webnovel

I am Not Hero

Aku bukanlah seorang kesatria, penyihir, apalagi seorang pahlawan. Aku hanyalah pemuda desa biasa yang berpetualang demi melupakan seseorang yang kucintai. Sebuah kisah dimana seorang pemuda desa yang akan mengalami sebuah petualangan untuk melupakan sang pujaan hati dan hidup damai di dunia. Apakah ia dapat melupakan dan move on dari orang yang ia cinta? apakah takdir akan mempertemukan ia dengan seseorang yang lebih baik?

Abib_Setiawan · Fantasy
Not enough ratings
8 Chs

Chapter 2

____________________________________________

Cerita sebelumnya:

Lisa berhasil mengalahkan Raja iblis dan dia akan menikah dengan pengeran Sid. Aku yang mendengar kabar tersebut pergi menuju ibukota untuk menanyakan langsung kepada Lisa. Aku dan ayahku pergi menuju ibukota. Tetapi karena kami hampir kehabisan bekal, kami memutuskan berhenti di kota Springfield. Secara kebetulan aku menemukan sebuah pasar yang terletak di bawah tanah.

____________________________________________

"Wow, tak kusangka ada tempat seperti ini. Apakah ini yang dinamakan Black market."

Aku berjalan kedepan dan melihat ke sekitar. Disini terdapat bermacam-macam barang yang di jual. Mulai dari senjata, armor, bahkan alat sihir. Aku kagum melihat tempat ini.

"Oh.....mereka berdua yang tadi di atas."

Aku melihat kedua orang yang tadi di permukaan. Dilihat dari penampilan mereka. Sepertinya kedua orang itu adalah petualang. Mereka mengenakan jubah hitam yang menutupi seluruh badan mereka dan mereka berdua botak. Sepertinya tidak hanya petualang yang berada disini. Ada penduduk biasa juga datang ketempat ini.

Aku berkeliling di tempat ini. Ketika aku sedang melihat-lihat aku dipanggil oleh seseorang.

"Hey, kakak yang disana."

Aku menengok ke arah suara tersebut, dan melihat wanita itu menatap ke arah ku.

"Aku?"

Kataku sambil menunjuk diriku sendiri. Yang memanggilku adalah seorang wanita dengan tubuh yang sangat menggoda. Mungkin ia adalah seorang pelacur.

"Hemhem, memangnya siapa lagi jika bukan kakak yang tampan ini."

Dipanggil tampan oleh seorang wanita membuatku malu. Perempuan itu mendekatiku dan tiba-tiba ia memelukku. Payudaranya menyentuh dadaku.

"A-a-apa yang kau lakukan!"

Karena kaget, Aku mencoba melepaskan pelukan wanita tersebut.

"Huhuhu, Lucunya. Ne, kak mau nyoba yang enak-enak."

Wanita itu membisikkan ke ketelingaku.

"Apa maksudmu?"

Aku menjawab dengan panik.

"Maksudku seperti ini."

Ia memegang tanganku dan mengarahkannya ke payudaranya.

"Hihh.."

"Kau boleh mencoba meremasnya, jika kau mau."

Wanita itu menggodaku.

Setelah menendengar ucapan wanita itu. Sebagai cowok aku merasa tertantang. Aku menelan ludah dan aku sedikit meremasnya. Aku tidak sadar tapi tanganku terus bergerak dengan sendirinya.

"Ahhh....."

Wanita itu mendesah.

"Bisakah kau melakukannya dengan lembut."

Karena suara wanita itu, aku kembali tersadar. Wajahku langsung memerah setelah sadar.

"A-a-a aku minta maaf."

Aku langsung menarik tanganku dan meminta maaf padanya.

"Neee Ni-san, mau melakukan hal yang lebih berani."

Wanita itu terus-terusan menggodaku.

"Ti-tidak, terima kasih!"

Aku berteriak dan langsung berlari pergi meninggalkan wanita itu.

Sudah cukup lama aku berada di black market. Mungkin ayahku sudah kembali sekarang. Aku harus segera pulang. Aku segera mencari jalan keluar dari sini. Setelah mencari cukup lama, aku akhirnya menemukannya. Walaupun sepertinya ini bukanlah pintu masuk yang sama pada saat aku masuk kemari. Akupun segara meninggalkan black market.

Saat aku keluar, aku berada di gang berbeda dengan waktu aku masuk. Tapi pintu masuknya tetaplah terlihat seperti tembok biasa. Aku segera menuju ke jalanan.

Saat aku sudah di jalanan. Aku menyadari bahwa tempat ini dekat dengan penginapan yang aku tempati. Aku langsung berjalan kembali ke penginapan.

"Tapi itu benar-benar tempat yang hebat. Banyak sekali barang yang dijual disana. Bahkan mereka menjual sebuah telur monster."

Aku menghela nafas.

"Dunia ini memang luas."

