Hari pertunangan pun tiba. Semua bahagia. Terlihat semua yang hadir memasang senyum bahagia mereka. Vero belum nampak batang hidungnya padahal teman-teman yang lain sudah datang. Sedangkan di tempat yang lain, Vero sebenarnya sudah menuju ke rumah Rayn, tempat pertunangan itu diadakan. Tapi di tengah jalan dia behenti. Menetralisir keadaan hatinya agar tidak terlihat canggung di depan Sabda dan Rayna.
"Gile nih si vero! Beneran deh dia kaga datang!" Bisik Dimas pada Lucky. Lucky cuma mengangkat bahu. Biar si Dimas tau rasa jomblo sendirian. Lucky menahan tawanya karena memikirkan itu. Sebenarnya dia juga menunggu sih apakah Vero akan datang atau tidak. Dia tidak menyangka kalau Vero akan ngurusin bisnis tepat saat sahabatnya bertunangan. Lucky tau Vero dan Sabda bersahabat sejak dulu. Bahkan mereka satu kompleks perumahan. Rasanya aneh ketika sahabatnya sedang berbahagia dia malah tidak datang. Begitu pikir Lucky.
Selesai acara tukar cincin, Saatnya acara yang paling disukai. Acara ramah tamah atau makan-makan. Keluarga Rayna dan Sabda makan sambil sesekali bercengkerama. Terlihat bahagia. Rayna dan Sabda sibuk menerima ucapan selamat dari orang-orang. Dari teman - teman nya dan dari kerabat dekat mereka. Mereka memang tidak menginginkan acara yang besar. Hanya Teman dekat, Keluarga dan kerabat dekat mereka saja yang datang. Ini semua untuk menghindari media karena Papa Rayna yang seorang pebisnis, dan Papa Sabda juga apalagi Sabda juga sudah terjun dalam dunia bisnis pastilah media mengenal mereka. Ya... Walaupun tak se terkenal artis atau pejabat tapi jika ada kabar sedikit saja dari mereka pasti ada saja media yang datang. Beberapa kali nama perusahaan papa Rayna atau Sabda juga masuk laman berita online ketika sedang ada acara perusahaannya.
Sebuah mobil berhenti di depan rumah Rayna. Seorang pria memakai jas abu-abu turun dari mobil langsung masuk ke dalam rumah. Dia lalu mencari Sabda dan langsung mengucapkan selamat.
"sorry bro gue telat, barusan gue meeting sama klien. Dan seperti kata gue kemarin, setelah ini gue keluar kota. So, gue juga ngga bisa lama-lama. Semoga acaranya lancar sampai hari H kalian menikah nanti." kata Vero. Ya, dia Vero. Akhirnya dia datang juga.
"Thanks bro. Gue seneng lu udah nyempetin datang. Mau makan dulu? Ada anak - anak di dalem. Tuh Satria." Kata Sabda sambil menunjuk ke arah meja yang di tempati teman - temannya. Satria melambaikan tangan disusul Lucky dan Dimas yang menoleh ke arahnya. Vero tersenyum dan balas melambaikan tangan. Tapi dia tidak menghampiri malah langsung berpamitan dengan menangkupkan kedua telapak tangannya ke atas.
"No, gue harus ke bandara. Waktunya udah mepet. But, Sekali lagi selamat ya! Lu harus jaga calon istri lu dengan baik!" kata Vero sambil memeluk Sabda.
"Pasti!" Jawab Sabda. Beralih ke Rayna. Vero mengulurkan tangan sambil tersenyum. Senyum yang sudah lama tidak Rayna lihat secara langsung. Rayna pun membalas uluran tangan Vero dan tersenyum.
"Selamat." Kata Vero.
"Makasih." Balas Rayna. Rayna tidak tahu lagi harus berkata apa pada Vero. Memang begitulah Vero di mata Rayna. Manusia irit bicara.
"Gue cabut ya bro!" Kata Vero pada Sabda dan diangguki oleh Sabda.
"Hati-hati!" Sabda sedikit berteriak karena Vero segera keluar, terlihat buru-buru. Vero hanya membalas dengan jempolnya tanpa menoleh.
