webnovel

19. Tanpa Obat Tidur

"Minggir!" Sesampai di depan pintu bilik kecil itu, Alina terus mendorong Zayyad ke samping. Alina tampak sangat terburu-buru masuk kedalam. Zayyad memegang lengannya yang agak sakit karena kebentur gagang pintu. Zayyad tertawa miris dalam hati, melihat tingkah laku Alina.

"Kasur ini adalah milikku!" Alina melompat keatas kasur. Membentang kedua tangannya lebar-lebar menguasai kedua sisi kasur yang lumayan luas. Zayyad yang melihat itu, mengerjapkan matanya terheran-heran.

"Dan kau mesum—"

Zayyad membulatkan matanya.

"Tidur di bawah!"

Mulut Zayyad setengah terbuka setelah mendengar ucapan Alina. Kedua tangannya terkepal, menekan rasa kesalnya, "Tapi aku adalah pemilik tempat ini, kenapa jadi kau yang mengatur?"

"Aku tidak mengatur! Aku hanya mengatakan aku akan tidur di sini dan kau tidur di bawah"

Itu sama saja! Zayyad memutar bola matanya.

"Tidak! Kau yang tidur di bawah, aku tidur di sini" Zayyad menarik selimut, memaksa Alina yang berada di atas tertarik kebawah.

Alina tidak menyerah begitu saja. Ia terus berguling kesamping dan menarik selimut itu, "Tidak, kau yang tidur di bawah!"

"Tidak! Kau yang di bawah" Tegas Zayyad.

"Tidak! Kau yang dibawah"

"Tidak mau!"

"Aku juga tidak mau!"

Akhirnya mereka saling tarik-menarik selimut tanpa ada satupun yang mengalah. Alina merasa heran, tidak biasanya Zayyad sulit di tangani. Biasanya pria itu selalu menjadi pihak yang mengalah dalam situasi seperti itu. Tapi kenapa kali ini begitu keras kepala?

"Kau sudah tidur di ranjang semalam, biarkan aku yang tidur nyaman malam ini" Punggungnya masih terasa sakit karena tidur di sofa semalaman.

"Tidak mau!"

"Malam ini saja, oke?"

"Tidak!"

"Kalau begitu aku memaksa"

Mereka masih saling tarik-menarik selimut, sampai terakhir Zayyad mengerahkan seluruh tenaganya dan menarik dengan keras. Alina yang tidak siap, kehilangan keseimbangan tubuhnya.

Alina pun terjatuh ke depan menimpa—

Bruk!

Zayyad yang tidak siap menerima beban berat yang tiba-tiba menghantam tubuhnya, tergeletak jatuh ke lantai.

"Argh!" Zayyad mengerang sakit, ketika punggung dan kepalanya kebentur lantai.

Alina yang mendarat di atas tubuh Zayyad, sama sekali tidak merasa sakit apapun di tubuhnya. Alina hanya merasa agak pusing.

"K-kau!" Mata coklat Zayyad membulat lebar. Melihat Alina yang sudah berada tepat di atasnya. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Detak jantungnya berdegup kencang dan dunianya seakan berhenti berputar.

"Jangan muntah!" Alina membekap mulut Zayyad.

Deg! Ketika telapak tangan kecil Alina menekan bibirnya, Zayyad merasa seperti kesetrum listrik ribuan volt. Alisnya terjalin erat, perutnya mulai terasa sakit. Ingin sekali Zayyad mendorong Alina pergi dari atasnya, tapi seluruh tubuhnya seakan mati rasa, sulit digerakkan.

"A-lina, ming-gir!" Bibir Zayyad bergetar lemah.

Alina dapat melihat wajah Zayyad yang sudah memucat. Mendengar deru nafasnya yang sudah tak beraturan. Tapi Alina yang enggan bangun, memilih untuk bersenang-senang lebih lama, "Ah, kepala ku masih terasa agak pusing" Alina menyentuh kepalanya yang sebenarnya tidak pusing lagi. "Biarkan aku di posisi ini sebentar... Sampai pusing ku hilang dan aku cukup kuat untuk bangun"

"A-lina ku mohon..Aku tidak sedang bercanda.."

'Kenapa aku begitu cepat ketahuan?'

Alina mengutuk aktingnya yang buruk.

"Ah, lihat dada bidang mu ini!" Alina meraba permukaan dada Zayyad yang terbentuk lapisan otot sempurna, "Sepertinya kau rajin nge-gym ya!" Alina mencapai kancing atas kemeja Zayyad, "Izinkan aku melihat...aku penasaran seberapa keren itu!" Jari-jemarinya pun turun ke bawah, perlahan membuka kancing kemeja itu satu persatu.