Aku sampai di penginapan saat sore hari. Ayah tampaknya sudah sampai terlebih dahulu. Ia menungguku di dalam kamar.

"Bagaimana Remi. Apa kau bersenang-senang?"

"Yah, begitulah. Ada banyak hal menarik di sini."

"Hahaha, kau benar. Baiklah, mungkin ini sudah saatnya kita makan."

"Mungkin kau benar, aku hanya memakan roti sejak pagi."

Aku mencoba mengambil kantung uangku. Tetapi sepertinya itu menghilang.

"Walah, tidak ada!"

"Huh, ada apa Remi."

"Kantung uangku, kantung uangku menghilang."

Aku meraba sekujur tubuhku.

"Mungkin kau menjatuhkannya saat berjalan atau mungkin itu dicuri oleh seseorang."

"Huh, dicuri?"

"Ya, kota ini lumayan besar, tak heran jika ada pencuri disini. Apa kau bertemu seseorang yang mencurigakan?"

"Mencurigakan?, Hah! Mungkinkah wanita itu yang mencurinya."

Ayah sedikit terkejut karena aku tiba-tiba berteriak.

"Wanita?"

"Ah bukan apa-apa."

Entah mengapa aku tidak ingin menceritakan kejadian dengan wanita itu ke ayah.

"Pelacur sialan!" Ucapku dalam hati.

Setelah itu kami langsung pergi untuk mencari makan malam. Demi menghemat biaya perjalanan. Kami makan di sebuah tempat makan yang terlihat murah.

Harga makanan disini cukup murah. Aku memesan sebuah sate bebek bakar, soup kaki katak dan 2 buah Roti. Sedangkan ayah hanya memesan ayam bakar dan pie. Semua makanan itu seharga 1 perunggu. Setelah selesai makan kami langsung pulang ke penginapan dan langsung tertidur, karna kami akan melanjutkan perjalanan besok.

Pada akhirnya aku tidak menemukan guild petualang.

...

Kami pergi meninggalkan kota Springfield di pagi hari setelah sarapan. Saat keluar kota kau tidak perlu melakukan pengecekan. Pengecekan hanya di lakukan saat kau masuk ke kota saja. Itu adalah cara untuk melihat apakah kau memiliki catatan kejahatan atau tidak. Mereka menggunakan alat sihir untuk mengecek semua orang yang ingin masuk ke kota. Tetapi tidak semua kota melakukan pengecekan ini.

Kami masih memiliki waktu 10 hari sebelum pernikahan Lisa di adakan dan perkiraan waktu kita sampai ke ibukota sekitar 6 hari.

Ini perjalan hari ke 5 kami. Memang tidak ada hambatan saat kami pergi meninggalkan kota. Tetapi di tengah perjalanan kami menemukan sekumpulan mayat tergeletak di jalan. Ayahku turun dari kuda dan memeriksa mayat tersebut. Sepertinya mayat ini belum lama tergeletak disini.

"I-ini adalah—"

"Bandit."

Ayah memotong kalimat ku.

"Dilihat dari penampilan mayat ini, sepertinya para bandit ini cukup kuat."

Mayat yang tergeletak disini sepertinya adalah mayat seorang ksatria yang ditugaskan untuk mengawal seorang bangsawan. Juga kereta kuda itu adalah kereta kuda yang dipakai oleh para bangsawan.

"Bisa mengalahkan 4 orang kesatria. Sepertinya ini akan merepotkan."

"Apa yang akan kita lakukan ay—"

"TIDAK!"

Tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang wanita tidak jauh dari sini.

"Keisini Remi."

Ayah langsung menuju ke asal suara tersebut. Ayah bergerak dengan sangat cepat. Aku mengikuti ayah di belakang. Walaupun aku tidak sekuat ayah, tapi jangan remehkan tenaga orang desa.

Kami sampai di tempat suara tersebut berada. Disana kami melihat ada sekelompok bandit. Mereka berjumlah 4 orang. Di sana juga ada seorang gadis, umurnya sekitar 13 tahun. Ia sepertinya ingin dilecehkan. Bajunya robek, mungkin para penjahat ini yang merusaknya.

"Bangsat! Apa yang kalian lakukan!"

Ayah berteriak ke arah para bandit, ia sepertinya sangat marah. Ayahpun mengeluarkan pedangnya.

Aku melihat ke arah para bandit dan sepertinya aku tidak asing dengan wajah 2 orang tersebut. Mereka adalah kedua orang botak yang berada di Balck market.

"Huh, tunggu sebentar. Mereka semua botak."

Melihat sekumpulan bandit berkepala botak membuatku ingin tertawa.

"Sial, apa itu? Itu benar-benar lucu. Gawat, aku harus menahannya." Aku berbicara di dalam hati sambil menahan tawa.

"Woy bocah, apa ada yang lucu, Hah!"

