"Lang, menurut Lo si Nanda sama si Nayla itu gimana sih. Apakah mereka benar-benar cuma partner olimpiade doang?" Tanya Lana ketika mereka berada di sebuah taman dekat dengan kota.
Menurut informasi yang ia dapat, malam ini Nina akan kesini untuk bertemu dengan seseorang.
Malam ini, mereka akan benar-benar membuktikan bahwa orang itu adalah Nadia, kekasih Nanda yang telah ingkar janji untuk kembali pada Nanda.
Ah, jika bukan karena Nanda mungkin mereka tidak akan ingin seperti ini.
"Gue ragu sih untuk bilang iya, dan gue juga nggak bisa untuk bilang nggak." Jawab Gilang.
Baginya hati Nanda kini sudah berhasil direbut oleh wanita yang bernama Nayla itu. Beberapa kali juga ia pernah mendengar Nanda memanggil Nayla dengan sebutan sayang yang tulus.
Memang selama ini Nanda selalu memanggil Nayla dengan panggilan sayang yang bertujuan semata-mata untuk membuat wanita itu baper saja. Tak ada hal lain lagi selain itu.
"Sudahlah, gue lagi malas untuk membahas tentang si kutu itu. Sekarang fokus sama tujuan awal kita kesini. Nanti kita bisa kelewatan lagi nih."
"Ck! Tumben banget lo di ajak gosip malas, biasanya Lo itu nggak akan ada capek nya kalau gosip."
"Bukannya gimana ya, tapi gue udah mau tobat tau."
"Cih! Gaya Lo sok tobat! Lo pikir gue bakalan percaya hm? Nggak, sorry!"
"Kagak ada minta pendapat Lo dan juga minta Lo percaya ya."
"Kenapa kalian berdua terus berantem HM?"
Ucapan itu membuat Lana dan juga Gilang langsung menoleh ke arah sumber suara.
Mata mereka langsung melebar ketika melihat sosok sangat tidak asing itu.
"Nanda." Ucap mereka berdua serentak.
Laki-laki yang bernama Nanda itu mengembang kan senyumnya dan kemudian duduk di Antara Lana dan juga Gilang.
"Lagi kebetulan lewat aja sih dan juga biar ada jawaban nya kalau ketahuan sama si Nina."
Lana melirik jam di tangan nya, sudah jam delapan malam. Seharusnya saat ini Nina sudah berada di sini kurang lebih satu jam yang lalu.
"Yakin? Atau memang Lo lagi penasaran tingkat akut hingga datang kesini gara-gara nggak sabar nungguin kita kasi info."
"Ck! Jangan lupa apa tugas kalian! Jadi jangan meledek gue." Sinis Nanda, ia mencoba memainkan ponselnya sambil menunggu Nina lewat.
Nanda benar-benar merasa sangat suntuk sekali, ia mencoba untuk mengusik Nayla. Pasti akan sangat menyenangkan bukan? setidaknya itu bisa untuk menghilangkan suntuk.
Tanpa berlama-lama lagi ia langsung mencari kontak Nayla dan kemudian mengetik sesuatu disana.
To: Nayla
Nay, Lo udah makan belum?
Dari banyaknya pertanyaan dan juga banyak nya hal yang lebih pantas ditulis dan ditanyakan entah kenapa ia malah menanyakan hal itu.
Selang beberapa menit, ponsel Nanda pun langsung bergetar tanda ada pesan masuk. Dengan gerakan yang cepat ia langsung membuka pesan yang baru saja ia terima dari Nayla itu.
From: Nayla
Ngapain sih nanya-nanya gitu hm? Mau beliin? Kalau nggak mending nggak usah nanya, gue sibuk belajar buat olimpiade beberapa hari lagi.
Nanda tersenyum, ia pikir itu adalah hal yang bagus. Tiba-tiba saja malam ini ia malah ingin bertemu dengan Nina meski hanya melihat wajahnya saja.
Ia berdiri dari duduknya yang langsung membuat Lana dan juga Gilang sontak kaget di tempat mereka.
