webnovel

MENYERAH

Ara masih memeluk adiknya yang tengah berbaring di kamarnya, di usap-usapnya kening bocah itu dengann maksud untuk membuatnya tertidur kembali sambil tetap menatap wajah mungilnya. Matanya yg bulat tajam membuat Ara semakin lemah dan tak berdaya membayangkan nasib bocah itu jika masa kecilnya harus seperti ia dulu, sang adik hanya memperhatikan Ara sambil sesekali menguap karna ia memang terlihat masih mengantuk dan tak berapa lama kemudian ia pun tertidur. Linangan airmata Ara masih berderai di wajahnya yg sudah semakin lelah dan penat meratapi nasib keluarganya, ia merasa gagal menjadi seorang anak yg bisa membanggakan kedua orang tuanya. Di bulan suci itu harusnya mereka semakin mempererat hubungan keluarga, namun sayangnya onak duri itu selalu menemani keseharian keluargannya. Ara masih terbaring di samping adiknya yang sudah tertidur pulas, ia masih mengusap kening bocah itu namun kali ini Ara mengusap pipinya pula lalu kemudian mencium tangannya yang ramping dan kecil. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba Bunda Ara masuk ke kamar Ara, ia duduk di samping Ara dengan posisi menghadap pintu kamar sedang Ara terbaring membelakanginya. Ara tak menoleh sedikitpun meski ia tahu sang bunda ada dibelakangnya karna Ara merasa tak sanggup menatap wajah wanita itu, sementara beliau membuka suara paraunya yang masih terdengar jauh menahan tangis.

"Lihat perbuatan Ayahmu pada bunda ra... sungguh sangat menyakitkan, luka ini belumlah seberapa bilang dibandingkan dengan luka hati Bunda. Sampai kapanpun Bunda tidak akan melupakan kejadian ini, harusnya jika memang Ayahmu itu sudah tidak betah lagi dengan hubungan ini kenapa tidak pergi saja seperti dulu. Sudah tidak ada yang bisa dipertahankan lagi meski nasib adikmu akan sama seperti masa kecilmu dulu. Namun... setidaknya itu lebih baik daripada harus tersiksa seperti ini, sekarang apa yang bisa dilakukan Ayahmu untuk keluarga kita ra... hanya mengharapkan kuli di masa tanam dan panen padi yang hanya terjadi setahun sekali, atau berladang yang bermodalkan biaya ratusan ribu namun hasil tak seberapa atau mungkin berdagang hewan ternak yang selalu mengalami kerugian. Jangankan untuk makan kita ra... untuk balik modal saja Ayahmu itu tidak bisa mengusahakannya. Apa masih pantas laki-laki seperti itu tetap hadir di keluarga kita... ??". ucap bunda Ara meluapkan semua emosinya kepada Ara.

Gadis itu hanya terdiam ia sangat memaklumi akan sikap bundanya itu terhadapnya karna bagaimana pun juga memang dirinya lah yang menjadi penyebab masalah keluarganya yang sudah meminta sang Bunda kembali kepada Ayahnya, yang akhirnya membuat wanita itu menderita. Ara juga mengerti bahkan membenarkan ucapan bundanya tentang laki-laki yang biasa ia panggil Ayah itu karna memang sangat menyebalkan, padahal dulu Ayahnya tidak seperti itu. Ia laki2 yg sangat bertanggungjawab, bijaksana dan penyayang. Entah setan apa yg merasukinya kini hingga sikapnya berubah 180derajat, namun seburuk apapun kelakuan laki-laki itu ia tetap lah Ayahnya. Dan Ara pun tak mampu membencinya meski sang Ayah menorehkan ketraumaan yang mendalam padanya, hingga Ara merasa dirinya tak butuh seorang laki-laki dalam hidupnya. Ara hanya bisa mendoakan tuk kedua orang tuanya semoga Allah memberikan jalan yg terbaik untuk kedepannya nanti, jika memang harus berakhir Ara berharap semuanya akan berakhir secara baik-baik.

Setelah merasa lega karna sudah mengungkapkan uneg-unegnya kepada Ara, wanita itu pun keluar. Sementara Ara masih berpikir keras tentang nasib adiknya yg mungkin akan lebih buruk darinya, butiran-butiran kristal putih masih tertahan di pipinya. Sudah tidak bisa di terka berapa juta liter air yg setiap harinya keluar dari mata sayu itu, bahkan sepertinya akan terus mengalir hingga Ara dewasa.

