webnovel

I am Not Hero

Aku bukanlah seorang kesatria, penyihir, apalagi seorang pahlawan. Aku hanyalah pemuda desa biasa yang berpetualang demi melupakan seseorang yang kucintai. Sebuah kisah dimana seorang pemuda desa yang akan mengalami sebuah petualangan untuk melupakan sang pujaan hati dan hidup damai di dunia. Apakah ia dapat melupakan dan move on dari orang yang ia cinta? apakah takdir akan mempertemukan ia dengan seseorang yang lebih baik?

Abib_Setiawan · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
8 Chs

Chapter 3

__________________________________________

Chapter sebelumnya:

Remi memasuki black market dan ia di rayu oleh seorang pelacur. Setelah mengisi perbekalan, Remi dan ayahnya melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan bangsawan yang di serang oleh sekelompok bandit. Remi dan ayahnya pun menolong bangasawan tersebut.

____________________________________________

Gawat!, apa yang harus aku lakukan. Dia menjadi lebih kuat dan cepat. Aku juga membuat ayah khawatir dan terluka.

Tiba-tiba aku mengingat perkataan ayah dulu.

"Remi, ingat ini. Jika kau mengadapi orang yang lebih kuat darimu. Kau jangan hanya mengandalkan kekuatanmu saja. Gunakan juga otakmu, berpikirlah cara untuk memenangkan pertarungan tersebut. Kau harus memanfaatkan semua yang ada di sekitarmu. Ketika kau berhasil membuat sebuah celah pada musuhmu, jangan ragu untuk menyerang."

Aku sedikit tersenyum karena mengingat itu. Kemudian aku berdiri dan mengubah kuda-kuda ku. Aku memasang kuda-kuda seperti memegang sebuah rapier. Dengan belati di tangan kananku menghadap ke bandit tersebut, dan tangan kiri di belakang.

"Bocah, apa kau meledekku. Apa kau ingin mati, hah!."

Bandit itu terlihat kesal saat melihatku.

Aku menatap ke arah bandit yang memegang pedang sihir yang berada di belakang bandit yang sedang ku hadapi. Ayah sepertinya menyadari tatapanku.

Aku berlari ke arah arah bandit di depanku. Aku berlari secepat yang ku bisa. Ayah langsung memasang kuda-kuda.

"Sepertinya kau memang ingin mati ya, bocah sialan!"

Bandit itu langsung mengangkat pedangnya dan sebelum ia sempat menyerangku. Aku melempar pasir yang berada di tangan kiriku langsung ke matanya. Ia kaget dan secara refleks memalingkan wajahnya, tapi ia sepertinya terlambat. Setelah pengelihatannya kabur, aku merosot diantara kedua kakinya. Dan langsung berlari menuju bandit yang menggunakan pedang sihir.

Ia sepertinya menyadariku dan langsung sepenuhnya teralihkan kepadaku. Melihat hal tersebut ayah langsung menerjang ke bandit dengan pedang sihir dan langsung menebasnya di punggungnya dan aku menusuk ke arah jantungnya.

Dengan begitu hanya tersisa 1 bandit lagi. Ayah langsung menyerang bandit yang tersisa. Pandangan bandit itu tampaknya masih sedikit kabur. Ia mengayunkan pedangnya dengan asal, tapi ayah menghindarinya dan langsung menusuk lehernya.

Setelah semua itu berakhir aku langsung duduk dan menarik napas dengan dalam. Sedangkan ayah pergi membebaskan gadis yang terikat tersebut.

"Huh... Sepertinya sudah berakhir."

Aku duduk sambil menatap langit.

"Kerja bagus Remi."

Ayah memuji atas usahaku dalam mengalahkan bandit tersebut. Ayah berjalan ke arahku dengan seorang gadis yang di tawan tadi dan ia mengenakan jaket kulit milikku. Ayahpun duduk di sampingku, sedangkan gadis itu masih berdiri.

"Terima kasih telah menyelamatkanku, petualang. Namaku adalah Zelda Wiseman. Aku seorang bangsawan dari kota Springfield."

Gadis itu mengucapkan terimakasih dan memperkenalkan dirinya dengan sangat anggun.

"O-oh.... Namaku adalah Remi, Remi Vanders."

Aku secara refleks memperkenalkan diriku.

"Dan namaku adalah Colt Vanders, aku adalah ayahnya Remi."

