webnovel

Eternal Kindness - Princess Giania And The Witch From The Past

Giania merupakan Putri Raja yang kabur dari Istana karena menginginkan kebebasan sekaligus ingin memperdalam ilmu sihirnya. Dalam pelariannya, tanpa sengaja dia bertemu dengan seorang pria misterius yang memiliki kekuatan luar biasa. Pria yang tampan, dingin, kejam, namun menyimpan berjuta misteri yang membuat Giania penasaran. Awalnya, dia meminta pria itu untuk menjadi pengawalnya selama berpetualang, namun siapa sangka perasaan cinta perlahan mulai tumbuh di hatinya pada pria asing tersebut. Lalu bagaimanakah nasib percintaan Giania sedangkan sang pujaan hati selalu bersikap dingin padanya? Berhasilkah dia meluluhkan hati pria itu serta mengungkap misteri tentangnya? Ikuti terus petualangan Giania dan si pria tampan misterius yang penuh dengan misteri, kejadian horor yang membuat mereka harus berhadapan dengan banyak penyihir ilmu hitam yang jahat.

Ellakor · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
329 Chs

PERSEMBAHAN PART 1

Sangat sunyi di ruangan ini, namun tentu saja sangat jauh berbeda dengan keadaan di luar sana. Suara orang saling bersahut-sahutan dan suara pintu yang dipukul sehingga memekakan telinga itu membuktikan cukup banyak orang yang berada di luar. Entah apa yang mereka inginkan? Namun saat ini bukan hal itu yang memenuhi pikiranku. Satu hal yang aku inginkan sekarang. Aku hanya ingin mengetahui kebenaran dari peristiwa di desa ini. Yang aku ketahui sebentar lagi kebenaran itu akan terungkap.

Lily dan Josh saling berpandangan untuk kesekian kalinya seakan-akan mereka sedang berdiskusi melalui tatapan mata. Entah ini hanya perasaanku saja ataukah suatu kenyataan, aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi begitu aku mengetahui kebenaran itu. Namun sekali lagi keingintahuan yang terlalu besar ini membuatku mengabaikan firasat buruk itu.

"Katakanlah, aku ingin segera mengetahui kebenarannya. Tolong ceritakan padaku semuanya!" pintaku, mendesak mereka agar cepat membuka mulut.

Kini Josh mengalihkan tatapan yang sejak tadi menatap wajah istrinya. Saat ini, kedua matanya tengah lurus menatapku. "Baiklah akan aku ceritakan."

Aku menelan ludah, firasat buruk itu semakin kuat aku rasakan. Untuk sesaat aku mengalihkan pandangan, aku menatap ke arah Zero yang sedang berdiri tidak jauh dari tempatku berdiri saat ini. Dari ekspresi wajahnya, dia terlihat tenang. Hal itu cukup membuatku semakin yakin, bahwa Zero memang orang yang tidak pernah memperdulikan masalah orang lain.

Aku kembali menatap tajam ke arah Josh, keraguan yang sejak tadi aku lihat di kedua matanya kini mulai menghilang. Josh membuka mulut dan suaranya yang terdengar berat itu akhirnya terdengar memecah keheningan dalam ruangan ini.

"Dahulu desa ini sangat miskin. Mungkin karena letak desa ini yang jauh dan terpencil sehingga kerajaan mengabaikan desa ini."

Dengan pelan Josh menceritakannya, namun ceritanya itu membuat hatiku sangat sakit. Josh dengan tegas menyalahkan sang raja atas keadaan desa ini. Sang Raja ... Ya, dia menyalahkan Sang Raja yang tidak lain adalah ayahku. Ayahku seorang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana, aku tidak sanggup menerima perkataan Josh yang menyalahkan ayahku. Namun untuk saat ini aku mengabaikan perkataannya, aku hanya ingin segera mendengar seluruh ceritanya.

"Teruskan ceritanya, Josh," pintaku lagi karena dia tak kunjung melanjutkan ucapannya yang masih menggantung di tenggorokan.

"Ya, desa ini sangat miskin. Meskipun demikian desa ini sangat damai dan tentram. Semua warga bekerja sama saling membantu satu sama lain. Dengan kerja keras kami, kami berhasil mempertahankan hidup. Tanah di desa ini sangat gersang sehingga kami tidak dapat menanam apa pun. Demi mendapatkan makanan, kami beramai-ramai berburu di hutan meskipun kami harus mendayung melintasi lautan yang sangat luas. Meskipun demikian, hidup kami di desa ini sangat menyenangkan, karena seluruh penduduk desa sangat dekat dan bagaikan keluarga. Kami saling tolong menolong. Tapi ... tapi ..."

Terlihat dengan jelas keraguan kembali menyerang Josh. Aku benar-benar ingin segera mengetahui semuanya sehingga aku pun terus mendesaknya agar dia melanjutkan ceritanya.

"Lanjutkan ceritanya, aku mohon."

"Ta-Tapi ... semuanya berubah setelah kedatangan orang-orang itu. Mereka datang ke desa ini dan mengubah semuanya."

Keningku mengernyit dalam, "Memangnya siapa mereka?"

"Khadgar, Mage dan Lyon. Mereka bertiga telah mengubah desa ini."

Aku mengerjapkan mata karena nama ketiga orang yang disebutkan Josh terdengar asing di telingaku. "Apa yang telah mereka lakukan di desa ini?"

"Mereka mengatakan bahwa mereka bisa mengubah nasib kami. Mereka mengaku memiliki kekuatan yang mampu mengubah keadaan desa ini."

"Mereka pasti berbohong," tukasku karena aku yakin mereka telah menipu penduduk desa.