Detik demi detik waktu yang berkah di bulan yang suci itu Ara lewati dengan penuh duka lara menyaksikan ketidak akuran orang tuanya, bahkan sampai hari raya tiba keduanya tetap bersikap acuh. Tentu saja pemandangan demikian menjadi noda hitam dalam hidup Ara, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

* * *

Terlepas dari kisah ramadhan Ara yg sangat memilukan itu, tibalah kini hari yang dinantikan Ara yakni hari kelulusannya. Ara berhasil mengembalikan peringkat 3 umumnya dulu dengan peringkat 1 di kelasnya dan hasil nilai ujian yang memuaskan, ada rasa haru dan bangga dalam hati Ara dalam perjuangannya itu meski ia sudah bertekad untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Teman-teman Ara merasa kecewa atas keputusannya itu, terlebih lagi guru SD nya dulu yang sudah memasukkan Ara ke sekolah tersebut. Ketika mendengar kabar demikian beliau langsung menemui Ara di rumahnya.

Saat itu hari Minggu, Sesampainya di rumah Ara pak Guru langsung berbincang dengan kedua orang tua Ara di teras mengatakan maksud hatinya untuk mempertahankan pendidikan Ara, baik bunda dan Ayah Ara keduanya sepakat untuk sepenuhnya memberikan kebebasan, apapun keputusan yang akan di ambil putrinya tersebut. Kedua orang tua Ara memberikan kesempatan kepada Ara dan sang Guru agar bisa berbicara berdua, mereka pun masuk kedalam meninggalkan keduanya.

"Apa alasan Ara mengambil keputusan itu, sangat di sayangkan jika anak secerdas Ara tidak mau mengembangkan bakatnya. Padahal kalau Ara mau melanjutkan... Bapak akan mencarikan pekerjaan magang ketika Ara sudah kelas tiga nanti, yakni belajar mengajar hingga Ara bisa menjalankan rutinitas itu hingga kuliah nanti. Selain menguji mental Ara juga akan mendapat honor meskipun tidak besar.. ". Bujuk Guru itu meyakinkan Ara agar membatalkan keputusannya.

"Maaf pak, Ara masih butuh waktu untuk bisa berpendidikan lagi. Ara sudah memutuskan setelah selang satu tahun ini akan mengikuti program kejar paket C saja...". Jawabnya menolak tawaran sang Guru, meski sebenarnya Ara tertarik namun ia juga berpikir panjang.. itu tawaran tiga tahun yg akan datang bukan sekarang ketika akan membutuhkan lebih banyak pengeluaran. Sedangkan Ara sedang menjalani masa kini menuju masa tiga tahun itu, masa yg akan lebih membawanya pada keretakan rumah tangga orang tuanya. Gurunya itu memang baik dan berkata dengan sangat mudahnya seakan semua itu terlalu gampang tuk di raih, beliau tidak tahu kehidupan keluarga Ara seperti apa dan beliau pun tak pernah tahu bagaimana sengsaranya Ara menjalani kehidupannya.

"Program Kejar paket tidak akan semudah itu, ia berbeda seperti pendidikan formal lainnya. Untuk mencari pekerjaan saja tidak mudah apalagi untuk kuliah..". Ujar Guru itu lagi

Ara tetap pada keputusannya, ia tidak mau mengikuti ucapan gurunya tersebut. Akhirnya beliau pun pamit seraya mengucapkan kalimat seperti ini:

"Ya sudah jika tidak mau, semoga Ara tidak menyesal di kemudian hari..". Beliau pun berlalu.

Sepeninggal gurunya, Ara masih belum beranjak dari tempat duduk. Rupanya sang bunda mendengarkan percakapan mereka dari balik gorden, pikirannya ragu antara menghampiri sang putri atau memberikan sang putri waktu sendiri untuk mempertimbangkan keputusannya tersebut. Terlihat teh hangat dalam gelas tak tersentuh sama sekali, menunjukkan bahwa sang guru saat ini mungkin sangat kecewa dengan keputusan Ara.