webnovel

Jika Itu Kamu

Gelombang biru yang besar telah menarik Mila ke dalam dunia novel yang dibuat oleh ibunya sendiri! Awalnya, Mila menyukai dirinya berada di dunia novel, tapi itu tidak bertahan lama. Adengan demi adegan sudah dilalui Mila. Ternyata Ibunya suka membuat tokoh utama menangis. Tujuan Mila sekarang adalah untuk keluar dari dunia novel! Dia tidak mau menjadi tokoh utama. Sampai akhirnya, ada seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak berada di dunia nyata. Orang itu membantu Mila agar sama-sama bisa keluar dari dunia yang fiksi ini. Apakah Mila bisa keluar dari dunia novel? atau takdir berkata lain?

Syafira_Putt · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
12 Chs

*Dunia Berbeda!*

MILA POV

Tibanya aku di taman, aku merasa heran kenapa tidak ada satu orangpun yang datang? Biasanya, taman ini selalu ramai dikunjungi baik oleh anak-anak maupun orang yang seumuran denganku.

Aku memilih untuk acuh. Lagian, apa bedanya ada orang atau tidak. Karena kakiku sudah terasa pegal, aku duduk di bangku yang berada di dekat taman. Memang, suasananya sangat hening dan mencekam, tapi aku tidak takut sama sekali.

Tiba-tiba suara bisikan yang sangat lembut terdengar jelas di telingaku. Aku menoleh cepat dan tidak mendapati siapapun di sana melainkan sebuah gelombang besar berwarna biru seperti air laut yang muncul di dekat ayunan dan letaknya tidak begitu jauh dari bangku yang sekarang aku duduki.

Gelombang itu berukuran sangat besar. Aku berdiri dan berjalan mendekati gelombang misterius itu. Saat sudah berada di depan gelombang tersebut, aku melihat apa yang ada di dalam gelombang itu. Aku sulit memahami. Warna biru dari gelombang itu begitu pekat.

Tanpa berpikir dua kali, aku mencoba memasukkan tangan kanan ku ke dalamnya. Sungguh! aku sangat terkejut. Rasanya seperti tanganku ditarik oleh sesuatu. Aku berusaha mengeluarkan tanganku dari gelombang itu sekuat tenanga. Namun, rasanya sangat susah. Sesuatu telah memaksaku untuk masuk ke gelombang itu. Tenagaku seketika melemah. Aku akhirnya tertarik ke dalam sana. Aku tidak tahu nasibku selanjutnya sampai semuanya terasa gelap dan tubuhku serasa terhempas.

"Lala! kamu kenapa ninggalin Mommy sendirian, Nak? Kenapa?"

Suara siapa itu? suara itu sangat asing di telingaku. Aku mengerjapkan mata. Samar-samar terlihat seorang wanita berambut pendek sedang menatapku. Ekspresinya terlihat sangat terkejut.

"Papah! A-anak kita! anak kita hidup lagi!" Wanita itu berteriak dan terlihat sangat heboh. Aku terkejut sekaligus bingung.

Dua orang Laki-laki menghampiriku. Aku tidak kenal mereka sama sekali.

"Apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Laki-laki berseragam putih. Sepertinya dia seorang Dokter.

"Ba-baik. Kalian siapa?" aku bertanya ragu-ragu.

Terlihat Wanita heboh yang berteriak tadi dan Laki-laki yang berada di dekat Dokter terlihat saling menatap heran.

"Dokter, apa anak saya hilang ingatan?" Wanita itu bertanya.

Aku mengerutkan kening. Apa yang tadi dia bilang? anak? aku saja tidak mengenalnya sama sekali.

"Ikut saya," kata Dokter itu. Wanita dan Laki-laki asing tersebut mengikuti perintah Dokter.

Aku memerhatikan setiap sudut ruangan. Ini rumah sakit. Tapi kenapa aku tiba-tiba berada di sini? Dan bajuku sudah diganti dengan baju yang digunakan pasien rumah sakit.

Krugg

Ah, perutku sedang meminta haknya. Aku lapar, tapi tidak ada satupun makanan terlihat di sekitarku. Mungkin sekitar 2 menitan aku berdiam diri dengan rasa lapar yang membuatku risih, akhirnya wanita menor itu menghampiriku. Ya, aku menyebutnya menor karena dandanan di wajahnya sangat tebal.

"Kita pulang yuk," ajak Wanita itu. Aku mengangguk pelan.

Wanita itu menuntunku keluar ruangan. Bau obat-obatan sangat menusuk ke hidungku. Aku sudah tidak kuat. Aku ingin keluar dari Rumah Sakit secepatnya.

"Lala, kepala kamu enggak sakit?" Wanita itu bertanya sambil membuka pintu mobil untukku.