"Mau kemana Nan?" Tanya Gilang yang merasa sedikit aneh dengan Tristan sejak tadi itu.
"Mau tau aja sih Lo! Ya udah kerja yang benar ya, Dan jangan lupa untuk kasi gue info secepatnya tentang ini. Gue pamit dulu." Ucap Nanda dan kemudian langsung pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu.
"Apaan sih Nanda itu. Aneh banget deh."
"Nah iya kan, tadi gue liat dia lagi chat sama si Nayla tapi ya gue pura-pura nggak liat sih pas dia memastikan sekelilingnya tadi." Ucap Lana.
"Seriusan Lo?"
"Iya, ngapain juga sih gue bohong? Lagian nggak ada untung nya buat gue tau."
"Iya juga sih, kalau kayak gini ngapain sih kita disini sekarang HM? Kan udah jelas kalau Nanda lebih memilih bersama dengan Nayla daripada memastikan dengan pasti cewek yang bersama Nina itu."
"Iya juga ya Lang, ngapain sih kita disini? Ya udah lah, ayo kita pulang. Biarkan wanita ingkar itu akan tetap menjadi wanita yang ingkar. Untuk alasannya nanti akan kita cari bersama-sama.
"Baiklah jika memang seperti itu, gue juga lagi males pakai banget sih malam ini."
"Ya udah, ayo pulang." Ajak Gilang Dan kemudian disusul oleh Lana.
Setelah itu mereka berdua pergi meninggalkan taman di tengah kita itu, padahal orang yang mereka incar baru saja tiba bernama dengan seorang wanita yang mereka sebut dengan wanita ingkar.
"Lo lihat Di, mereka benar-benar sangat dekat sekali." Ucap Nina yang baru saja tiba tepat di tempat Nanda, Gilang dan juga Lana duduk tadi.
Sebenarnya mereka sudah tiba dua jam yang lalu, tapi ketika ingin pulang tadi, mereka baru teringat dengan sebuah laporan bahwa ada yang sedang memata-matai dirinya itu. Demi mengambil tahu apa yang terjadi mereka mengambil posisi yang sedikit terlindung dan juga memakai rambut palsu untuk menyambar. Tujuannya hanya tak ingin Nanda dan kedua temannya itu mengenal mereka berdua.
"Sudah lah Nin jangan lagi mengatakan hal yang seperti itu."
"Seperti itu bagaimana? gue mengatakan yang sebenarnya Di. Kenapa sih lo nggak pernah ingin di lindungi HM?"
"Kelak saat kamu berada di posisi gue ini, lo baru akan mengerti mengapa gue seperti ini Nin." Ucap Nadia dan kemudian langsung bergegas pergi meninggalkan taman itu. Ia sama sekali tak memperdulikan lagi Saat ini dengan Nina. Jujur saja sejak tadi ia paling malas dengan pembahasan ini.
Mereka hanya bisa untuk berkomentar tanpa merasakan bagaimana rasanya jadi dirinya ini.
"Di, tunggu," panggil Nina, ia berjalan dengan setengah berlari pada Nadia yang kini sudah berada di depannya itu.
Meskipun Nadia sedikit menjengkelkan tapi ia tak bisa untuk marah pada wanita itu. Hanya dirinya lah paling mengetahui bagaimana Nadia tersiksa selama ini.
Itulah kenapa ia pindah ke sekolah Nanda hanya ingin memantau laki-laki itu.
Dan ini juga sebagian besar dari rencana ia dan juga Nadia sepakati selama ini.
Nina berhasil memegang kendali kursi roda yang sejak tadi terus saja berjalan itu.
"Coba kalau dipanggil itu dengar Di, capek tau ngejar sampai sini. Meskipun pakai kursi roda Lo termasuk sangat cepat berjalannya." Ucap Nina sambil mendorong dengan sangat teratur pada kursi roda Nadia.
Sementara Nadia ia tak banyak berkomentar dengan apa yang Nins katakan, sebuah senyum langsung menghiasi wajah cantiknya itu.