webnovel

Nayla Sakit Lagi

"Nay, lo mau cari referensi lagi gak buat lomba? Apa mau pinjem buku gue aja?" tanya Nanda yang kini ada di lab. Seperti biasa, ia ingin mengganggu Nayla.

"Lo lagi ngeledek gue?"

"Sewot aja si lo, sa-yang. Gue kan nanya bukan ngajak berantem."

Nanda duduk di hadapan Nayla. Tangannya sibuk melihat-lihat perlengkapan lab yang ada di meja Nayla. Sementara Nayla masih sibuk menulis rincian pelajaran dan membuat rangkuman serapi mungkin. Dengan iseng, Nanda menyenggol tangan Nayla dan alhasil seutas garis panjang melintang di atas catatan rapinya. Giginya mengerat, ia memandang nyalang ke Nanda.

"Nanda! Bisa gak si lo gak ganggu gue? Muak gue sama lo!"

Wajah Nayla memerah. Rupanya ia marah betulan. Nayla juga tak tahu kenapa, ia hanya kesal dan kebetulan ada Nanda yang membuat kesalahan, jadilah ia melampiaskannya ke Nanda. Memang hatinya juga merasa dikecewakan oleh Nanda, dan usahanya untuk menjaga jarak dari lelaki itu jadi gagal karena lelaki itu selalu datang mengganggunya.

Sebenarnya apa yang Nayla kesalkan?

"Sorry Nay, lo marah?"

"Pergi aja sana lo! Gue lagi ga mood liat muka lo."

Nanda memutar otak. Ia tak tahu di mana salahnya selain menyenggol tadi. Kenapa Nayla semarah itu padanya sampai berkata kasar? Biasanya Nayla tidak mengatakan hal semacam itu sekalipun sedang kesal.

"Sabtu temenin gue cari buku di tempat biasa. Gue jemput lo jam sepuluhan ya."

Nayla terdiam. Dia tidak mau terlibat perasaan aneh lagi tapi ia butuh juga referensi lain untuk lomba mereka yang semakin dekat.

"Kalo lo diem berarti oke ni ya. Gue bosen kalo sendirian pas nyari buku. Kalo ada lo kan kita bisa bagi-bagi saran soal mana aja buku yang layak dibeli buat referensi."

"Gue mana mampu beli." bisik Nayla teramat pelan.

"Lo boleh pinjem buku gue kok nanti, sebagai rasa terima kasih gue karena lo mau nyari referensi bareng. Gimana? Win-win solution, kan?"

Nayla mengangguk tanpa bersuara. Ia lebih memilih memasukkan peralatan tulisnya agar bisa meninggalkan lab ini secepat mungkin. Berada terlalu lama di sana membuat hatinya tak karuan.

"Eh, mau kemana lo? Kok buru-buru banget?"

"Kelas lo mau pake lab ini 'kan? Lagian gue juga udah harus balik kelas. Pak Imam bakal masuk sebentar lagi."

"Oh, oke! Jangan lupa ya, Sabtu gue jemput."

Nayla berjalan meninggalkan Nanda begitu saja. Ia merutuk sahabatnya, Ayla yang meninggalkannya sendiri di sana. Ia jadi susah untuk menghindari Nanda.

Di jalan menuju kelas ia tidak sengaja menabrak Nina. Perempuan ini selalu menatap sinis Nayla, membuat dirinya tak nyaman. Dan sekarang, Nina malah menabraknya begini. Makin canggung keadaannya.

"Sorry, kak."

"Siapa kakak lo? Gue? Sudi! Lain kali jalan tu matanya ke depan jangan ke bawah terus!"

Nayla melihat Nina berlalu dengan cepat. Ia menatapnya dengan setengah kesal. "Apa-apaan si kakak kelas itu? Jelas-jelas dia yang meleng jalannya kok malah nyalahin gue? Aneh."

Di ujung lorong terlihat Ayla yang berlari mendekat. Ia melambai ke arah Nayla dengan semangat.

"Apa, Ay?"

"Ayo cepet Nay, lo lama banget si di lab, Pak Imam nyariin tadi, gue di suruh cari lo soalnya lo di suruh baca satu halaman teks bahasa inggris."

"Emang yang lain gak pada mau ya? Kok gue mulu yang dapet suruh baca begini si."