Sepertinya para bandit mengetahui ekspresiku yang menahan tawa.

"Remi ini bukanlah waktunya untuk hal seperti itu. Cepat keluarkan senjatamu."

Ayah memarahiku.

Aku segara mengeluarkan belati di pinggangku.

Para bandit juga mengeluarkan senjata mereka. 3 orang dari mereka mengeluarkan sebuah pedang biasa, sedangkan 1 orang mengeluarkan pedang yang terlihat berbeda. Pedang itu sedikit bercahaya. Itu mungkin pedang sihir.

Pedang sihir adalah sebuah pedang yang di tempa dengan material langka yang mengandung sihir. Beberapa pedang sihir juga memiliki sebuah keunikannya sendiri. Seperti pedang yang dapat mengeluarkan api. Bahkan sampai pedang yang dapat membelah sihir.

Setelah melihat pedang itu ayah menjadi waspada kepada orang tersebut.

Wajah ayah terlihat serius.

"Remi apakah kau bisa membantuku?"

"Tentu saja ayah."

"Kalau begitu aku akan menghadapi orang yang menggunakan pedang sihir tersebut. Kau hadapi dua orang di sana."

Walaupun aku tidak sekuat ayah, tapi aku pernah di ajarkan cara bertarung sebelumnya. Walaupun beresiko ayah menyerahkan kedua orang tersebut kepadaku.

Hanya tiga dari bandit itu, sepertinya yang akan bertarung. Sedangkan 1 orang menjaga perempuan yang di ikat agar tidak kabur. Mereka membentuk formasi 2-1-1. 2 orang berada didepan sedangkan 1 orang yang menggunakan pedang sihir berada di tengah. Satunya lagi berada di paling belakang menjaga perempuan yang diikat.

Ayahku memasang kuda-kuda bertarung dan tiba-tiba ayahku langsung menerjang ke salah satu bandit yang menggunakan pedang biasa. Sepertinya ia tidak siap menerima serangan dari ayahku. Mungkin karena ayah juga menerjang dengan cepat bandit itu tidak bereaksi sama sekali. Ayah pun menebas bandit itu.

Bandit yang memegang pedang sihir langsung memasang kuda-kuda. Sedangkan bandit satunya hanya melihat ke ayahku. Perhatian mereka tertuju ke ayahku. Aku pun mengambil kesempatan ini untuk menerjang ke arah bandit yang hanya terdiam melihat ke arah ayah. Aku langsung menusuk ke arah jantung bandit tersebut.

Dengan begini tinggal tersisa 2 orang lagi.

"Sialan!"

Bandit itu menyerang ayah. Ia mengayunkan pedangnya. Ayah menghindarinya ke samping dan membalas serangannya. Serangan ayah di tahan oleh bandit tersebut. Mereka berdua saling beradu pedang. Sedangkan aku menuju tempat bandit satunya lagi.

Aku berhadapan 1 vs 1 sekarang. Bandit itu memasang kuda-kuda bertarung. Aku menatapnya dengan belati di tanganku selagi mencari celah. Bandit itu menyerang pertama. Ia langsung menerkam ku tanpa ragu. Ia mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, tapi aku menghindarinya. Gerakannya tidak secepat ayah. Tapi dia terus menyerang membabi buta. Aku pun terus menghindari serangannya dan sesekali menyerang balik. Dia sepertinya cukup hebat. Tapi aku penasaran, karena dia adalah orang yang pergi ke black market sebelumnya bersama dengan pria yang memakai pedang sihir itu. Mungkin ia menyimpan senjata rahasia.

Ia melayangkan tebasan secara vertikal dan aku mengambil kesempatan untuk menyerangnya. Aku menghindar dengan menunduk dan langsung mengincar perutnya tapi ia melangkah mundur dan hanya mengenai pahanya. Bandit itu segera melangkah mundur. Bandit itu menggeram kesakitan.

"Bagus. Jika seperti ini aku bisa mengalahkan dia."

"Dasar bocah sialan!"

Bandit itu sepertinya marah. Ia mengambil sebuah pil dari sakunya dan memakannya. Pil itu terlihat seperti sebuah permen. Tiba-tiba luka di kakinya sembuh. Bukan hanya itu ia sepertinya juga bertambah kuat.

"Sepertinya ini gawat."

Tubuh bandit itu sedikit membesar. Ia langsung menyerangku. Dia lebih cepat dari sebelumnya. Aku menangkis serangannya, tapi tubuhku terpental kebelakang.

"K-kuat sekali."

"Remi! Apa kau baik-baik saja?"

Ayah khawatir kepadaku dan melihat ke arahku.

"Lihat kemana kau sialan!"

Setelah bandit itu melihat celah ayah. Ia langsung menyerangnya, untungnya ayah berhasil menghindari luka fatal. Karena aku, ayah sedikit lengah. Pedang bandit itu melukai wajah ayah.

Chapter 02 End.