webnovel

Bab 2

Ririz's Pov

Sumpah demi apapun mungkin Tuhan benar-benar membenci ku, bagaimana bisa Dia seenaknya menulis cerita hidup yang gila seperti yang ku jalani saat ini. Aku kembali meringis kesakitan saat tanpa sengaja luka ku tersentuh, ahhh bodo amat lah terus sekarang aku musti kemana ya ampun bahkan aku tak memiliki tujuan.

Ikut kemana kaki melangkah aja lah daripada aku sendiri pusing cari tujuan. Aku heran sejak tadi aku melihat beberapa orang memandang ke arah ku, apa ada yang salah dari wajah ku??? Emmm lebih baik aku berhenti di taman saja dan memastikan apa yang salah dari wajah cantik ku ini hehehe.

Aku kembali berjalan setidaknya sekitar lima ratus meter jarak dari sekolah ku dengan taman kota dan aku hanya memerlukan waktu sekitar lima belas menitan untuk sampai disana. Ada sebuah bangku taman yang masih kosong jadi ku putuskan untuk berjalan ke bangku tersebut.

Setelah sampai aku langsung duduk sambil merogoh tas ku mencari benda kotak yang saat ini sangat aku butuhkan. Tangan ku bergerak dengan lancar mulai mengobrakabrik tas ku, entah aku yang lupa atau bagaimana karena seingat ku benda itu selalu ku bawa kemanapun aku pergi.

Aku mendesah kecewa karena sekarang aku baru ingat jika benda itu seminggu lalu ku keluarkan dari dalam tas dan tidak ku masukkan lagi. Bodohnya aku, bagaimana bisa barang penting ku tertinggal begitu saja di kamar. Dengan malas aku mengambil ponsel dan membuka aplikasi kamera hanya untuk melihat wajah ku sendiri.

Ririz : " Haisss pantas saja aku di perhatikan ternyata cukup banyak luka di wajah ku ini..."

Aku memejamkan mata kemudian mengatur nafas untuk sekedar menghapus sesak dalam dada ku. Hidup terlalu kejam terhadap ku bahkan disaat aku tak melakukan apapun Tuhan masih selalu berusaha menghukum ku. Itulah kenapa aku tak pernah berharap banyak untuk hidup yang aku jalani ini karena pada akhirnya segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan baik.

Aku melirik ke arah jam tangan di tangan kiri ku, waktu baru menunjukkan pukul tujuh tiga puluh. Aku berfikir sejenak hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke sekolah meski sudah terlambat tapi setidaknya para penganggu itu telah pergi. Dan tepat pukul tujuh empat lima aku menyelinap masuk dengan cara memanjat dinding pembatas samping sekolah ya seperti yang kalian tau gerbang sekolah sudah di tutup dari satu jam yang lalu.

Aku melangkah dengan santai menuju kelas ku, tapi sepertinya aku melupakan sesuatu tapi aku benar-benar tidak ingat apa yang terlupakan. Aku mengetuk pintu dan membukanya perlahan, sambil bergumam minta maaf jika aku terlambat aku langsung masuk tanpa melihat kearah guru yang sedang mengajar di depan kelas.

Ku langkahkan kaki ku menuju tempat duduk ku, meletakkan tas di atas meja kemudian disusul dengan meletakkan kepalaku di atasnya. Aku malas melakukan apapun sekarang, apalagi belajar sedikitpun aku tidak tertarik hari ini. Saat baru saja aku akan memejamkan mata ku suara gebrakan meja membuat ku terlonjak kaget dan secara refleks menatap ke arah sumber suara.

Ririz : " Bangsat ternyata yang aku lupa adalah sekarang pelajaran Bahasa Inggris dan pengajarnya adalah mak macan. Mampus aku sial ahhh Tuhan bener-bener lengkap sudah rencana balas dendam Mu ini..."

Bu Yura : " Siapa yang menyuruh mu duduk anak nakal???"

Ririz : " Aahh ibu mengagetkan saya saja pelan-pelan aja dong bu kaget sayanya untung saya ngga punya riwayat penyakit jantung. Kalau misal ada ibu mau tanggung jawab kalau saya kenapa-kenapa???"

Bu Yura : " Ikut saya ke ruang guru sekarang juga... "

Ririz : " Ya elah bu saya baru aja duduk bu udah di suruh pergi lagi bentaran napa bu cape ini sayanya..."

Bu Yura : " Sekarang atau bersihkan seluruh penjuru sekolah sampai bersih..."

Ririz : " Aahhhh ibu kejam sekali iya iya ini saya jalan bu..."

Aku melangkah mengekor di belakang mak macan yang sangat hobby marah-marah. Entah apa salah dan dosa ku tapi dia sepertinya sangat membenci ku. Dia guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas ku dan sialnya dia sangat menyeramkan. Mungkin sebentar lagi aku akan mati dimakan mak macan satu ini.

Tuhan ayolah aku hanya bercanda saat mengatai Mu kejam jadi tolong jangan tambah lagi siksaan Mu untuk hari ini. Aku terus bergumam sambil sesekali merayu Tuhan supaya Dia mau sedikit saja berbaik hati terhadap ku.

