webnovel

Siasat?

"Jadi kau ratunya?" ucap Lina.

"Secara resmi iya, dan orang yang kau pukuli sebelumnya adalah ksatriaku."

Tirta terlihat senyum-senyum saja, entah kenapa ia begitu menikmati hal ini seperti pertunjukkan drama. Meski dia pura-pura lemah dan tertangkap, setidaknya ia sudah menyelamatkanku dari rencana men-scan otakku, karena titik fokus orang-orang itu jadi teralihkan padanya.

"Hei Tirta, kenapa kau tidak menghabisi orang-orang ini saja?" sanggahku memotong pembicaraan mereka, aku sudah sakit dan lapar, karena mereka tak memberiku makan sejak datang kemari.

"Mikka, jaga sopan-santunmu, jangan menginterupsi. Kau pikir ratu lemah sepertiku memiliki kekuatan yang bisa mengguncang dunia?"

"Sopan-santun apanya! Bukankah mereka lebih tidak sopan dengan menali kita seperti ini?!"

Tirta senang sekali bersandiwara, entah sampai kapan ia berubah pikiran dan segera melumpuhkan mereka semua. Posisi kami sekarang duduk dan diikat saling membelakangi satu sama lain, jelas dilihat darimanapun ini bukanlah kesopanan dari seorang tamu, lebih mirip perampok yang menyekap pemilik rumah.

"Apa otakmu sudah terkilir Mikka? Lihat sisi positifnya, sekarang kita berdua bisa jadi lebih dekat bukan?"

Benar juga, punggungku secara tidak langsung bersentuhan dengan punggungnya dan secara tidak langsung aku bisa menyentuh bagian kepala dan bulu telinganya dengan belakang kepalaku, memang sensasinya sedikit menyenangkan. Tidak-tidak-tidak, jelas kalau Tirta juga sedang berusaha mempengaruhiku.

"Memangnya aku akan terpengaruh kata-katamu."

"Kau jadi semakin membangkang ya sekarang? Apa dunia itu mempengaruhimu?"

"Bagaimana denganmu?"

Jelas-jelas dia juga aneh setelah kembali kesini, rambutnya kembali panjang, yang aku takutkan, di dunia yang ia jelajahi membutuhkan waktu bertahun-tahun sehingga hal itu membuat sikapnya sedikit berubah karenanya.

"Hei, kenapa kalian malah asik mengobrol?"

"Jika ada hal yang ingin kau tanyakan-tanyakan saja, kau sendiri daritadi hanya diam mendengarkan obrolan kami bukan?"

Kali ini Tirta membuat kesal Lina. Aku sudah jelas tak mengerti sekarang tentang tingkah laku dari Tirta sebenarnya. Entah rencana apa yang sedang ia susun.

"Oh, baiklah, bagaimana kami keluar darisini?"

Namun tiba-tiba terjadi gempa yang berpusat dari arah barat kami, mengagetkan beberapa mereka semua.

"Gempa? Apa yang terjadi?"

Setelah itu terdengar suara nyaring yang sangat memekakkan telinga, yang kemudian tepat di arah barat sebelumnya terlihat beberapa makhluk yang datang, terdapat sekitar 5 monster, 2 diantaranya berbentuk serigala humanoid yang memabwa kapak, sedangkan 3 lainnya adalah monster serigala bertanduk. Entah kenapa akhir-akhir ini intensitas keluarnya monster dalam istana jadi semakin sering,

"Hei, katakan? Apa itu prajuritmu yang lain?" ucap Lina sambil menodongkan pistol pada Tirta. Lina ingin menarik pelatuk senjatanya, namun kemudian berhenti melakukan itu, dan langsung membentuk formasi pertahanan. Ia sepertinya kalau melakukan itu bakalan sia-sia saja.

"Itu sangat diluar dugaan, mereka bukan pengawalku, tapi ... Mereka cukup berbahaya," ucap Tirta memperingatkan. Tapi Lina terlihat tidak peduli, ia berkomunikasi dengan timnya untuk melakukan eksekusi pada monster-monster itu.

"Mikka, kau mendengarku?"

Aku bisa mendengar jelas suara Tirta yang langsung muncul di kepalaku, sudah pasti itu adalah telepati.

"Ya, Tirta, apa yang sedang kau rencanakan?"

"Sebenarnya, aku tidak sedang merencanakan apapun, aku dapat berita buruk dan berita baiknya. Berita buruknya aku tidak dapat menggunakan seluruh kemampuanku untuk sekarang, berita baiknya kita bisa memanfaatkan mereka untuk sementara waktu sembari aku melepas ikatanmu."

"Jadi soal kau tak bisa melawan mereka itu benar?"

"Ya, memangnya aku pernah berbohong padamu?"

"Tolong bercerminlah sebentar."

"Hahaha, kau bisa saja."

Sesaat setelahnya mereka kemudian bertempur, karena berenam, mereka mendapat jatah untuk melawan satu-persatu dari monster itu, kecuali Lina yang masih memantau kami sembari memberikan perintah dalam jarak jauh. Dalam jarak ini, kelihatannya mereka cukup sepadan menjadi lawan tanding. Sementara aku masih berbicara dengan Tirta dengan telepati.

"Sudah terlepas,"

"Tapi, sebenarnya Tirta aku belum bisa menggunakan kemampuanku, mereka menyuntikanku sebuah cairan tertentu agar aku tak dapat menggunakannya."

"Kau ini banyak mengeluhnya, cepatlah pergi."

"Tunggu sebentar, tunggu dia lengah dulu."

Namun begitu aku memperdebatkan sesuatu dengan Tirta timbul ledakan besar dari arah pertarungan tersebut, Lina yang heran kemudian beranjak pergi menolong mereka. Itu artinya sekarang adalah kesempatanku.

"Baiklah, sekarang giliranmu," ucapku pada Tirta

"Tidak aku bisa melepasnya sendiri, kau pergi saja cari senjatamu di gudang dan obat penawar, ambil juga untukku satu."

Aku tidak yakin tapi aku segera mengikuti perintahnya. Aku beranjak berlari menuju gudang, ia pernah bilang kalau obat yang seperti potion itu mampu menyembuhkan luka maupun penyakit secara instan baik virus atau apapun itu. Tapi aku belum menemukannya, kemudian kuambil senjata yang tersisa yang dapat kupakai untuk sekarang, mataku memindai beberapa sudut ruang hingga aku menemukan potion tersebut yang disimpan ke dalam botol reaksi. Terdapat 3 botol yang tersisa, aku segera membawa 2 botol tersebut kemudian berlari ke arah Tirta berada.

*****