Ririz's Pov
Aku menatap kearah seorang pria yang dulu pernah sangat aku banggakan didalam hidup ku. Tangannya masih terangkat bersiap untuk memukul ku untuk kesekian kalinya. Dan benar saja tangan nya kembali mengarah kepadaku dan pukulan nya kembali mendarat di sekitar kepala ku. Aku meringia dalam hati saat lagi-lagi bukan belaian lembut seperti dulu yang aku rasakan tapi sebuah kekerasan. Rasanya sakit namun masih tak sesakit luka yang kini membekas dilubuk hati ku.
Papa : " Apa yang akan kamu lakukan sekarang???"
Ririz : " Tentu saja menyia-nyiakan hidup ku. Apalagi selain itu???"
Papa : " Papa sedang berusaha ramah dan ngobrol sama kamu jadi berhentilah bersikap menyebalkan seperti itu..."
Bersikap ramah dia bilang padahal sejak tadi aku pikir dia hanya menganggap ku sebagai samsak dan bukan anak nya. Ramah apanya bahkan sejak tadi tua Bangka ini tak berhenti memukul ku. Aku terlalu malas mengasihani diriku sendiri. Jadi aku kembali memasang headset dan beberapa detik berikutnya papa menariknya secara paksa dan membuat aku mau tidak mau menatap malas kearahnya.
Papa : " Jangan menatap papa seperti itu, sudah papa katakan jangan melotot seperti itu apa kamu tidak mendengarnya anak nakal hah???"
Tangan yang dulu selalu membelai rambut ku dengan lembut kini justru dia gunakan untuk memukul kepala ku. Orang yang dulu ku kira adalah pelindung ku nyatanya juga menyakiti aku. Orang yang dulu pernah dengan sangat aku banggakan pada kenyataannya hanyalah seseorang yang menganggap ku tak lebih dari sampah didalam hidupnya. Bahkan dengan begitu mudah saat para Papa melindungi anak Gadisnya, justru dia lah sumber rasa sakit terbesar untuk anak Gadisnya. Bukankah sungguh hebat tua bangka di hadapan ku ini???
Papa : " Taukah kamu jika kamu ini sudah merepotkan semua orang hah??? Benar-benar anak tidak tau diuntung bisa-bisanya kamu bersikap seperti ini..."
Ririz : " Bunuh saja aku seperti Papa membunuh Mama ku. Aku yang menjadi sumber masalah Papa kan??? Bereskan semuanya dan singkirkan semua itu..."
Papa : " Papa sudah berusaha melakukan yang Papa bisa untuk kamu..."
Ririz : " Untuk apa??? Papa datang ke sekolah dan memohon kepada guru ku??? Supaya Papa dipandang sebagai orang tua yang hebat??? Orang tua yang baik yang mempunyai anak tidak berguna seperti aku. Benar begitu bukan???"
Papa tidak menjawab sama sekali dan justru kembali melanjutkan perjalanan. Jangan tanya apa yang aku lakukan tentu saja aku kembali sibuk dengan ponsel ku, memasang headset dan kembali fokus pada lagu yang sedang ku putar hingga tanpa sadar aku telah tertidur.
Aku rasa kali ini kami melakukan perjalanan yang cukup jauh hingga pada saat aku membuka mata ku lagi langit sudah berwarna gelap. Lima menit kemudian mobil kami berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang sangat aku kenal. Ini adalah rumah Tante Sarah, beliau adik dari almarhum mama.
Yang aku tau Tante Sarah hanya tinggal sendirian dirumah ini karena suaminya memutuskan pergi bersama dengan wanita simpanannya. Aku masih terus memaksa otak ku untuk memikirkan alasan yang kuat kenapa kami ada di tempat ini tapi sayangnya tak ada satu alasan pun yang bisa aku temukan.
Ririz : " Kenapa kita kesini???"
Bukannya menjawab pertanyaan ku, papa justru keluar dari mobil dan membuka pintu bagasi. Aku ikut keluar dari mobil dan melihat papa mengeluarkan beberapa koper yang isinya aku tau tapi aku masih berusaha meyakinkan diri ku jika dugaan ku salah. Tempat ini sangat jauh dari rumah kami yang ada di kota, jadi sekarang aku sedang di buang oleh orang tua ku sendiri.