'Ver, ada banyak hal yang ingin gue ketahui tentang lu. Seperti dulu waktu kita masih kecil.' Batin Sabda yang terus memandangi Vero sampai Vero keluar rumah. Sabda merasakan ada yang janggal dengan sikap Vero.
"Sayang. Kok ngalamun. Kenapa?" tanya Rayna.
"Nggak kok." Jawab Sabda tersenyum sambil mengelus punggung tangan Rayna kemudian mengecup kening Rayna.
"Ih, kebiasaan deh! malu tau ada banyak orang!"
"Nggak papa lah kan mencium calon istri." Jawab Sabda sambil tersenyum - senyum.
Rayna dan Sabda kembali bergabung bersama saudara dan teman-temannya. Ada Anton juga, Kakak Sabda yang baru memiliki anak bayi. Sabda melupakan sejenak tentang Vero. Dia larut kembali dalam kegembiraan di hari bahagianya. Apalagi keponakan kecilnya itu juga diajak ke acara pertunangannya.
Sementara itu, di tengah jalan Vero mencengkeram kuat setir mobilnya, pandangannya tajam ke depan, menahan rasa sedihnya. Dia merasa bersalah dengan Sabda. disaat sahabatnya bahagia dia malah merasa sedih.
'Tuhan, tolong beri tau jalan nya, apa yang harus aku lakukan untuk melupakan Rayna!' batin Vero. Dia memang sengaja menyibukan diri tepat di hari pertunangan Rayna dan Sabda. Bisa saja dia meresmikan usahanya ketika acara Sabda dan Rayna selesai kan? Dia hanya perlu waktu sebelum kembali bertemu dengan Sabda dan Rayna. Semenjak ia merelakan perasaannya kepada Rayna waktu masih SMA itulah, Vero berusaha keras dengan menyibukkan diri demi melupakan perasaannya pada Rayna. Walaupun akhirnya sampai saat ini dia masih saja enggan move on dari Rayna.
"Aarrgghhh!! apa sih Ver yang lu harapin dari perasaan lu ke Rayna!!"Teriak Vero frustasi sambil memukul setir mobilnya. Jalanan sedang sepi. Pikirannya kacau. Suasana sepertinya memberi kesempatan untuknya berteriak. Senyum Rayna, Tatapan mata Rayna. Semua terlintas di benaknya.
"Sorry da, gue masih berusaha melupakan kekasih lu. kekasih yang sangat lu jaga, lu cintai." Ujar Vero lalu menghentikan laju mobilnya.
Ia berhenti di pinggir jalan sejenak untuk memejamkan mata sebentar lalu menghembuskan nafasnya pelan-pelan. Berangsur-angsur keadaan hatinya mulai membaik. Bukan. Bukan membaik, tapi kembali hampa. Rasanya hambar. Setidaknya sakit itu tidak terasa lagi sebelum dia melanjutkan perjalanan ke luar kota untuk membuka bisnis baru nya.
Ia melihat handphone nya sebelum menjalankan mobil. Beberapa chat masuk dari Dimas dan Satria yang menanyakan keberadaannya. Dia memang tidak menemui teman-temannya di acara pertunangan Sabda tadi. Dia tidak mau semakin hancur.
Handphone Sabda berdering, ada nama mama terpampang di layar.
"Iya ma." Jawab Vero datar.
"....."
"Vero tadi ke acara sabda sebentar kok, ma. Ini mau ke bandara."
"......"
"Sepertinya Vero beberapa minggu ma disana. Sekalian Vero lihat perkembangan Caffe nya gimana. Tapi lihat dulu lahma. Kalau bisa pulang cepat pasti Vero pulang cepat. Udah ya ma. Mama ngga usah kuatir, semua udah di handle sama Robby. kalau ada apa - apa nanti Robby pasti kabarin Vero kok ma. See you, ma." Jawab Vero lalu memutus panggilan telpon mama nya. Robby adalah adik Vero. Sengaja Vero melimpahkan beberapa kerjaan buat Robby karena dia mau keluar kota agak lama. Katakanlah dia pengecut karena tidak mampu menghadapi kenyataan yang ada di depannya, dia tidak akan peduli. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah dia mendapat ketenangan. Vero segera menjalankan mobilnya lagi agar segera sampai ke bandara.