"Ya gak pada mau orang Pak Imam suka nyela dan benerin pronounce nya tiap yang lain pada baca. Gue aja gak mood jadinya buat baca kalau dia begitu terus."

"Loh, kan bagus Ay, jadi lo langsung tau mana yang salah cara bacanya."

"Gak lah, gue malah jadi keganggu. Jadi, mending lo deh yang dapet peran baca. Soalnya lo kan lancar, enak didenger juga cara bacanya, intonasinya, berasa didongengin haha..."

"Dasar lo Ay, lo mah paling juga mau molor kan? Tau gue mah."

"Seratus buat sahabat gue ini!"

Mereka berdua berjalan berdampingan ke arah kelas, serikit lagi mereka bisa sampai di sana, tapi rasanya kok perutnya sakit sekali?

"Eh, lo kenapa Nay?"

"Duh, perut gue tiba-tiba sakit, Ay."

"Mules kali."

"Bukan, kayanya gue mau haid deh, sakit banget lagi aduh...."

Ayla memapah Nayla dan tidak jadi masuk ke kelas. Mereka menuju UKS dan bertemu penjaga di sana. Ayla meminta tolong dan menjelaskan kondisi Nayla padanya. Lantas ia pun menyuruh Nayla untuk merebahkan dirinya dan meminum pereda nyeri serta menempelkan kantong hangat di area perutnya. Tak lama, Ayla meninggalkan Nayla yang sudah terlelap. Ia memiih kembali ke kelas dan mengizinkan Nayla. Ia juga memberikan surat dari kepala ruangan di uks tadi untuk guru guru yang menanyakan Nayla.

Tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Murid-murud juga banyak yang sudah berhamburan keluar gerbang untuk pulang, di sana Nayla masih terbarung lemas. Penjaga UKS juga sudah memberi tahu Nayla untuk pulang sejak setengah jam lalu. Nayla hanya mengiyakannya namun masih tak mampu untuk bangun. Perutnya masih terasa sakit meskipun ia sudah minum obat dan tertidur.

Tak berapa lama ada seseorang yang membuka pintu. Nayla pikir itu Ayla, namun yang muncul malah Nanda. Nayla membuang muka dan pura-pura tertidur lagi.

"Nay?" panggil Nanda lembut.

Nayla membuka matanya saat tangan Nanda menyentuh keningnya.

"Pulang yuk, lo sakit ni. Gue anter lo balik ke rumah. Ayla tadi bilang dia gak bisa, dia harus buru-buru pulang katanya maag kronik ibunya kambuh tiba-tiba. Jadi, dia tadi nitipin lo ke gue. Kebetulan gue papasan sama dia tadi."

"Tapi gue gak bisa bangun, perut gue masih sakit banget."

"Pe- Nayla! I-itu perut lo kebuka! Tu-tu-tutup dulu ya ampun!" teriak Nanda heboh. Nayla juga lupa kalau sedang memakai kompres tadi dengan wajah merahnya ia menyingkirkan kompresnya dan menutup cepat bajunya. Duh, Nayla jadi malu.

"U-udah."

"Lain kali kalau lo mau tinggal tidur, pastiin dulu baju lo gak ada yang kebuka. Apalagi di tempat umum begini. Bahaya."

"Oke."

"Ya udah, kita pulang sekarang ya. Udah sepi ni sekolah, entar kita dituduh macem-macem kalo kelamaan."

"Tapi gue gak bisa bangun, Nan. Lo budek?"

"Siapa juga yang nyuruh lo bangun? Sini gue gendong aja ya."

Hap. Dengan sekali angkut, Nayla sudah ada digendongan Nanda. Nanda menoleh kanan kiri , memastikan tak ada yang melihat mereka. Namun, penjaga sekolah memergokinya.

"Kamu ngapain ngindik-ngindik begitu?"

"Eh, ada bapak. Ini pak saya gak mau nyebar gosip. Temen saya ini sakit gak bisa bangun, dan sekarang udah jam pulang, jadi saya gendong aja biar cepet. Kasihan pak, dia harus cepet pulang dan istirahat lagi di rumahnya."

Si penjaga sekolah mengangguk. Ia menemani Nayla dan Nanda dari belakang. Ia mengantar sampai ke tempat parkir dan membantu Nayla menaiki motor Nanda dengan aman.

Tak jauh dari area parkir, ada Lana yang diam sambil mengamati. Matanya tertuju pada Nayla. Benarkah ia menyukai Nayla?