Ayah juga memperkenalkan diri setelahku.

Gadis itu tersenyum setelah kami memperkenalkan diri.

"Jadi, apa yang terjadi? Kenapa para bandit itu mau menculikmu Zelda-sama."

Ayah langsung menanyakan pertanyaan ke Zelda.

"Mereka mungkin berasal dari organisasi Black Jack."

"Organisasi Black Jack?"

Aku tidak pernah mendengar tentang organisasi itu sebelumnya.

"Itu adalah organisasi penjahat yang menculik bangsawan dan meminta uang untuk keselamatan nyawa bangsawan yang disandra."

Zelda menjelaskan.

"Black Jack, itu diambil dari nama sebuah permainan dalam perjudian. Itu akan membuatmu mendapatkan uang dengan mudah jika kau menang."

Ayah menambahkan.

"Oh...eh, ayah kau tau organisasi itu?"

"Ya, aku mendengarnya saat aku pergi ke kota, untuk menjual hasil panen kita."

"Ayahmu benar. Mereka adalah orang-orang yang menginginkan uang secara instan dengan memeras bangsawan."

Zelda memasang ekspresi yang rumit.

"Jadi Zelda-sama, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Ayah bertanya.

"Aku akan pergi ke ibukota. Jadi aku punya permintaan kepada kalian."

"Permintaan?"

"Aku ingin kalian mengawalku ke ibukota. Sebenarnya kami para bangsawan di undang ke ibukota untuk merayakan keberhasilan dalam penaklukan raja iblis dan pernikahan pangeran."

Setelah mendengar itu, perasaanku menjadi gelisah.

"Oh..begitukah."

Kata ayah sambil melihat ke arah ku.

"Apakah kalian mau menerima permintaan ku?"

Zelda bertanya dengan suara lembut.

"Kami tidaklah sekuat itu Zelda-sama. Bukankah lebih baik kau kembali ke kota Springfield terlebih dahulu. Lagi pula kami tidak mempunyai kereta kuda."

Ayah menjelaskan.

"Itu tidak bisa. Perayaan akan di mulai dalam waktu 6 hari. Sedangkan waktu yang kita punya tidaklah sebanyak itu."

Ayah memikirkan perkataan Zelda dan melihat ke arahku.

"Apakah kau tidak keberatan Zelda-sama. Kami hanya menunggangi kuda tanpa kereta, itu akan sangat melelahkan dan menyakitkan dan mungkin makanan kami tidak sesuai dengan selera mu."

"Ya, aku tidak masalah."

"Ya bukankah tidak apa-apa ayah. Zelda-sama juga sepertinya tidak masalah dengan itu."

Ayah melihat ke arah Zelda dan Zelda membalas dengan senyuman.

"Ugh, b-baiklah."

Ayah menjawab dengan sedikit keraguan.

Kami pun melanjutkan perjalanan kami.

Sebelum kami berangkat kami mengambil barang dan uang milik bandit yang sudah mati. Kami mendapat uang 1 silver, 3 perunggu dan 8 tembaga. Kami juga mengambil pedang sihir milik mereka. Sepertinya pedang itu tidaklah memiliki sesuatu yang spesial selain dapat menyalurkan mana ke pedang tersebut.

Pedang yang di tempa dengan besi biasa, biasanya tidak dapat di alirkan sihir. Dan itu cukup merugikan, karena pedang yang di salurkan sihir biasanya lebih kuat, tajam dan tahan lama.

Ayah mengambil pedang sihir tersebut untuk menggantikan pedangnya yang rusak karena pertarungan sebelumnya. Kami juga mengambil pil yang di makan oleh bandit sebelumnya.

Setelah semua beres kami langsung melanjutkan perjalanan. Zelda-sama menaiki kuda bersamaku. Kami sedikit menurunkan kecepatan kuda agar tidak terlalu sakit saat sedang menungganginya.

...

Kami sudah menempuh perjalanan selama 2 hari sejak Zelda ikut bersama kami. Ibukota semakin dekat sekarang dan perasaan ku semakin cemas setiap kali aku memikirkannya. Selama perjalanan Zelda sepertinya merasakan sakit di pantat dan pinggang karena menunggangi kuda dalam waktu yang lama.

Di perjalanan, Zelda terlihat lemas. Kamipun memutuskan untuk beristirahat dan menyiapkan makan untuk mengisi energi. Kami berhenti didekat aliran sungai. Ayah pergi untuk memburu beberapa hewan.

