?" cecar Ryon bertanya. Lala mengangguk pelan. Tidak bisa berucap karena mulutnya sesak karena makanan.

"Kau menggemaskan." Tangan Ryon terulur mencubit pipi Lala.

Suara nada dering ponsel membuat Ryon terhenti. Dia meraih pomselnya yang terletak di saku. Tertera nama 'Pembantu' di sana.

"Siapa yang menelfon, sayang?" tanya Lala.

Ryon memperlihatkan ponselnya. "Pembantu,"

"Oh, okey. Kau harus mengangkatnya siapa tahu, pembantumu akan memberitahu hal penting." respons Lala tanpa ada rasa curiga sedikitpun.

Ryon melangkah agak menjauh dari Mila. Dia memencet ikon hijau, kemudian terdengar suara wanita di telfon.

"Kenapa kau menelfon sekarang? Kau tidak tahu? Sekarang aku sedang bersama Lala," ucap Ryon berbisik agar tidak terdengar oleh Lala.

'Aku tahu! Kau lupa bahwa hari ini adalah hari anniversary kita yang ke satu tahun? Kau lupa?!'

"Aku mengingatnya. Aku terpaksa pergi bersama dia. Besok aku akan ke rumahmu okey, honey?"

'Tidak. Aku tidak mau tahu. Sekarang kau harus ke tempatku secepatnya!'

"Tapi a-"

Tuut tuut tutt

Sambungan terputus. Ryon mendengus kesal.

"Ada apa?" tanya Lala.

Ryon berbalik badan untuk berjalan mendekati Lala. "Sayang, aku ada urusan. Jadi, dinner kita hanya sampai di sini ya,"

"Urusan apa?"

"Temanku ada yang sakit. Aku harus menjenguknya sekarang," jawab Ryon.

"Siapa yang sakit?"

"Joan,"

"Aku ikut," ucap Lala mutlak.