Hayati begitu lelap dalam tidurnya, seluruh badannya juga semakin hangat. Sofia yang berada di sampingnya hanya bisa menatapnya. Beberapa menit kemudian, merekapun sampai di depan rumah Hayati.
"Hayati, kita sudah sampai," kata Sofia membangunkan Hayati dengan pelan.
"Sudah sampai, ya." Hayati mengucek kedua matanya.
"Iya, kita sudah sampai." Sofia membukakan pintu untuk Hayati, sembari merangkulnya dan membantunya berjalan.
"Pak, tunggu disini dulu ya," ucap Sofia kepada supir Taksi.
"Baik,"
Sofia dan Hayati bergegas pergi ke rumah Hayati, sedangkan sopir taksi sedang menunggu dipinggir jalan.
"Tok...Tok ....Tok ...Assalamu'alaikum..." ucap Sofia sembari mengetok pintu rumah Hayati.
Setelah beberapa menit terdengar suara Hana, mama Hayati.
"Waalaikumussalam... Masuk.." Hana membuka pintu.
"Hayati kenapa?" tanya Hana sembari merangkul Hayati.
"Hayati demam, tante," jawab Sofia.
Mereka berjalan menuju kamar Hayati, dan merebahkan tubuh Hayati ke kasur.
"Terimakasih, Sofia. Sudah mengantarkan Hayati ke rumah," ucap Hana.
"Kalau begitu, Sofia pamit dulu, tante." Sofia meraih tangan Hana dan menjabatnya.
"Iya, kamu hati-hati," ucap Hana.
"Iya, aku pamit, Hayati. Kamu istirahat ya," kata Sofia sembari membelai kepala Hayati.
Hayati hanya menganggukkan kepala.
"Sekali lagi, terimakasih." ucap Hana.
"Iya, Assalamu'alaikum," kata Sofia.
"Waalaikumsalam..." Hana mengantarkan Sofia hingga ke teras depan rumah. Sofia berlalu menuju ke arah taksi. Setelah keberadaan Sofia berlalu pergi, Hana kembali masuk dan menemui Hayati di kamarnya.
"Badan kamu panas sekali, Hayati. Kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Hana.
"Aku baik-baik saja, Ma," jawab Hayati.
"Kamu harus banyak istirahat, sebentar ya. Biarkan Mama membuatkan mu bubur dan akan ku bawakan obat pereda panas," kata Hana.
Hayati yang semakin lemas, hanya bisa berdiam saja. Dia juga tidak ingin membuat mamanya terlalu khawatir, jadi dia hanya bisa diam dan menurut saja. Meskipun, meminum obat adalah hal yang paling tidak dia sukai. Dengan cepat Hana membuatkan bubur untuk Hayati, berharap Hayati akan segera sembuh dan pulih. Hana tidak ingin kehilangan Hayati untuk yang kedua kalinya. Dulu, Hayati hampir tidak tertolong nyawanya sebab penyakit yang dideritanya. Penyakit campak sewaktu kecil, jadi wajar saja, jika Hayati begitu disayang oleh keluarganya. Hana membuatkan bubur dengan penuh rasa kasih sayang dan segera membawakan bubur untuk Hayati setelah siap dihidangkannya.
"Ayo, makan dulu, Hayati," ucap Hana.
Dengan dibantu Hana, Hayati duduk bersandar di bantal. Hana dengan hati yang tulus menyuapi Hayati, seperti mama pada umumnya. Kasih sayang dan cintanya yang tidak akan sirna sepanjang masa. Perlahan, sesuap demi sesuap bubur sudah Hayati telan, sekarang waktunya dia menelan obat. Meskipun Hayati tidak suka, namun demi mamanya agar bahagia, Hayati menelannya.
"Sekarang, kamu istirahat dulu," ucap Hana sembari mengompres dahi Hayati.
Hayati perlahan menutup matanya, meski pikirannya sedang tidak karuan. Dia mengingat kejadian disekolah, tentang Akbar juga. Sedangkan disisi lain, Akbar juga tengah memikirkan kondisi Hayati. Entah, perlahan Akbar kepikiran akan Hayati. Dia berpikir apakah mungkin semua terjadi karena dirinya.
***
Sore telah tiba, kondisi Hayati masih sedikit demam. Waktu Hayati membuka matanya, papa dan mamanya sudah berada di sampingnya.
"Jangan terlalu banyak yang dipikirkan," ucap Sandi. Meski Hayati tidak cerita, namun Sandi begitu paham akan Hayati.
"Tidak kok, Pa. Hayati hanya kecapean saja," jawab Hayati dengan suara sedikit lirih.
"Bagaimanapun, kesehatan kamu begitu berharga bagi Papa dan Mama," ucap Sandi kembali.
"Iya, Pa. Hayati akan lebih menjaga kesehatan Hayati setelah ini, Papa dan mama tidak usah khawatir,"
"Baik, Pa." Hayati tersenyum.