Aku terkesiap. Sejak kapan namaku diubah menjadi Lala? Dan aku seperti pernah mendengar nama itu. Novel! Ya, Lala adalah nama tokoh utama di novel ibuku. Aku pernah membacanya, namun hanya sebentar saja. Aku tidak begitu menyukai novel.

Pundakku disentuh oleh Wanita itu.

"Kamu denger Mommy?"

"A-aku denger kok, Tan," jawabku sedikit gugup.

"Tan? Apa maksud kamu itu tante?" Wanita itu nampak keherenan. "Lala, aku Mommy mu bukan tantemu,"

Aku diam. Masih sangat bingung.

"Ah, sudah lah. Ayo masuk ke dalam. Semua orang sudah menunggumu di rumah,"

Saat aku hendak masuk ke dalam mobil, aku melihat wajahku sendiri lewat kaca. Wajah yang berbeda. Tanganku meraba pelan wajah asing itu. Kenapa semuanya berbeda? Apa aku sedang bertransmigrasi? Tapi, aku tidak percaya hal konyol seperti itu. Namun... namun... ini serasa nyata! Aku memilih untuk tenang terlebih dahulu dan mengikuti alur kejadian tak masuk akal yang menimpaku saat ini.

Segera aku masuk ke dalam mobil. Wanita itu duduk di sampingku. Mendadak mataku serasa sangat berat untuk dibuka. Aku sudah tidak bisa menahan rasa kantuk ku. Ku pejamkan mata dan semuanya menjadi gelap.

"Lala... bangun. Kita udah sampai, Nak,"

Suara Wanita menor itu lagi? Aku mengerjapkan mata dan menutup mulutku yang sedang menguap.

Nampak rumah yang sangat besar. Tapi rumah siapa itu?

Wanita menor itu membukakan pintu mobil. Baru satu langkah, tiba-tiba seorang wanita dengan heboh berlari mendekatiku.

"Lala! kamu hidup lagi?"

Aku tersentak ketika wanita asing itu memelukku dengan erat. Rasanya sangat sesak. Beribu-ribu pertanyaan terngiang-ngiang di kepalaku. Siapakah aku? Di mana aku berada?

"Lysti, biarin kakak kamu istirahat dulu." tutur Wanita menor.

"Ka-kamu adikku?" aku memberanikan diri untuk bertanya. Bukan jawaban yang didapat, melainkan sebuah tatapan heran yang di ekspresikan Lysti kepadaku.

"Kakakmu hilang ingatan." ujar wanita menor itu.

Lysti nampak menutupi mulutnya yang menganga.

"Aku pasti akan berusaha mengembalikan ingatannya, Mah!" Lysti memegang lengan kecilku.

Saat aku hendak mengucapkan sesuatu, entah kenapa lidahku terasa kelu.

Akibatnya aku pasrah dibawa ke dalam rumah yang berukuran besar itu. Di dalam rumah ternyata tidak kalah aneh. Mata semua orang yang ada di rumah itu semuanya terpusat padaku.

Namun yang paling mencolok di antara semua orang adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi sedang menatapku dengan mata berkaca-kaca seperti akan menangis. Aku merasa geli melihatnya. Laki-laki itu berlari mendekatiku.

"Lala! Maafin aku, waktu itu aku seharusnya enggak bonceng kamu dengan cara ngebut. Aku menyesal, La, kamu mau pukul aku? Silahkan. Pukul aku sepuas dan sebanyak yang kamu mau."

Aku menautkan alis. Aku hendak mengatakan sesuatu, namun lagi-lagi lidahku kelu.

"Enggakpapa, Ryion. Ini bukan sepenuhnya salah kamu," wajah wanita menor itu tampak memelas.

"Sebaiknya kita mengadakan pesta hari ini!" seru perempuan yang sedang duduk di sofa sana.

"Lala perlu istirahat dulu, Bi." Lysti menjawab.

Jadi dia Bibiku? batinku kebingungan.

"Ayo ke kamarmu, Nak," tanganku di rangkul oleh wanita menor itu. Aku menurut saja.

3 tangga sudah aku dan wanita menor lewati. Rasanya sangat melelahkan. Kenapa rumah ini tidak ada lift?

"Capek, Nak?"

Aku hendak menjawab, tapi kenapa lidah ini terasa begitu kelu?

Wanita menor itu menuntunku ke dalam kamar yang ukurannya cukup besar. Dinding ruangan itu berwarna putih, tirai jendela bercorak bunga mawar dan masih banyak keindahan kamar yang sedang ku pijak ini.

Aku merasa lidahku sudah lega dan tidak terkelu lagi. Ku tolehkan kepalaku. Wanita menor itu kenapa seperti patung? Bahkan matanya tidak berkedip sekalipun!