webnovel

BEKERJA

Cukup lama Ara terduduk di luar rumah, ia masih merenungi keputusannya itu sambil memandangi hamparan hijau rumput dan semak ilalang yang tumbuh di seberang halaman rumahnya dan menikmati sepoi angin yang berhembus. Sejujurnya ada keraguan dalam hatinya namun sebuah kenyataan hidup mampu membuat Ara tetap mempertahankan sikapnya. Sang bunda yg sejak awal memperhatikan Ara perlahan keluar menghampiri putrinya itu.

"Ara yakin dengan keputusan itu..??". Tanyanya seakan meragukan keinginan Ara.

"Iya bun... in sya allah..". Jawabnya pendek dengan pandangan mata tetap lurus ke depan.

"Yakin... tidak akan menyesal di kemudian hari... ??". Tanya Bunda Ara lagi, kali ini Ara menoleh dan menatap wajah sang Bunda. Wajah dengan sejuta rasa penat dan jenuh yang tergambar jelas dari pancaran mata beningnya.. Ara kembali pada posisinya yang semula, menatap desiran angin yang membuat rumput bergoyang dan helaian kertas beterbangan.. Kemudian ia mengangguk seakan menyatakan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Sayaaangg... jika memang Ara mau, bunda sanggup tuk mengusahakannya.. tidak usah memikirkan tentang biaya, biar bunda yang mencari... atau mungkin Ayah mau membantu mencarikannya, ya kan .. ??". Bujuk wanita itu.

Pandangan Ara masih lurus ke depan, ia mulai ber_flash back pada masa kecilnya dulu di mana sang Ayah berjanji akan menyekolahkan nya hingga kuliah nanti. Namun yang terjadi justru hanya sang bunda yang berjuang sendiri, Ara juga masih mengingat janji bundanya yang akan sekuat tenaga membantu mewujudkan mimpinya ketika ia berniat berhenti sekolah. Dengan bercucuran Airmata beliau mencari pinjaman kesana kemari, namun tak ada yang mau meminjamkan nya hingga beliau terpaksa berpinjam pada rentenir dengan pengembalian uang dua kali lipat. Bundanya memang tidak pernah bercerita, namun sang Nenek selalu memberitahukan setiap apa yang dilakukan bundanya tersebut demi pendidikan dirinya. Apa Ara masih akan tega menyusahkan bundanya kembali setelah tahu bagaimana menderitanya sang Bunda ?? Bagaimana bisa... baginya cukup tiga tahun itu saja yang menjadi beban kesengsaraan beliau.

"Bunda... Ara sudah tidak mau sekolah lagi, Ara cape. Nanti saja Ara ikut program kejar paket jika Ara mau sekolah lagi. Kalau untuk saat ini biar Ara bantu Ayah di kebun..". Ucap Ara berusaha menyembunyikan keresahannya.

"Lagi pula sukses itu tidak harus jadi Guru kan bun, siapa tau Ara lebih sukses kalau sudah jadi buruh pabrik seperti bunda.. ijazah SMP ini bisa jdi bekal buat mencari pekerjaan nanti". Lanjutnya lagi meyakinkan sang Bunda.

Namun Bunda Ara malah meneteskan airmatanya, beliau merasa terharu akan penjelasan putri kecilnya itu yg sekarang memang sudah beranjak remaja. Di usianya yang hampir 14 tahun Ara sudah membuat bundanya bangga akan pola pikirnya meski Ara harus mengorbankan impian terbesarnya, Bunda Ara menyeka Airmata nya kemudian memeluk Ara sambil berkata:

"Maaf sayaaangg, bunda sudah mengingkari kata-kata Bunda dulu yang berjanji akan membuat Ara sukses meraih mimpi... bukannya bunda menyerah sayaangg, bunda sudah berusaha namun mungkin hanya sampai disini batas kemampuan bunda... Bunda harap Ara tidak akan membenci bunda..".

Ara melepaskan pelukan sang bunda, ia memegang kedua tangan bundanya sama seperti ketika wanita itu berusaha menguatkan Ara tatkala dirinya rapuh dan dilema.

"Bunda... bunda tak harus minta maaf, bagi Ara bunda sudah memberikan yang terbaik untuk Ara..". Ucap Ara seraya mencium kedua tangan bundanya, wanita itu tersenyum.. sebuah senyum yang selama ini belum pernah Ara lihat, senyum tulus dan ikhlas yang menghias wajah bundanya seakan batu besar yang ia pikul hilang begitu saja. Melihat itu Ara merasa tenang ia pun semakin memantapkan keputusannya.

Percakapan pagi itu menjadi awal cerita kehidupan remaja Ara yg akan segera di mulai, kisah remaja yang selalu berhias kedukaan. Ara yang tidak melanjutkan pendidikannya itu lebih memilih membantu Ayahnya berkebun seperti yang ia katakan kepada bundanya, setiap pagi sehabis mengerjakan tugas rumah Ara menemui Ayahnya di kebun yang berjarak sekitar 300M dari rumahnya. Tak jarang Ara juga sering ikut panen padi, suka duka dan keras serta lelahnya dunia tani telah ia lalui selama hampir dua tahun. Selama itu pula Ara tidak pernah menyaksikan Ayah bundanya itu bertengkar, tidak seperti ketika ia sekolah dulu. Mungkin keputusan Ara memang sudah tepat hingga ia merasa tidak sia-sia mengorbankan cita-citanya dulu, demi keluarganya tentram Ara rela mengubur semua harapan serta masa remajanya itu untuk ikut membantu memulihkan perekonomian keluarga yang seharusnya gadis seusia Ara masih mengecap pendidikan, Apalagi adik kecilnya kini sudah mulai mendekati jenjang sekolah dasar yang tentu saja membuat Ara semakin berpikir pikir ulang jika ingin melanjutkan pendidikannya. Namun hasrat akan mimpinya itu masih ia jaga hingga dirinya berjanji tuk bisa meraihnya meski dengan cara apapun, walau harus sambil bekerja sekalipun.