Saat sedang beristirahat aku menanyakan bagaimana keadaannya.

"Apa kau tidak apa-apa Zelda-sama?"

"I-iya, aku baik-baik saja."

Zelda menjawab dengan ekspresi yang rumit.

Selama 2 hari ini, Zelda mungkin mengalami pengalaman yang sangat buruk. Ia harus tidur di tanah, memakan makanan yang tidak enak, dan harus menunggangi kuda seharian. Aku menjadi kasihan dengannya.

"Hufh, aku tidak menyangka akan seberat ini perjalanannya."

Zelda menghela nafas.

"Ya, aku juga baru pertama kali pergi sejauh ini."

"Eh, bukankah kau petualang Remi? Bukankah seharusnya kau sudah sering melakukan perjalanan jauh."

"Tidak, tidak, aku bukanlah petualang. Aku cuma warga desa biasa."

Zelda terlihat kaget mendengar ucapanku.

"Kau bukan seorang petualang?! Padahal kau sekuat itu."

"Hahaha, apa maksudmu sekuat itu. Aku tidaklah kuat."

"Tidak, kau sungguh kuat kau tau. Bandit-bandit itu mengalahkan para kesatria yang mengawalku dan kalian berhasil mengalahkannya hanya dengan berdua."

"Itu tidaklah benar Zelda-sama. Ayahkulah yang mengalahkan para bandit. Aku hanya mengambil kesempatan saat musuh sedang lengah saja."

"Bukankah itu sama saja."

Zelda sedikit memiringkan kepalanya.

"Itu tidak sama Zelda-sama. Jika tidak ada ayah, aku mungkin sudah mati sekarang."

"Oh ya Remi, kenapa kau pergi ke ibukota?"

"Eh.."

Aku terkejut dengan pertanyaan Zelda yang mendadak dan terdiam sebentar.

"Remi?"

"O-oh iya. Aku ingin mengunjungi temanku."

"Oh, seperti itukah."

Setelah itu ayah kembali dengan hasil buruannya. Ayah menangkap beberapa kelinci dan kamipun memasaknya. Setelah perut kami terisi kami memutuskan untuk beristirahat hari ini. Hari juga sudah sore sekarang. Ayah mencari kayu bakar di sekitar. Sedangkan Zelda dan aku membasuh muka di pinggiran sungai.

Air sungai ini cukup bersih. Di temani dengan suasana sore yang menenangkan Zelda bermain di sungai itu. Ia terlihat sangat senang.

"Remi-remi lihat ini, aku menangkap udang."

Zelda tersenyum sambil menunjukan udang yang di tangkapnya.

"Hoo, kau sepertinya bersenang-senang ya, Zelda-sama."

Mendengar perkataanku Zelda tersipu malu.

"Ya, ini pertama kalinya aku bermain di sungai seperti ini. Ibuku selalu melarang ku untuk melakukan hal ini. Ia selalu bilang bahwa itu tidaklah pantas di lakukan oleh seorang bangsawan."

Ia berbicara dengan ekspresi yang sedih. Melihat ekspresi Zelda yang murung. Aku ikut bermain bersamanya. Kami pun bermain air bersama. Ayah hanya melihat kami dari pinggiran sungai.

Setelah cukup lama bermain. Hari sudah gelap dan kami berhenti bermain. Pakaian kami basah dari atas sampai bawah. Sayangnya kami hanya mempunyai 1 pakaian ganti yang tersisa, aku memberikannya kepada Zelda.

"Zelda ini pakailah, pakaian ganti."

"Eh...apa kau tidak apa-apa Remi. Bukankah itu pakaian satu-satunya."

Aku menyodorkan pakaian ganti ke Zelda.

"Ya, aku tidak apa-apa. Lagi pula aku adalah laki-laki. Aku tidak boleh sampai membuat seorang perempuan sakit."

Aku berkata sambil tersenyum kepada Zelda.

"K-kalau begitu baiklah, terima kasih."

Zelda menjawab dengan sedikit keraguan dan mengambil pakaian di tanganku.

Aku sekarang tidak mengenakan baju dan hanya berdiam di dekat api unggun. Pakaian kami sedang di jemur di sebelahku sekarang. Berharap itu akan kering nanti pagi. Aku terpaksa melewati malam yang dingin dengan telanjang dada.

