Alangkah terkejutnya Janggan melihat sosok yang dak bisa dia hapus dari sudut hatinya, jarak perempuan itu hanya kurang dari 5 meter dari tempatnya berdiri. Dilepasnya tangan Jihan istrinya, Janggan berjalan mendekat ke arah gadis itu, ya dia adalah Lusi, wajah yang selalu dirindukannya, kenapa kamu selalu saja menjauh, menghindariku, dak mau mendengarkan penjelasanku.
"mas," kudengar panggilan lirih lusi dengan suara paling pelan, kemudian dia mengalihkan pandangan ke tempat lain aku tahu dia pura pura memilih menutupi kegugupannya, dua tahun aku terus mencari kabarmu,
"apa kabar lus," tanyaku singkat
"Baik, " lusi menjawab dengan singkat pula, ada banyak yang ingin ku tanya ke dia, tapi waktu yang tidak tepat.
"mas sini, ini cocok dak buat ibu, " Jihan mendekatiku membuyarkan segala hal yang ingin kuketahui tentangnya. Aku berjalan mengikuti istriku di tempat pembayaran. Setelahnya kami keluar dari toko batik tersebut, numun kemudian aku berbalik mendekati lusi, " aku masih mengingat nomor hp mu, " kataku, sambil ku dekatkan wajah ini tepat dibelakang tengkuknya, kemudian aku kembali berjalan menjauh menuju pintu keluar toko, aku tahu dia marah, sebel dengan tindakanku barusan, aku pun tersenyum sendiri, ku dia mengumpat kecil, namun hanya aku yang mendengarnya.
Aku dan Jihan kembali ke hotel tempat kami menginap, perlu di ketahui statusku memang sudah menikah dengan Jihan, sejak setahun yang lalu, namun aku tetap menjaga kesuciannya karena bagiku sebuah hubungan harus di dasari dengan perasaan, tanpa itu maka hanya legalitas hukum aja yang bicara kalo kami suami istri. Aku tahu, aku salah dimata agama aku belum memberikan hak Jihan untuk kebutuhan biologisnya, tapi dia cukup mengerti, kalo sesuatu itu dak bisa dipaksakan hanya dari satu pihak.
Aku tahu Jihan selalu berusaha menjadi istriku yang baik, aku memang egois, tapi aku dak bisa memungkiri perasaanku, dan juga rasa bersalahku pada lusi.
Malam pentas seni, dimana hal yang tidak seharusnya kami lakukan terjadi, aku dan lusi melakukan suatu kesalahan yang tidak akan terhapus sampai kapanpun, terutama dalam ingatanku.
Flashback on
Seusai manggung aku nganter Lusi sesuai janjiku, ke tempat kost. saat itu tempat kostnya sepi sebagian penghuninya masih berada di stadion menikmati pentas seni yang diadakan mahasiswa exkul musik, dan sebagian hanya berjalan jalan disekitarnya karna suasana di sana rame seperti pasar malam, banyak penjual dadakan, muali penjual makanan minuman, cafe mini, pakaian santai, sepatu, sampai kebutuhan mahasiswa lainnya ada, mereka memanfaatkan moment yang ada.
" Makasih udah nganter lusi, "
" mas mau masuk, tapi dak ada penghuni lain di dalam, di teras aja ya, aku ambilkan minum, kemaren aku beli teh kotak, nunggu bentar di sini, aku masuk dulu, " lusi cukup tahu, dak bagus kalo mereka cuma berdua, nanti takut ada fitnah. Janggan hanya mengangguk, dia duduk di teras tempat biasa penghuni kost menerima tamunya.
Hanya sebentar lusi keluar, " diminum mas, "diberikannya minuman kotak ke tangan Janggan, " kenapa jauh gitu duduknya, takut ya ? " kata Janggan sambil menggeser tempat duduk mendekat ke lusi, dan tiba tiba tangan kekar itu sudah memegang dagu gadis di sebelahnya, " kangen dik, " tanpa permisi ditempelkan bibirnya ke bibir mugil merah delima karena dipoles lipstik bekas dandanan penari yang belum sempat dihapus. Lusi kaget berusaha menarik wajahnya, tapi tangan Janggan yang satu memegang kepala lusi, dan dilumatnya bibir merah dengan lembut, lusi mengikuti alur Janggan, tubuhnya dak bisa menolak kehangatan yang diciptakan laki lakinya.
Tanpa sadar lusi mengalungkan tangannya ke leher Janggan, dan membiarkan dirinya terhanyut di dunia lain.
Tanpa mereka sadari semuanya di luar kendali, mereka melakukan hubungan yang tidak semestinya terjadi.
flasback off