Sandi juga begitu menyayangi Hayati, begitu indah hidup Hayati. Hanya saja, kedua orang tuanya masih tetap saja tidak mengerti. Bahwa Hayati ingin membatalkan perjodohan dia dengan Akbar.
Ditengah obrolan mereka, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Hana segera membukakan pintu, ternyata tamu yang datang adalah Akbar dan keluarganya.
"Katanya Hayati sakit?" tanya Ara kepada Hana.
"Iya, kamu tahu dari siapa?" tanya Hana singkat.
"Akbar mengabari, katanya tadi Hayati pulang lebih awal,"
"Iya, tadi Sofia yang mengantarkan," ucap Hana.
Hana mempersilahkan Ara dan keluarganya masuk ke kamar Hayati, terlihat Akbar sedang membawa buah-buahan segar untuk Hayati. Dengan wajah bersalah, Akbar hanya bisa menundukkan kepalanya saat berhadapan dengan Hayati. Akbar berada di sebelah samping kanan Hayati, sedangkan keluarganya dan keluarga Hayati berada di samping kiri Hayati.
"Hayati, cepat sembuh ya," ucap Ara.
"Iya, tante," jawab Hayati.
"Hayati jangan terlalu banyak yang dipikirkan, hidup itu dijalani saja. Dibuat santai," kata Ara.
"Iya, tante," jawab Hayati sembari melemparkan senyuman.
"Oh iya, kalau begitu kita keluar dulu, ya. Mungkin Akbar sama Hayati mau mengobrol," kata Hana.
Ara, Hana, Sandi dan Iyan pun bergegas keluar dari kamar Hayati. Sedangkan Hayati dan Akbar masih tetap saja diam membisu, tidak ada satu katapun yang diucapkan oleh Akbar. Akbar masih ragu untuk memulai pembicaraannya. Hayati juga ikut terdiam, dia juga tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Akbar. Hayati meraih handphone nya yang sedari tadi nganggur di atas meja, diapun tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain menggeser-geser handphone. Hayati lihat begitu banyak pesan whatsapp yang diterimanya, termasuk pesan dari sahabatnya Sofia dan Marwah. Dipesan itu tertuliskan,
'Hay sahabatku... Cepat sembuh, Ya.' bye : Marwah
'Hayati, aku ingin melihat senyuman mu esok pagi, lekas sembuh.' bye : Sofia.
Hayati membaca pesan itu sembari tersenyum, dia begitu beruntung memiliki sahabat sahabat yang begitu peduli kepadanya. Setelah membalas pesan mereka satu persatu, Hayati mulai melihat-lihat status. Satu persatu status kontak di handphone nya sudah dilihatnya. Namun, Akbar masih belum juga mengajaknya berbicara.
'Entah apa yang sebenarnya yang ingin Akbar katakan kepadaku, apakah aku harus memulai percakapan terlebih dahulu?' gumam Hayati.
'Tapi kalau aku memulai pembicaraan, apa yang ingin aku katakan?' gumam kembali Hayati.
Diantara dilemanya hati Hayati, akhirnya Hayati kembali memilih diam. Melihat wajah Akbar yang masih tertunduk, Hayati mengurungkan niatnya untuk memulai obrolan. Hayati kembali membuka whatsapp nya meski tidak ada pesan masuk, terlihat kecanggungan antara keduanya. Hayati yang ingin memulai tapi bingung mau bahas apa? Akbar yang ingin menyampaikan permintaan maaf namun masih diselimuti oleh rasa gengsinya. Kini, suara semakin senyap, setelah handphone Hayati matikan. Hanya ada detak bunyi jam dinding yang menemani, semenit, dua menit hingga puluhan menit sudah mereka lewati diruang kamar Hayati. Namun, tiada juga hal yang mereka bicarakan. Setelah menit ke tiga puluh, akhirnya Akbar menghela nafas dan memberanikan dirinya memulai pembicaraan.
"Hayati, maafin aku. Atas sikapku selama ini, maafkan aku juga soal tadi pagi. Karena sikapku dan bullyan dari fansku, kamu menjadi seperti ini," ucap Akbar.
"Bukan salahmu kok, lagian aku juga bersalah karena aku juga bersikap kasar kepadamu. Aku sakit bukan karena hal itu, mungkin karena kecapean saja. Justru, aku berterimakasih kepadamu, sebab kamu telah menjengukku. Terimakasih juga untuk buah-buahan nya," kata Hayati.
"Iya, Sama-sama. Jadi kamu tidak marah sama aku?" tanya Akbar.
"Kenapa aku harus marah, ya enggak lah..." jawab Hayati.
"Kalau memang kamu sudah memaafkan ku, ayo makan buah yang aku bawa," kata Akbar.
"Boleh," kata Hayati.
Akbar pun membuka parcel buah yang dibawanya, Akbar dengan senang hati mengupas dan menyuapi Hayati dengan buah itu.