webnovel

18. Menginap Disini Saja

"Hah!" Alina tersentak dari mimpi buruk yang hampir mencekiknya mati. Masa kelam itu menghantuinya kembali. Insiden lift itu pasti pemicunya. Sepertinya berendam bukan pilihan yang tepat. Mungkin mandi dibawah pancuran air shower baru dapat membuang semua hal-hal buruk itu.

Alina menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Nafasnya perlahan stabil begitu pula dengan detak jantungnya. Jika terus seperti ini, ia bahkan bisa mati hanya karena mimpi buruk.

"Ah, sepertinya aku tidak bisa tidur malam ini!" Gumam Alina sambil menghela nafas berat.

Tepat ketika Alina ingin bangun, ia merasa seperti ada beban berat yang menindihnya. Menurunkan pandangannya kebawah, mata Alina nyaris hampir melompat keluar.

"Aaaa..." Jerit Alina.

'Kenapa pria itu bisa ada disini?'

Tunggu! Ia sekarang dalam keadaan tanpa sehelai benang apapun ditubuhnya dan kepala pria ini jatuh tepat—

"Dasar mesum! Cepat minggir.." Alina terus mendorong kepala Zayyad menjauh dari bagian sensitif tubuhnya.

"Dasar bajingan! Apa yang kau lakukan disini?" Alina mendorong kepala Zayyad yang sudah basah dan terkena busa sabun, tapi kepalanya itu malah sedikit bergeser kebawah dan mendarat di perut datarnya.

"Sial!" Sudah tau gynophobic! tapi masih mencoba menjadi serigala buas, huh? Alina menjambak rambut Zayyad, mencoba mengangkat kepalanya. Ketika melihat wajah tampan itu sudah di penuhi busa sabun, tidak tau kenapa Alina merasa pemandangan itu cukup lucu.

"Pftt.." Alina membiarkan tangan kirinya terus menarik rambut Zayyad agar kepalanya tetap terangkat, sedang tangan kanannya ia gunakan untuk menyapu busa sabun yang memenuhi wajah Zayyad.

"Apa kau kemari karena mengkhawatirkan ku?" Alina memperhatikan wajah tampan itu seksama. Setelah diperhatikan, ada urat keunguan yang memenuhi kedua belah pipinya timbul dibalik kulitnya yang putih pucat. Memperhatikan kelopak matanya yang tertutup rapat, ternyata pria itu memiliki bulu mata panjang yang lurus. Lekuk garis alisnya rapi dan tajam. Batang hidungnya terpahat sangat baik, menggoda siapapun untuk mematahkannya.

"Jika aku menarik ini—" Alina menjepit batang hidung Zayyad dengan jempol dan telunjuknya, "Dalam keadaannya yang sadar, bagaimana reaksinya?" Membayangkan itu, membuat Alina tersenyum-senyum sendiri. Rasanya tidak sabar menjadikan pria ini mainannya.

Alina mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong tubuh Zayyad menjauh, memberinya ruang untuk keluar dari bathtub. Setelah berapa kali berjuang keras, akhirnya Alina dapat berdiri meninggalkan bathtub.

"Huh, kali ini kau ku maafkan!" Alina mengambil handuk yang ada di gantungan dan membalut tubuhnya dengan itu, "Tapi tidak ada di lain waktu"

Alina pun pergi meninggalkan kamar mandi. 'Seharusnya aku mengunci pintu'...

'Tidak!'

Jika Alina menguncinya tadi dan Zayyad tidak datang. Tidak tau berapa lama ia tersiksa dalam mimpi buruk itu. Mungkin saja ia sudah lebih dulu mati daripada tersadar, "Tenang lah! Dia bukan pria normal, jadi apa yang kau khawatirkan?" Alina mencoba menyakinkan dirinya.

Setelah mengeringkan tubuhnya, Alina segera mengenakan gamis marun yang dibelikan Zayyad. Hanya saja ia merasa seperti melupakan sesuatu.

"Ah!" Alina menepuk jidatnya.

Apa tidak masalah mengenakan ini saja?

___

Zayyad perlahan memperoleh kesadarannya. Ia melihat bathtub yang sudah kosong. Sepertinya wanita itu sudah pergi.

Deg!

Seketika wajahnya memerah, "Dia sudah bangun dan aku—" Kedua belah pipi Zayyad terus memanas seperti udang rebus. Mengerutkan matanya, rasanya ia ingin menangis. 'Bukankah keadaan ku ini, seperti bajingan mesum?'

Zayyad pergi menyalakan shower. Menundukkan kepalanya di bawah pancuran air, pergi membersihkan busa sabun yang ada di kepalanya. Setelah Zayyad merasa benar-benar bersih, ia pun terus memutar kran dan air berhenti mengalir. Tangan Zayyad meraba-raba kearah gantungan, 'dimana handuk ku?'

Tidak perlu ditanya lagi. Zayyad dapat menebak siapa yang mengambilnya.

"Tapi itu kan—" Handuk itu miliknya dan wanita itu memakainya. Rasanya ini...

Ceklek!

"Hey mesum! Kau sudah sadar?"

Zayyad terkesiap. Ia terus menoleh ke asal suara.

"Wajah mu kenapa memerah begitu, mesum kau sakit?"

Mendengar hal itu, refleks Zayyad menangkup kedua belah pipinya. Rasanya panas!

"Tidak!" Bantah Zayyad, terdengar gugup.