Ririz : " Kenapa kita ada di tempat ini jawab aku pa..."
Papa : " Papa muak dengan kamu, jadi mulai sekarang menjauhlah dari kami supaya kamu tidak lagi merepotkan kami semua."
Ririz : " Hubungan antara kita berdua sebagai anak dan Papa berakhir tepat disaat wanita sialan itu datang..."
Papa : " Jaga ucapan mu, dia adalah istri sekaligus mama baru mu. Bersikaplah sedikit sopan terhadap mama mu itu."
Ririz : " Jadi wanita sialan itu benar-benar berhasil membuat ku keluar dari rumah sialan itu. Wahhhh benar-benar hebat dan ahhhh dia juga berhasil membuang ku jauh dari orang yang dulu ku sebut sebagai pahlawan ku..."
Papa : " Sudah ku bilang jangan menyebut ibu tiri mu seperti itu apa kamu tidak mendengarnya anak nakal???"
Ririz : " Dia bukan ibu ku..."
Papa : " Jadi karena ini dia takut kepadamu..."
Aku tidak menjawab tapi sekuat hati aku berusaha mati-matian menahan supaya air mata ku tidak jatuh di hadapan tua bangka ini. Tak lama papa kembali masuk kedalam mobil dan melemparkan amplop berisi uang ke arah ku. Dan sekali lagi hati ku di hancurkan dengan sikap seseorang yang sangat aku hormati dulu. Wahhh lihatlah anak Gadis ini justru diremukkan oleh seseorang yang seharusnya menjadi cinta pertama dari Gadis ini.
Papa : " Jangan pernah menghubungi papa lagi..."
Dan setelahnya papa melajukan mobil dan berlalu tanpa melihat ku lagi. Sakit tapi aku tak boleh terlihat lemah dimata orang lain sama seperti yang Mama katakan, aku tak boleh di rendahkan. Pak tua itu pikir dia bisa membeli ku jangan harap aku hanya akan diam saja. Aku menundukkan kepala ku, bergumam pelan sambil mencoba menahan air mata ku yang sialnya justru jatuh begitu saja.
Ririz : " Papa lama sekali, aku selalu bertanya kapan papa akan meninggalkan aku sendirian dan ternyata hari inilah waktunya."
Aku menangis tertahan masih mencoba sekuat tenaga untuk menahan isak tangis yang justru semakin membuat dada ku terasa sakit. Papa meninggalkan aku dan lebih memilih wanita sialan itu dan aku bisa apa??? Apa sudah tidak ada sedikit saja rasa sayang untuk ku di hati Papa??? Apakah aku benar-benar tak pernah diinginkan untuk terlahir di dunia???
Aku menangis sambil memeluk lutut ku, berharap rasa sakitnya bisa memudar tapi nyatanya tetap sakit. Jadi untuk apa aku bertahan??? Keluarga ku hancur begitu saja. Apakah Tuhan sudah puas melihat ku menderita seperti ini??? Atau masih ada pembalasan dendam lain yang sedang Dia rencanakan??? Apakah ini adil??? Kenapa harus aku yang melalui proses seperti ini???
Bisakah penulis skenario kehidupan menjawab pertanyaan ku??? Tak bisakah berikan aku alur bahagia??? Kenapa selalu berakhir seperti ini??? Kenapa aku harus selalu ditinggalkan??? Tak adakah satu orang saja yang menganggap kehadiran ku itu penting??? Tolong setidaknya kasihanilah aku. Jangan terus meremukkan aku dan juga perasaan ku.
Tolong beri alur bahagia dalam cerita hidup ku ini agar kisah ini tak berakhir menyedihkan. Ku mohon jangan buat cerita hidup ku ini menjadi sesuatu yang hanya menjadi bahan tertawaan semua orang di muka bumi ini. Tapi sudahlah aku tak akan terlalu berharap pada Mu. Lagipula aku hanya akan menjalani hidup ku dengan sembarangan jadi lakukan saja apa yang Engkau mau.
Aku tak peduli dengan semua yang akan terjadi, setidaknya aku akan mati lebih cepat dari seharusnya. Aku hanya akan mati jika takdir yang membawa ku pergi. Jadi terserah saja lakukan pembalasan Mu. Dan aku akan menikmati segala bentuk penyiksaan yang sudah dituliskan untuk ku.