Namun Josh menggeleng dengan tegas, menampik pemikiranku. "Tidak. Mereka tidak berbohong. Mereka benar-benar mampu mengubah desa ini. Berkat kekuatan mereka tanah di desa ini yang dulu begitu gersang, kini bisa ditumbuhi tanaman. Namun penduduk desa ini yang dulu begitu harmonis semenjak kedatangan mereka, kini berubah drastis. Mereka memperebutkan tanah untuk mereka tanami. Orang-orang yang kuat menjadi kaya raya. Sebaliknya orang yang lemah, ditindas di desa ini. Tidak ada lagi tolong menolong di antara penduduk desa. Desa ini telah dipengaruhi oleh keserakahan. Selain itu, ada hal lain yang membuat kami selalu dicekam oleh ketakutan."

"Dicekam ketakutan? Kenapa bisa seperti itu?"

"Mereka bertiga ... Khadgar, Mage dan Lyon meminta syarat kepada kami jika kami ingin tanah di desa ini tetap subur."

Aku terbelalak, sepertinya sumber permasalahannya sedikit demi sedikit mulai terungkap. "Syarat? Apa syarat yang mereka minta?"

"Setiap bulan purnama kami harus mempersembahkan seorang gadis untuk mereka."

Mataku membulat sempurna, terkejut bukan main dengan kejadian yang menimpa penduduk desa. Perlahan namun pasti aku mulai memahami kebenaran akan keanehan di desa ini.

"Lalu apa kalian menuruti keinginan mereka?"

Josh mengangguk kali ini, "Pada awalnya kami terpaksa menuruti keinginan mereka, namun lambat laun tidak ada satu pun penduduk desa yang rela menyerahkan putri kami untuk dijadikan persembahan. Kami pernah melanggar syarat itu dan tidak memberikan persembahan kepada mereka. Namun ... namun ... yang terjadi sungguh mengerikan. Mereka bertiga sangat murka, dengan kekuatan yang mereka miliki mereka menyerang penduduk desa. Tanah-tanah itu tiba-tiba bergetar dan terbelah dua. Banyak penduduk desa yang menjadi korban, karena itu kami tidak berani melawan mereka lagi. Sejak saat itu setiap bulan purnama kami selalu memberikan persembahan untuk mereka."

"Renata ... mungkinkah dia juga?"

"Benar. Besok malam bulan purnama dan sudah diputuskan oleh seluruh penduduk desa bahwa Renata akan jadi persembahan."

Kedua mata Josh terlihat berair, terlihat dengan jelas dia berusaha menahan tangis. Akan tetapi, dia tidak sanggup lagi menahan air matanya ketika Lily menghampirinya dan menangis dalam pelukannya.

Akhirnya aku mengerti semuanya, itulah alasan Renata terlihat begitu sedih sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sebuah pertanyaan terlintas di benakku dan tidak dapat aku bendung lagi sehingga tanpa ragu aku utarakan pada Josh dan Lily.

"Apa yang dilakukan ketiga pria itu pada gadis yang dipersembahkan untuk mereka?"

"Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, yang kami ketahui keesokan harinya gadis itu akan dikembalikan kepada keluarganya. Tapi ... Ta-Tapi ..."

"Tapi ... Kenapa?" tanyaku gemas karena Josh terbata-bata saat bercerita, walau aku tahu ini cukup sulit untuknya menceritakan sesuatu yang menyakitkan seperti ini.

"Tapi kondisinya sudah sangat mengenaskan. Jasad gadis-gadis itu sudah hancur, wajahnya tidak bisa dikenali lagi. Tubuh mereka kering seakan-akan mereka dikuliti. Hawa kehidupan mereka seolah-olah telah dihisap sehingga menyisakkan tulang-belulang mereka saja. Jasad gadis-gadis itu benar-benar menyeramkan."

Tidak dapat aku bayangkan keadaan dari gadis-gadis yang dijadikan persembahan itu. Mendengar cerita ini, cukup jelas bahwa ketiga orang itu merupakan penyihir yang sangat jahat.

Duk ... Duk ... Duk

Suara gedoran pada pintu semakin kencang dibanding sebelumnya, spontan kami menatap ke arah pintu yang entah sampai kapan bisa menahan orang-orang di luar yang memaksa untuk masuk ke dalam rumah.

"Buka pintunya!! Cepat buka pintunya!!"

Suara penduduk desa itu semakin keras, Josh dan Lily terlihat semakin panik dan ketakutan. Sebenarnya aku pun merasakan hal yang sama dengan mereka karena kini aku mulai memahami alasan orang-orang di luar sana begitu memaksa ingin masuk ke rumah. Tentu saja berbeda dengan Zero, dia terlihat tenang seperti biasanya.

"Giania, tolonglah kami."

Lily menyentuh tanganku dengan lembut. Wajahnya terlihat begitu sedih dan ketakutan, namun yang paling membuatku tersentuh adalah raut wajahnya yang dipenuhi oleh permohonan agar aku membantunya.

"Aku akan melakukan apa pun untuk membantu kalian. Kalian sudah sangat baik padaku dan Zero. Katakan apa yang harus aku lakukan untuk membantu kalian?"

"Hanya kau yang bisa menenangkan para penduduk desa itu. Jika tidak ... mereka akan terus memaksa masuk ke dalam rumah ini dan membawa kami. Mereka tahu sudah tidak mungkin untuk menyerahkan Renata sebagai persembahan dan tentunya mereka akan meminta pertanggungjawaban dari kami. Aku mohon bantulah kami, Giania."

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku serius, sungguh aku siap membantu mereka jika memang aku sanggup melakukannya, aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu Lily dan Josh menyelesaikan masalah mereka.

"Tolong gantikan Renata, ikutlah bersama mereka."