Saat aku masuk ternyata sudah ada Papa yang duduk di depan meja mak macan, perasaan ku tidak enak tapi ahhh biar saja lah Tuhan mau bagaimana dengan hidup ku ini. Aku sudah tidak peduli toh hidup dan engga sama aja ngga penting nya. Aku duduk disamping pria yang dulu ketika aku masih kecil sangat aku banggakan tapi sekarang semua sudah berbeda dan tak akan pernah lagi sama.

Bu Yura : " Selamat siang Pak Handoko maafkan saya yang terpaksa meminta anda untuk datang ke sekolah..."

Papa : " Tidak masalah bu, ada apa saya di minta untuk datang???"

Bu Yura : " Ini berkaitan dengan Rizqia putri bapak..."

Papa : " apa anak nakal ini membuat ulah lagi bu???"

Bu Yura : " Pagi tadi saya mendapatkan laporan anak bapak menghajar lima murid yang sangat berpengaruh di sekolah ini pak. Karena mereka adalah anak donatur di sekolah ini dan orang tua mereka menuntut supaya anak bapak di keluarkan dari sekolah ini..."

Papa : " Saya mohon bu ini sudah kali ke empat dia di keluarkan dari sekolah, tolong pertimbangkan kembali keputusan ini bu..."

Bu Yura : " Saya minta maaf pak tapi ini sudah keputusan dari Kepala Sekolah dan Kepala Yayasan jadi kami tidak bisa melakukan apapun lagi..."

Aku tak bergeming sejak tadi, haisss benar-benar Tuhan sangat hobby membuat hidup ku susah seperti ini rupanya. Tapi sepertinya ini akan lebih baik daripada aku harus berurusan dengan para pembuat onar itu.

Papa : " Baiklah jika begitu saya mohon undur diri Bu..."

Bu Yura : " Baik pak, dan kamu Rizqia bisa mengambil barang-barang mu tapi datanglah kembali kesini sebentar nanti..."

Tanpa menjawab aku segera pergi kekelas mengambil tas ku dan kembali ke ruangan terkutuk itu. Papa sudah keluar dan menunggu ku di mobil karena sejak keluar dia terus mengomel tapi sama sekali tidak ku dengar. Aku langsung masuk tanpa mengetuk pintu karena aku sangat tau guru satu ini memang sangat berbahagia ketika aku di keluarkan.

Bu Yura : " Saya heran bagaimana bisa Pak Handoko memiliki putri yang sama sekali tidak punya sopan santun. Apa Ibu mu tak pernah mengajari mu sopan santun huhh???"

Seketika rahang ku mengeras saat mendengar wanita yang sama sekali tak tau tentang hidup ku berbicara tentang sosok Mama ku.

Ririz : " Tau apa ibu tentang keluarga saya jadi berhentilah sok tau jika anda tidak tau apa-apa..."

Bu Yura : " Duduk kamu... "

Aku duduk tapi aku langsung memasang headset karena pasti sebentar lagi dia akan mengomel seperti nenek sihir peliharaan ku di rumah. Tanpa basa basi lagi Bu Yura justru menampar ku membuat aku yang tadinya terduduk di kursi terjatuh.

Sialnya ponsel ku pun ikut terjatuh dan sedetik kemudian tangan nya mencengkram rambut ku sedikit kuat. Wajahnya terlihat menyeramkan ketika marah tapi aku sungguh tidak peduli akan hal itu.

Bu Yura : " Dasar anak tidak tau sopan santun, mau jadi apa kamu ketika besar nanti hahhhh?? Kelakuan kayak preman pasar, ngga punya etika sama sekali sudah bisa di pastikan hidup mu akan selalu menjadi beban untuk orang lain..."

Ririz : " Anda bukan Tuhan yang bisa menghakimi..."

Bu Yura : " Aku bertaruh untuk itu... "

Aku melangkah keluar terlalu malas menanggapi guru bar-bar itu lebih baik aku segera pergi dari tempat ini. Aku masuk kedalam mobil dan Papa langsung menancap gas tanpa mengatakan apapun tapi begitu sampai di lokasi yang cukup sepi Papa menepikan mobil.

Tanpa ku duga pukulan demi pukulan Papa layangkan kearah ku, sakit tapi ini tak lebih sakit dari apa yang dirasakan hati ku. Pria kebanggaan ku membuat aku kecewa untuk kesekian kalinya. Pukulan demi pukulan masih Papa layangkan bahkan luka ku pagi tadi belum mengering dan sekarang ditambah dengan yang baru.

Tak ada satu bulir air mata pun yang jatuh dari kedua mata ku, aku hanya berusaha menggunakan tangan ku untuk melindungi kepala ku. Hingga ketika Papa tak melihat ku menangis, ia mulai berhenti memukul ku.

Papa : " Kenapa kamu tidak menangis???"

Ririz : " Hati ku sudah mati hingga aku tak lagi bisa merasakan sakit karena luka yang terdahulu jauh lebih sakit daripada pukulan mu..."

Next chapter