"Bibi masih mau bertanya apa lagi?" Renessa bertanya ketika ia memasuki kamarnya. Rosalin masih mengikutinya dari belakang dan memandang gadis itu sekilas. Ia menghela napas dan dan memeluk Renessa.
Tubuh Renessa berubah kaku. Ia tidak terbiasa dipeluk seperti ini, namun setelahnya ia melingkarkan tangannya di tubuh Rosalin dan menepuk punggung wanita yang sudah terlihat semakin tua.
Rosalin sudah bekerja di rumah keluarga Santoso sejak ia berusia 15 tahun. Ia dibawa ke tempat itu oleh Claudia untuk mencari uang demi neneknya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Tidak ada yang mau menerimanya bekerja karena usianya yang masih sangat muda.
Walaupun saat itu Claudia membawa Rosalin masuk ke rumah keluarga Santoso sebagai pelayan seperti yang lainnya, namun Claudia selalu memberikan tugas paling ringan pada Rosalin dan mengatakan pada semua orang bahwa Rosalin adalah teman bermain Renessa yang lahir dua bulan kemudian.
Claudia yang cukup dermawan juga membayar semua biaya rumah sakit nenek Rosalin dan menawarkan Rosalin untuk bersekolah seperti anak-anak seumurannya. Namun gadis itu menolak keras dan tidak ingin terlalu merepotkan Claudia. Ketika akhirnya nenek Rosalin meninggal dua tahun kemudian, Rosalin resmi bekerja di rumah keluarga Santoso.
"Nona harus berhati-hati, apa yang akan saya katakan pada nyonya nanti jika sesuatu terjadi pada nona?" Rosalin berkata dengan suara sedikit tercekat. Ia benar-benar khawatir pada nonanya ini. Ia sudah memperhatikan tuan Rudi selama ini dan ia dapat menyimpulkan bahwa pria itu membenci nyonya Claudia dan Renessa.
Semuanya terlihat jelas ketika Herman akhirnya meninggal. Ia perlahan mulai menyingkirkan beberapa album foto milik Claudia dan pada akhirnya mengirimkan Renessa ke sekolah asrama di Negara A. Ia akan marah ketika ada pelayang yang bertanya tentang Renessa dan memecat mereka. Hanya setelahun setelah Nona Renessa pergi, Rudi akhirnya menyingkirkan makan Nyonya Claudia dan membawa Laura dan Mary tepat sehari setelahnya.
Rosalin sangat menyayangi Renessa seperti adiknya sendiri dan berdasarkan pengamatannya akan Tuan Rudi dan Nyonya Laura, ia merasa keduanya sangat kejam dan dapat menyakiti Renessa dengan mudah. Walaupun ia dapat melihat perubahan dalam diri Renessa, ia masih khawatir jika sesuatu yang buruk terjadi pada nonanya.
Ia sudah berjanji pada almarhum Nyonya Claudia untuk menjaga Nona Renessa. Ia tidak tahu bagaimana ia harus menghadapi majikannya nanti jika sesuatu terjadi pada Renessa.
"Aku akan baik-baik saja, bibi," Renessa menjawab sambil tertawa ketika menemukan ekspresi keruh Rosalin. Rosalin adalah pelayan yang selalu menjaganya sejak kecil, jadi wajar jika wanita ini merasa khawatir.
**
Renessa terbanggun ketika mendengarkan suara seseorang sedang mengetuk pintu kamarnya. Ia dengan malas menatap alarm yang masih menunjukan pukul 06.42 pagi.
"Nona Renessa!"
"Nona Renessa!"
Suara Rosalin dari balik pintu terdengar sedikit panik dan gugup. Dari suaranya, Renessa sudah bisa menebak apa yang terjadi. Sepertinya pertunjukannya sudah dimulai.
Renessa berdiri dan membuka pintu. Menemukan wajah pucat Rosalin di baliknya.
"Nona Renessa, Tuan Rudi memanggil anda. Lala si pelayan kurang ajar itu menangis histeris di depan Mary dan memohon untuk tidak dipecat. Dan sekarang Mary sedang memohon pada Tuan dan Nyonya yang terlihat sangat marah, Nona. Sepertinya mereka akan menegurmu," Rosalin langsung menyemburkan celotehan panajang sesaat setelah melangkahkan kaki ke dalam kamar Renessa.
Renessa memandang wanita berusia tiga puluh dua tahun itu dengan takjub. Ia seperti sedang mendengarkan Rapping dari para penyanyi di luar negeri ketika mendengarkan rentetan kata-kata yang keluar dari mulut Rosalin.