Zayyad menegang. Merasakan sentuhan itu, perasaannya semakin gelisah. Tangannya yang tergeletak di lantai, berusaha keras untuk di gerakkan. Zayyad ingin sekali menyingkirkan Alina dari tubuhnya. Tapi hasilnya nihil! Zayyad seakan kehilangan tenaganya.

Menjepit sepasang alisnya, Zayyad menekan nyeri di perutnya, "Alina ku mohon..."

"Wah! Sangat bagus!" Alina mulai meraba-raba permukaan dada Zayyad yang berotot seperti roti sobek.

Sedangkan Zayyad yang menerima tiap sentuhan itu, rasanya seperti terbakar. Detik itu hal terkelam dalam hidupnya tiba-tiba saja muncul, melintasi ingatannya.

"Bibi..ku mohon jangan lakukan ini lagi!" Wanita itu mengikat kedua tangan Zayyad kasar, dengan tali yang di kaitkan ke kepala kasur.

"Shyuhh..patuh!" Jari-jemari wanita itu yang lentik,mengusap pipi Zayyad lembut, "Kalau tidak patuh—" Kuku-kuku panjang yang bercat merah mengilap itu menekan kedua rahang Zayyad, "Bibi akan menghukum mu..." Pelan, kuku-kuku panjang itu menggali jauh ke dalam daging, membuat Zayyad merintih kesakitan.

"Bibi...sakit, arghh..!"

"Yang mana yang sakit, sini bibi obati!"

Mendengar hal itu, Zayyad mulai panik. Perasaannya buruk. Perlahan bibir merah tebal wanita itu, mendarat di atas rahang Zayyad yang sudah ada bekas kuku dan memar merah. Wanita itu pun menanamkan ciuman panas yang penuh hasrat di sana. Hingga tubuh Zayyad bergetar takut, "Bibi..ku mohon hentikan!"

Tapi wanita itu sama sekali tidak menghiraukannya. Perlahan bibirnya yang sensual turun kebawah, mencapai tulang selangka Zayyad. Di sana wanita itu bernafas kasar, mencium rakus sekitaran lehernya. Zayyad yang ketakutan, ingin menangis di buatnya, "Bibi..."Lirih Zayyad tak berdaya.

Sampai pada akhirnya...

Zayyad merasakan ada benda tumpul yang menyobek lehernya. Zayyad terus menjerit, "Arghhh"

Wanita itu mengigit lehernya!

"Zayyad!"

"Zayyad!"

"Zayyad!"

Alina menepuk pipi Zayyad berkali-kali, tapi tidak ada reaksi apapun.

"Dia pingsan?"

"Huft!" Alina menghela nafas. Alina pun bangun dari tubuh Zayyad, "Apa ku biarkan saja ia di situ?" Tapi mengingat Zayyad yang sudah membantunya seharian ini dan harus menderita untuk itu karena gynhophobia yang dideritanya.

Memikirkan itu, Alina pada akhirnya memutuskan untuk berlapang dada, "Baiklah! Anggap ini bentuk balas budi ku untuk bantuan mu hari ini..."

Alina mengalungkan tangan Zayyad ke lehernya. Mengerahkan seluruh tenaganya, Alina berusaha keras untuk memapah Zayyad, "Kenapa kau berat sekali?" Keluh Alina yang merasa kewalahan menahan beban Zayyad yang sepenuhnya bertumpu pada tubuhnya.

Alina perlahan menyeret-nyeret langkahnya mencapai kasur. Setelah bermenit-menit lamanya, Alina berhasil mencapai tempat itu dan membaringkan Zayyad perlahan di sana, "Kau ini adalah seorang pria, punya penyakit aneh seperti ini. Sungguh sangat di sayangkan" Alina meluruskan kaki Zayyad. Lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Alina pun pergi naik ke atas kasur. Tak lupa Alina mematikan lampu. Ruang kecil itu seketika gelap dan entah bagaimana, mendadak Alina teringat dengan lemari kecil yang gelap tempat ia pernah terkurung dulu, "Hah..hah.." Alina terduduk, menepuk-nepuk dadanya pelan, "Tenanglah Alina...Kau harus tenang..." Alina menarik nafas dan menghelanya pelan.

Tiba-tiba Alina merasa seperti, bilik kecil yang gelap ini mulai mengecil dan perlahan menghimpitnya...

Puk!Seketika Alina menjatuhkan dirinya di samping Zayyad.

"Hah..hah" Alina memeluk tubuh Zayyad erat. Hingga samar-samar aroma lavender yang kuat, merasuki penciumannya, menenangkan pikirannya yang kacau. Deru nafas Zayyad yang halus, menenangkan seluruh sel saraf dalam tubuhnya. Membuatnya perlahan memejamkan mata dan tak berapa lama setelahnya.

Alina jatuh tertidur.

Itu adalah kali pertama Alina dapat tidur cepat, tanpa harus bergantung pada obat tidur.

___