.....

Akhirnya pagi pun datang. Aku tidak bisa tertidur dengan nyenyak semalam karena banyak sekali nyamuk disini. aku segera mengambil baju yang dijemur semalam dan segera memakainya. Tampaknya itu sudah kering.

Ayah sepertinya juga sudah bangun. Hanya Zelda yang masih tertidur sekarang. Aku melihat wajah nya yang tertidur. Ia terlihat sangat imut. Dengan rambut kuning panjang dan mengenakan sebuah bando. Ia mengingatkanku dengan Lisa. Tanpa sadar aku terus melihat ke arahnya.

"Hey Remi, apa yang sedang kau lihat."

Ayah memegang pundakku dari belakang dengan memasang wajah yang rumit.

"Wah! Tidak, bukan apa-apa."

Aku langsung mengalihkan pandangan ku.

"Tak pernah ku sangka, anakku ternyata adalah seorang Lolicon."

Ayah memegang jidatnya dan menggelengkan kepala.

"Bukan!, Ini bukan seperti itu, Ayah."

Ayah tertawa.

Zelda sepertinya terbangun akibat suara kami.

"Hoaaam, sudah pagi ternyata. Selamat pagi Remi, Tuan Colt."

Zelda menguap dan mengucek matanya.

"Maaf, kami terlalu berisik hingga membangunkan mu Zelda-sama."

Aku segera meminta maaf.

"Tidak, itu tidak apa-apa. Aku yang seharusnya meminta maaf karena tidak terbiasa bangun sepagi ini."

Matahari mulai menunjukkan sinarnya.

"Udara disini sangat sejuk. Airnya juga dingin sekali."

Zelda membasuh muka di sungai.

"Ya kau benar Zelda-sama. Airnya juga sangat jernih."

Aku ikut membasuh muka di samping Zelda.

"Baiklah, mari kita makan sebelum melanjutkan perjalanan."

Ayah mempersiapkan makanan yang didapat saat kami di kota. Kami pun menyantap hidangan tersebut.

...

Kami akhirnya melanjutkan perjalanan. Tinggal tersisa 3 hari perjalanan agar sampai di ibukota. Sedangkan pesta yang di adakan sekitar 7 hari lagi.

Kami tidak menemukan masalah dalam perjalanan ini. Kami hanya menemui sekelompok goblin di perjalanan. Tapi kami berhasil mengalahkan mereka dengan cepat. Sepertinya kami cukup beruntung.

Waktu pun berlalu, kami sudah sangat dekat dengan ibukota. Tinggal 1 hari lagi sampai kami bisa sampai ke ibukota. Kami bahkan sudah bisa melihat tembok yang di bangun di sekitarnya. Kami langsung bergegas ke sana.

-Gerbang Ibukota-

"Oh....banyak sekali orang disini."

Aku melihat kesekitar banyak orang sedang berbaris di pintu gerbang ibukota. Mereka sepertinya harus melewati pengecekan agar bisa memasuki ibukota.

"Ya, mungkin banyak orang ingin melihat party pahlawan yang berhasil menaklukan raja iblis."

Zelda menjelaskan.

"Sepertinya begitu."

Zelda menyuruh kami untuk langsung pergi ke gerbang. Kami tidak berbaris mengikuti orang-orang disana. Orang-orang melihat ke arah kami.

Di depan gerbang kami di hentikan oleh penjaga.

"Oy kalian! Berhenti di sana."

Terdengar teriaka suara penjaga dan penjaga itu menghampiri kami.

"Kalian disana, kalian harus mengikuti barisan untuk masuk ke ibukota."

"Eh...t-tapi—"

Zelda turun dari kuda dan menunjukan sebuah surat dan kalung yang ia kenakan ke penjaga. Sepertinya itu surat undangan.

"I-i-inikan. Mohon maafkan hamba."

Penjaga tersebut kaget dan melihat ke arah Zelda. Dan langsung meminta maaf

"Aku adalah Zelda Wiseman. Bangsawan dari kota Springfield."

"Tapi kenapa anda mengenakan pakaian itu, dan dimana kereta kuda anda."

"Aku di serang oleh bandit dan mereka menyelamatkanku."

Zelda melihat ke arah kami.

"B-baiklah kalau begitu."

Penjaga itu mengantar kami masuk ke ibukota.

Chapter 03 End.