"Nona….! Apa nona mendengar perktaan saya?" Rosalin mengguncang pundak Renessa dengan kesal karena Renesa sama sekali tidak terlihat panik.
Renessa sekarang sedang melihat Rosalin dengan ekspressi menahan tawa dan terlihat sangat santai.
"Tuan memanggil anda sekarang. Beliau terlihat akan mengamuk setiap saat," Rosalin kembali berkata dengan panik dan mondar-mandir di dalam kamar Renessa.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mandi sebentar," Renessa berkata sambil berjalan santai menuju kamar mandi.
"Tidak. Nona. Nona harus menemui Tuan Rudi sekarang atau dia akan sangat marah," Rosalin menahan Renessa dengan ekspresi memelas.
"Bibi bilang dia sangat marah, jadi biarkan saja dia menunggu, toh aku hanya mandi sebentar," Renessa menjawab santai kemudian melengang masuk ke dalam kamar mandi.
Rosalin menunggu dengan cemas dan empat puluh menit terlewat begitu saja. Sudah tiga orang pelayan yang muncul di depan pintu kamar Renessa untuk memanggil gadis itu, namun Rosalin harus mengecewakan mereka dengan mengatakan bahwa Renessa masih berada di kamar mandi.
Rosalin mengetuk pintu setiap lima menit dan Renessa hanya mengatakan bahwa ia akan keluar sebentar lagi. Setelah beberapa saat, Renessa melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan ekspresi puas, berbanding terbalik dengan ekspresi Rosalin yang menua 10 tahun hanya dengan menunggu nonanya keluar dari kamar mandi.
"Nona…. Nona harus bergerak dengan cepat," Rosalin berkata dengan gemas melihat Renessa yang masih membaluri tubuhnya dengan handbody. Renessa bergerak sangat lambat, membuat Rosalin seolah sedang berada di dalam film yang sedang diperlambat.
"Nona,,,, Nona benar-benar akan membuat tuan semakin marah," Rosalin ingin berlutut dan memohon di hadapan gadis yang masih terlihat santai ini.
"Ayah akan tetap marah apa pun yang aku lakukan, Bibi. Bibi tenang saja, aku akan mengatasi semuanya," jawab Renessa sambil tertawa.
Rosalin benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya pada Renessa agar gadis ini mau mendengarkannya.
Renessa akhirnya melangkah keluar dari kamarnya setelah lebih dari satu jam setelah Rosalin datang untuk memanggilnya.
"Ayah sedang menunggu di mana?" Renessa bertanya ketika menuruni tangga. Ia melangkan dengan anggun dan santai namun dalam keadaan yang seperti ini, Rosalin ingin menggendongnya saja daripada harus berjalan di belakang gadis itu.
Rosalin baru bisa bernapas lega ketika Renessa akhirnya melangkah ke dalam perpustakaan yang merangkap ruang kerja Tuan Rudi.
"Apa saja yang kau lakukan sehingga membuat semua orang menunggu selama ini?" Suara ketus Laura menyambut Renessa.
"Selamat pagi, semuanya," Renessa memberi salam dengan senyum di wajahnya, mengabaikan perkataan Laura. Suasana mencekam di ruangan itu sama sekali tidak memudarkan senyumnya.
"Baru saja tiba kurang dari sehari tapi sudah menyebabkan banyak masalah," Laura kembali menambahkan.
Rudi saat ini duduk di balik mejanya dan menatap Renessa dengan marah. Laura dan Mary sedang duduk di sofa di depan meja kerja Rudi. Mary terisak dan terlihat menyeka air mata di wajahnya dan Laura menatap Renesa sinis sambil mengelus pundak putrinya. Di samping sofa tempat Mary duduk, Lala sedang berlutut di sana sambil menundukan kepalanya.
Renessa menatap pelayan itu dengan takjub, ia harus mengakui kemampuan acting pelayan ini. Mungkin jika tidak menjadi seorang pelayan, ia dapat menjadi seorang pemain sinetron.
Renessa dengan tenang duduk di depan Mary dan Laura, "Ada apa dengan suasana dramatis sepagi ini? Kupikir sinetron hanya muncul di malam hari?"
Perkataan Renessa seketika membangkitkan amarah Rudi, "Kau yang menyebabkan semua ini, sialan! Kau mengancamnya agar dia berhenti dari pekerjaan ini kan?"
Isakan tangis Marry semakin keras membuat ruangan itu semakin ribut.