"Kalau begitu cepat lah! Ini sudah larut, bukannya kita akan pulang ke vila?" Jarak antara vila Zayyad ke kota lumayan jauh. Sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat. Nenek pasti mengkhawatirkan dirinya karena belum juga pulang.

Alina pun pergi sebentar untuk mengambil sesuatu. Lalu ia kembali dengan membawa handuk di tangannya, "Cepat keringkan rambut mu!" Alina melempar handuk itu kearah Zayyad.

Zayyad dengan sigap menangkapnya. Aroma lavender yang kuat merasuki penciumannya. Hanya saja agak berbeda dari biasanya. Ini jauh lebih lembut dan feminim, mungkinkah aromanya berubah karena sudah bercampur dengan aroma tubuh Alina?

"Hey mesum! Kenapa diam saja? Apa kau tak tau cara mengeringkan rambut?"

"Aku tau!" Zayyad segera mengeringkan rambutnya dengan handuk itu. Setiap kali tangannya bergerak, menggosok handuk itu ke rambutnya. Zayyad merasa ada rasa yang tak tertahan didalam hatinya. Rasa manis dan hangat, yang mendorongnya tersenyum-senyum sendiri. Setiap kali aroma lavender itu menyeruak masuk ke hidungnya, detik itu pula ia merasakan aroma tubuh Alina...

Mawar?

"Hey mesum! Kenapa kau senyum-senyum sendiri?"

"Aku hanya fokus mengeringkan rambut ku!" Dalih Zayyad yang terus mengulum rapat bibirnya, menahan senyum. Hingga ia merasa ada yang mengganjal...

"Kau panggil aku apa?"

"Mesum!" Alina melebarkan senyumnya, menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi.

"Hah?" Mulut Zayyad menganga lebar tak percaya.

"Seseorang yang melompat kedalam bathtub wanita yang sedang berendam, kalau bukan mesum lalu apa? tuan Bajingan kah?"

"Kau—" Zayyad kehilangan kata untuk berbicara.

'Kalau bukan karena aku mengkhawatirkan keadaannya, apakah dia pikir aku mau bunuh diri dengan melakukan hal gila itu?' Zayyad membatin tak senang.

Melihat ekspresi Zayyad tak terima Zayyad dituduh begitu, Alina hanya membuka mulutnya, menggerakkan kedua bibirnya mengatakan sesuatu tanpa suara, 'Me-sum'

Zayyad dapat menangkap gerakan bibir Alina yang menyebutkan dua kata 'me-sum' tanpa suara kearahnya. Mata Zayyad membulat lebar, menatap Alina dengan ekspresi tertekan, "Kau—"

Alina hanya menjulurkan lidahnya mengejek, lalu mengatakan 'Me-sum' seperti tadi tanpa suara.

Zayyad mengangkat telunjuknya, menatap tak percaya pada Alina.

Alina terus membanting pintu kamar mandi menutupnya dan melarikan diri.

"Huft" Walaupun Zayyad merasa kesal, tapi tidak tau kenapa. Ada perasaan hangat yang menjalar kedalam hatinya, membuatnya tersenyum-senyum sendiri.

Setelah mengeringkan rambutnya, Zayyad pergi meninggalkan kamar mandi. Di ruang kerja, Alina sudah menunggunya di sofa. Sekotak bubur yang sudah habis dan botol minuman yang sudah kosong, terbiarkan begitu saja di atas meja. Zayyad memperhatikan Alina yang tengah memainkan ponsel dengan santai, "Jika sudah makan, kenapa tidak di bereskan?"

"Ah, mesum kau sudah siap? Ayo kita pulang" Alina bersikap seakan tidak mendengar apa yang dikatakan Zayyad tadi.

Telinga Zayyad yang sudah sangat panas dan tidak tahan mentolerir nya, terus berkata, "Biar ku perjelas, tadi itu aku bukan sengaja masuk ke kamar mandi. Aku sudah menunggu mu cukup lama dan kau tak keluar, memanggil mu berkali-kali dan kau tak menyahut sama sekali. Jadi terpaksa aku masuk kedalam dan melihat mu yang sudah seperti seseorang yang akan mati tercekik, awalnya aku ingin meminta bantuan. Tapi aku terlalu mengkhawatirkan mu tadi"

"Kau mengabaikan rasa takut mu dan bersikeras menolong ku?"

Zayyad diam, tidak tau harus menjawab apa.

"Lain kali jika kau tak mampu, jangan terlalu memaksakan diri"

Tidak tau mengapa, setelah Zayyad mendengar itu. Ia merasa buruk. Harga dirinya sebagai seorang pria seperti tercabik-cabik. 'Apa itu karena aku gynophobic, jadi aku tidak cukup mampu?'

"Kau makannya di vila saja, ini sudah sangat larut!" Alina memukul arloji tangannya yang sudah menunjukan pukul sebelas malam.

"Em!"

Mereka pun pergi meninggalkan ruang kerja Zayyad. Setiba di depan lift, langkah Alina terus terhenti. Kejadian tadi masih membuatnya syok berat, ia ragu jika masih cukup kuat untuk masuk ke tempat persegi itu sekarang.

Zayyad dapat melihat wajah Alina yang seketika memucat setelah berdiri di depan lift, terus berkata, "Jika kau masih takut, kita tidak perlu naik lift"

"Lalu naik tangga darurat?" Pria ini mengajaknya untuk bermalam di anak tangga? Ini lantai 50! Yang benar saja mereka harus menggunakan tangga darurat.

"Hanya itu satu-satunya alternatif"

"Begini saja"

"Apa itu?"

"Malam ini kita menginap disini saja"

___