"Ra.. ko bapak liat setiap pagi kamu datang ke kebun terus, memang ga sekolah ??" tanya seorang laki-laki tatkala Ara sampai di kebun Ayahnya.

"Ga ko pak, Ara sudah lulus" jawabnya singkat.

"Iya bapak tau kamu udah lulus, tapi harusnya kan kamu lanjut ke SMA kenapa malah jadi tukang kebun..?? hehehe" Sindir si bapak sambil terkekeh. Ara hanya tersenyum datar tak menjawab pertanyaan si bapak.

"Padahal kalo di lihat-lihat harusnya keluarga kamu mampu Ra menyekolahkan kamu kejenjang SMA, secara adik kamu masih kecil belum butuh biaya banyak. Ibu kamu juga kerja, tapi bap..."

"Lah pak cuma ngandelin gaji istri doank mah mana cukup, kaya biaya sekolah ga mahal aja" Celetuk istri si bapak memotong perkataannya, Si ibu baru saja sampai di kebunnya.

"Ibu ini ngagetin bapak aja.." protesnya.

"Iya .. maaf.. abisnya ibu gemes sama omongan bapak itu, kaya ga tau aja kehidupan si Lisa kaya gimana.. suaminya kan pemalas, coba kalo dia mau sama-sama berjuang cari nafkah jangankan cuma nyekolahin si Ara, motor juga udah pasti ke beli tuh. Liat aja sekarang udah siang begini masih belum datang, nyusahin istri doank." Oceh si ibu lagi.

Sang suami malah langsung menyikut sang istri, dia tak tega jika perkataan istrinya itu justru melukai perasaan Ara. Beliau langsung menarik istrinya seraya pamit menjauhi Ara, "Tadi kan bapak ngomongnya belum selesai, maksud bapak mau nasehatin Ara baik-baik. Biar Ara bisa nasehatin Ayahnya juga, Eehh si ibu malah nyerocos aja.. kasian kan nak Aranya." Gerutunya kepada si ibu.

* * *

Semakin hari Ayah Ara semakin menampakkan kemalasannya, beliau benar-benar berubah. Sering kali beliau meminta modal kepada istrinya dengan alasan untuk membangun usaha, tapi tak kunjung ada hasil. Malah yang membuat Ara tercengang adalah ketika datangnya seorang laki-laki yang mengaku sebagai teman ayahnya menagih sejumlah uang, untung saat itu bunda Ara bekerja sehingga beliau tidak tahu. Tapi yang lebih memuakkannya lagi sang Ayah malah bersembunyi tidak mau menemui si penagih hutang tersebut.

Ara kemudian melamar pekerjaan di salah satu perusahaan yang kebetulan tempat bundanya bekerja, perusahaan itu menerimanya dengan syarat Ara harus kerja shift, yakni bekerja pada malam hari. Dengan senang hati Ara menyetujui tawaran tersebut padahal usianya belum genap 17 tahun yang mungkin bila ia jujur pihak perusahaan akan menolaknya, namun keinginannya yang kuat untuk bekerja Ara pun berusaha menyembunyikan usianya itu hingga ia pun berhasil di terima oleh perusahaan tersebut.

Dari sini Ara tahu bahwa ternyata pekerjaan sang bunda tidaklah ringan, berkilo-kilo bahan baku yang akan diolah harus dia dorong seorang diri. Dengan penuh semangat dan pantang menyerah Ara berusaha bertahan pada pekerjaan tersebut, tubuhnya yang mungil tak menyurutkan niatnya untuk membantu keluarga. Tak jarang Ara sering kena marah karna kerjanya lamban, Ia juga sering merasa perutnya keram karna kecapean.

Dengan di jalaninya pekerjaan itu Ara justru semakin melupakan mimpinya, ia sudah tidak tertarik lagi untuk mengikuti program kejar paket yang ingin ia raih terlebih dulu sebagai jembatan tuk bisa masuk ke fakultas meski hanya di swasta, Ara terlena akan keadaan yg sekarang di jalaninya karna merasa sudah dapat berpenghasilan sendiri. Ia lupa bahwa dunia kerja itu tidak akan bisa mampu membuat dirinya tetap bekerja karna setiap tahun program buruh di pemerintahan akan terus di perbaharui. Jika sudah begitu ia pun hanya bisa menyesali keputusannya itu.. Ara keluar dari perusahaan tersebut dengan alasan masa kontrak kerja yang sudah habis. Perusahaan enggan memperpanjang kontrak kerjanya karna keadaan perusahaan yang sedang mengalami pailit, oleh sebab itu perusahaan mengurangi sebagian kecil pegawainya.