webnovel

6. Nyonya Bella Sang Berharga Untukmu

Seling tiga jam yang Mizen tahu keadaan tuannya sedikit membaik. Mungkin …?

Lelaki itu pergi ke kantin rumah sakit untuk membelikan minuman lalu kembali lagi, didapatinya sang tuan tidak lagi terduduk di lantai sambil meratap. Hadrick sudah berpindah posisi, duduk arogan di salahsatu kursi tunggu, raut dan sepasang mata lelaki itu terlihat tanpa rona, membuat Mizen sedikit takut untuk mendekatinya.

Meski ragu, Mizen memberanikan diri. Sepasang kakinya menghampiri Hadrick yang tidak berkutik lalu memberikan sekaleng minuman yang mungkin saja bisa menyegarkan kepala beku majikannya.

Hadrick melirik tajam, lalu menerima pemberian Mizen. Lelaki itu langsung menenggaknya dan melempar begitu saja kaleng yang kosong, "Tentu saja perempuan itu akan mati." Saat Mizen mengira Hadrick akan menceracau, lelaki itu sedikit terkejut mendapati perkataan tuannya yang berbanding terbalik dengan dugaannya.

Senyum sinis Hadrick terlihat, "Anakku yang dikandungnya sudah tiada, wanita itu bukan tanggungjawabku lagi. Selamat atau tidaknya dia, bukan urusanku. Harusnya aku berbahagia jika memang maut berkenan menjemputnya. Kalau begitu aku tidak perlu berurusan dengan wanita miskin itu lagi."

Setelah sebelumnya sempat mengamuk, Hadrick bangkit berdiri dengan santai. Mizen mengikuti arah langkah tuannya yang berjalan di lorong meninggalkan IGD.

"Kabarkan padaku jika wanita itu benar-benar mati." Di pertengahan lorong Hadrick memberhentikan langkahnya dan melirik ke arah Mizen. Mizen sedikit tersentak saat mendapati tuannya pasrah dan tak acuh secara bersamaan. "Kita perlu menyiapkan pemakaman terbaik dan termewah yang pernah ada untuk menghormatinya yang selama hampir sembilan bulan ini pernah mengandung darah-dagingku."

Mizen ingin menyela. Perubahan sikap tuannya benar-benar membingungkan. Tapi tenggorokan lelaki itu terlalu kering untuk bicara.

Hadrick yang seperti bisa membaca pikiran Mizen tersenyum sinis, "Melihat kondisi wanita itu sebelumnya, dia memang akan mati 'kan? Sedikit kemungkinan perempuan bodoh itu bisa tetap hidup dan bertahan."

"Kenapa Mizen?" Hadrick menanyai ketus, "Kamu ingin aku meratap dan menangis seperti lelaki bodoh untuk keduakalinya?"

Kepala Hadrick menggeleng kuat, "Maaf, tidak akan. Wanita itu terlalu hina untuk kutangisi. Jika memang sudah takdir menyedihkannya untuk mati, baiklah, mati saja sana. Tidak ada yang mengikat kami selain darah-dagingku yang tadinya wanita itu kandung. Tapi perut itu sudah kosong. Wanita itu sepenuhnya bukan tanggung jawabku."

Mizen tahu meski Hadrick berkata seperti itu, di dalam dirinya Hadrick tengah menahan rasa sedih dan penyesalan yang mendalam.

Lelaki itu dengan santai kembali melangkah, meninggalkan Mizen yang tidak bisa berkutik. Sejak awal Mizen menyadari, tubuh Hadrick yang gemetar dan betapa beratnya bagi lelaki itu untuk menggerakan kedua kakinya.

"Carikan aku wanita," di dalam lift Hadrick berkata.

"Sudah hampir sembilan bulan aku tidak main-main dengan wanita manapun." Masih dengan suara tenang, Hadrick berkata. Oleh lelaki itu diisapnya batang rokok yang dia ambil dari saku Mizen setelah melalap ujungnya dengan korek api. Saat Hadrick menghembuskan asapnya dari mulut dan hidung ke udara, jelas sekali terlihat lelaki itu begitu frustrasi.

"Pastikan wanita yang kamu cari kriterianya tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan wanita bodoh itu." Hadrick berkata sambil mendongak. Lelaki itu memejamkan mata rapat, tanpa sadar tangan kakunya meremuk rokok yang masih menyala di tangannya. "Dan jangan sampai kesalahan yang sama terulang lagi." Hadrick tersenyum sinis sambil mengganti batang rokok yang remuk ke batang rokok yang baru, "Aku kebobolan dan wanita asing mengandung anakku lagi."

"Aku sudah muak terikat dengan seorang wanita asing selama sembilan bulan ini. Aku tidak mau hal yang sama terulang untuk keduakalinya." Hadrick mengisap ujung batang rokok yang kedua. Lelaki itu tersenyum sinis, bibirnya menyesap rasa manis dari benda di tangannya dengan penuh penghayatan.

"Cukup dia saja." Teringat Bella dan betapa minimnya kemungkinan wanita itu bisa bertahan hidup membuat kepala Hadrick pening. Mendadak lelaki itu kehilangan selera pada benda kecil di tangannya, langsung dihempaskannya begitu saja ke lantai dan menginjak-nginjak benda itu tanpa kasihan.

"Jika wanita itu benar-benar mati, aku akan menduda, ya?" Hadrick tertawa sinis jika membayangkannya. Belum genap setahun menikahi wanita, sekarang dia harus menduda begitu saja setelah batal menjadi seorang Ayah? Takdirnya benar-benar sialan, berani sekali mempermainkan Hadrick sampai seperti ini.

"Sampaikan pada keluargaku," Hadrick kembali berkata pada Mizen yang sejak tadi sigap mendengarkan tanpa berani membantah. "Aku menerima semua perjodohan yang mereka rencanakan. Kumpulkan semua kandidatnya, aku yang akan memilih sendiri untuk menikahi yang mana. Wanita bodoh itu akan mati, menduda sampai mati hanya karenanya? Tentu saja tidak mungkin. Aku akan menunjukkannya pada Tuhan, betapa tidak berharganya wanita bodoh itu bagiku. Aku akan langsung menikahi wanita lain, bahkan sebelum dia benar-benar mati!"

Mizen menelan ludah karena keseriusan tuannya. Sekali lagi, lelaki itu hanya bisa menganggukkan kepala dan patuh.

Lift di depan mereka berdenting dan terbuka. Hadrick langsung keluar dan melewatinya menuju parkiran.

"Cantik, seksi, dari keluarga terhormat, pintar dan tidak bodoh … katakan pada keluargaku hanya kriteria sempurna itu yang akan kuterima sebagai istri. Jangan sampai mereka mencalonkan satu wanitapun yang tidak memenuhi kelima kriteria yang tadi kusebutkan." Setelah memasuki mobilnya, Hadrick kembali memeringatkan Mizen yang menutupkan pintu mobil untuk tuannya. Untuk ke sekian kalinya Mizen mengangguk patuh, lelaki itu langsung bergegas ke bangku setir untuk mengendarai mobil ke rumah.

"Cukup Bella saja, wanita bodoh, tepos, tidak terlalu cantik dan miskin, yang sempat kunikahi." Sejak tadi Hadrick terus menyebut nama Bella dan menyangkut-pautkan semua hal yang ada dengan wanita itu. Dari kaca spion, Mizen memastikan Hadrick yang terlihat sedih dan emosi secara bersamaan. Mizen tahu tuannya tidak mau kehilangan Bella, hanya saja terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"Maaf Tuan," akhirnya Mizen bersuara. Hadrick menatapnya tajam, tidak langsung bicara, beberapa detik memberikan kesempatan pada Mizen untuk bicara lebih dulu. "Sejak tadi ada satu hal yang sangat ingin saya tanyakan kepada Anda. Mungkin pertanyaan saya ini akan menyinggung Anda … tapi saya harap Tuan berkenan menjawabnya dengan jujur?"

"Apa?" Hadrick bertanya ketus.

Mizen menelan ludah, lalu memberanikan diri. "Sebagai Ayah yang baru saja kehilangan anaknya, Anda sebenarnya tidak terlalu sedih 'kan?"

Benar saja, pertanyaan Mizen membuat Hadrick terlihat emosi.

Meksi tahu melanjutkan perkataannya hanya akan memperpendek umurnya Mizen tetap bertanya. "Maaf jika saya lancang Tuan, Anda yang tadinya menangis, mengamuk, marah, emosi dan menyesal hanya untuk Nyonya Bella 'kan?"

"Anda boleh menyangkalnya, tapi di mata saya Anda terlihat seperti itu. Anda bahkan tidak mengkhawatirkan darah-daging Anda sama sekali, yang Anda khawatirkan, cemaskan dan takutkan hanya tentang keselamatan Nyonya Bella saja 'kan?"

Urung emosi, setelah Hadrick pikirkan kembali Mizen benar adanya dan tidak salah. Demi ego lelaki itu ingin sekali menyangkal, tapi hati Hadrick sependapat dengan apa yang bawahannya katakan.

"Tuan, perlu saya jelaskan pada Anda. Mungkin Anda tidak menyadarinya atau memang tidak mau mengakuinya. Nyonya Bella … adalah hal yang paling berharga bagi Anda, saat tahu akan kehilangannya saja Anda sudah hilang kendali 'kan. Apalagi jika benar-benar kehilangannya, saya yakin jika Nyonya Bella benar-benar ditakdirkan untuk pergi, Anda tidak akan pernah bisa berakting baik-baik saja seakan tidak perduli seperti ini lagi."